22 April │Peringati Hari Bumi: Upaya Refleksi Terhadap Alam

waktu baca 5 menit
Selasa, 21 Apr 2009 17:00 1 773 Mh Badrut Tamam
Hari Bumi (Earth Day) diperingati setiap tanggal 22 April sebagai wujud kepedulian terhadap jasa Bumi yang telah memberikan anugerah kehidupan bagi manusia dan makhluk lainnya. Apa makna dari peringatan tersebut bagi spesies paling cerdas di muka Bumi ini? Momen ini tidak hanya bertujuan untuk menciptakan rasa kepedulian terhadap Bumi, melainkan bagaimana kita memahami pengaruh Bumi yang berumur 4,6 Milyar tahun ini sebagai upaya refleksi terhadap peran manusia dalam menjaga kelestariannya.

Manusia dan lingkungannya merupakan komponen ekosistem yang terintegrasi dalam suatu keutuhan sistem yang ada di Bumi. Peranannya begitu besar terhadap wajah Bumi ini. Kekuasaan habitat ekologisnya meliputi seluruh penjuru ekosistem. Dampak sosialnya mempengaruhi perubahan Bumi secara fluktuatif, baik dampak positif maupun dampak negatif. Namun, sejauh mana dampak positif manusia dalam menjaga integritas Bumi ini. Pada kenyataannya, dampak positif tersebut tidak menunjukkan pola linier terhadap kestabilan ekosistem bahkan bioma. Alih-alih dampak negatif yang menunjukkan pola linear terhadap kerusakan Bumi.

Aktivitas manusia modern saat ini telah mengubah multisistem yang ada di Bumi ini. Mulai dari ilegal logging sampai industrialisasi yang berakibat pada pemanasan global (global warming) akibat naiknya gas CO2 di atmosfer. Sederetan bencana pun silih berganti menghapus populasi manusia dengan datangnya air bah hingga tornado. Akhirnya alam pun membalasnya dengan harapan agar manusia sadar akan perbuatannya.


Global Warming: Fakta atau Fiktif?

Pemanasan global sudah terjadi dan masih terjadi. Beberapa dekade yang lalu, pemanasan global masih dianggap wacana, namun sekarang bukti-bukti nyata sudah terpampang di hadapan kita. Perubahan iklim, melelehnya es di kutub, el nino, pinguin dan beruang kutub yang kelaparan, pemutihan koral, serta migrasi paus yang yang tidak menentu. Di Indonesia, penduduknya mengalami bencana puting beliung, tanah longsor, banjir, curah hujan meningkat pada waktu musim hujan, dan kekeringan di musim kemarau. Penelitian oleh ilmuwan menunjukkan Bumi belum pernah sepanas ini selama satu millenium atau lebih. Dengan adanya efek rumah kaca akibat pemanasan global, sulit untuk membantah pendapat para ahli klimatologi yang mengatakan telah terjadi perubahan iklim akibat ulah manusia.


Peningkatan suhu sebesar ±0,25°C setiap tahun telah menyebabkan pencairan global. Es di kutub dan pegunungan serta gletser telah mencair. Hal ini menyebabkan penurunan populasi pinguin dan beruang kutub di Antartika. Pencairan global juga menambah volume air laut dan menyebabkan hilangnya daratan, bahkan banyak pulau-pulau di Indonesia sudah tenggelam.


Bagaimana mekanisme efek rumah kaca (green house effect) pada Bumi? Pada Gambar 1 di bawah menunjukkan bahwa panas dari matahari menghangatkan Bumi, yang akan meradiasikan energi panas ke angkasa. Radiasi panas tersebut ada yang lolos ke luar angkasa dan sebagian terperangkap di atmosfer bagian bawah (troposfer). Gas yang berfungsi untuk menangkap radiasi panas tersebut dinamakan gas rumah kaca yakni karbon dioksida (CO2). Kenyataanya, tanpa adanya gas CO2 ini, suhu permukaan Bumi akan turun di bawah titik beku. Akan tetapi, aktivitas manusia telah menambah jumlah gas CO2 di atmosfer, sehingga laju pemanasan global meningkat.


Gambar 1. Mekanisme pemanasan global.

Selain menyebabkan efek rumah kaca, pemanasan global juga menyebabkan kerusakan pada lapisan ozon di lapisan stratosfer. Lapisan statosfer berada diatas lapisan troposfer. Efek rumah kaca hanya terjadi pada lapisan troposfer, sementara lapisan stratosfer menjadi lebih dingin. Penurunan suhu pada lapisan stratosfer mengakibatkan lapisan ozon rusak. Kerusakan ozon mengakibatkan radiasi ultraviolet B (UV B) masuk ke permukaan Bumi. Dampak dari radiasi UV B dapat menyebabkan kanker kulit, katarak, dan mempercepat mutasi virus patogen. Berdasarkan gambar indeks radiasi UV B, Indonesia memiliki indeks UV B antara kategori sedang hingga ekstrem.


Gambar 2. Indeks UV B di Indonesia (Sumber: AccuWeather).

Hutan Tropis: Penyokong Kehidupan Bumi

Hutan tropis memiliki tingkat keanekaragaman hayati (biodiversity) yang tinggi daripada di tempat lain. Hutan tropis disebut paru-paru dunia yang berfungsi sebagai pusat siklus karbon. Hutan tropis terbesar di hutan Amazon dan Indonesia telah mengalami kerusakan yang parah baik oleh aktivitas manusia maupun oleh pengaruh pemanasan global. Berdasarkan Gambar 3, hutan di Indonesia sudah mengalami kerusakan yang parah.

Para ahli ekologi mengkhawatirkan pengaruh pemanasan global terhadap kerusakan hutan tropis beserta keanekaragaman hayatinya. Hukum alam biasanya ada yang menang dan ada yang kalah di antara spesies-spesies. Tetapi kecepatan perubahan iklim tampaknya melebihi kemampuan alam beradaptasi. Ekosistem di Bumi telah teradaptasi dengan lingkungannya dapat menjadi tidak stabil. Ancaman panas, kekeringan, kekurangan air, dan berbagai penyakit menghantui berbagai aspek kehidupan.

Bahaya lain yang mengancam hutan tropis adalah kebakaran hutan. Kebakaran hutan terjadi dimana-mana. Banyak daerah di Indonesia yang berpotensi umtuk kebakaran hutan pada saat musim kemarau. Kebakaran ini akan meningkatkan emisi gas CO2 di atmosfer dan mempercepat pemanasan global.



Gambar 3. Kondidsi hutan Indonesia dilihat dari satelit Palapa C2 dari ketinggian 8500 km (Sumber:
Fourmilab)

Menyikapi Pemanasan Global di Hari Bumi

Menghentikan pemanasan global sangatlah sulit. Ibarat laju kereta yang tidak bisa berhenti mendadak, namun harus direm perlahan. Upaya yang harus dilakukan adalah mengurangi polusi yang berasal dari bahan bakar fosil. Negara-negara penghasil gas rumah kaca terbesar seperti Amerika, Eropa, dan Australia harus lebih banyak mengurangi tingkat emisi gas rumah kacanya.

Harapan masih ada dengan memanfaatkan teknologi yang efisien terhadap penggunaan energi. Teknologi yang ramah lingkungan seperti tenaga surya, tenaga angin, hidrogen, dan nuklir menjadi kunci energi alternatif yang bersaing dengan bahan bakar fosil. Pembatasan terhadap emisi gas CO2 di bawah protokol kyoto harus diperketat. Manusia sudah memiliki teknologi untuk mengatasi kemungkinan ancaman terburuk bagi kelangsungan hidup manusia. Namun, apakah kita memiliki kemauan yang kuat untuk menghentikan semua ini?

Pada peringatan hari Bumi ini, kita dihadapkan adanya kompleksitas permasalahan kerusakan lingkungan. Saatnya kita menyadari hal ini. Semuanya bisa dicegah. Kita bisa melakukan hal kecil untuk planet Bumi untuk hal yang lebih besar demi kelangsungan kehidupan mendatang. Save Our Earth!

Mh Badrut Tamam

Mh Badrut Tamam

Lecturer
Science Communicator
Governing Board of Generasi Biologi Indonesia Foundation

1 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    Milyuna_25
    15 tahun  lalu

    Drut, aq suka banget ma artikel mu yang tentang Global Warming, aq harap semua manusia dan penduduk di dunia lebih peduli n mencintai bumi. supaya kehidupan di dunia menjadi lebih baik lg, agar alam tidak marah ma kita. semoga kita semua mencintai bumi seperti kita mencintai diri kita dan kekasih hati kita.sehingga kerusakan dan bencana tidak akan terus-terusan mengahantui kita dan anak cucu kita kelak.Amin semoga Allah mencatat setiap niat baik manusia dalam mencintai bumi-NYA.

    Balas

Arsip

Kategori

Kategori

Arsip

LAINNYA
x