Pada tahun 1958, Matthew Meselson dan Franklin Stahl berhasil menunjukkan model replikasi DNA secara empiris dengan menggunakan isotop 15N dan 14N. Mereka menguji ketiga hipotesis tersebut dan sebagai hasilnya model replikasi DNA yang teruji secara eksperimental adalah semikonservatif (lihat gambar 2).
Prinsip replikasi sangat sederhana, namun proses sebenarnya melibatkan keterampilan biokimiawi yang sangat kompleks dan luar biasa. Proses-proses tersebut melibatkan berbagai macam enzim yang saling bekerja untuk proses replikasi.
Pada prsoses replikasi, sebagai contoh manusia yang memiliki 46 kromosom atau setara dengan 6 miliar pasang molekul basa nitrogen A-T dan G-C (jika dibukukan akan mengasilkan sekitar 900 buku dengan ketebalan sekitar 1000 halaman.
Pada saat permulaan, replikasi dimulai pada tempat-tempat khusus yang disebut pangkal replikasi (origin of replication). Pada kromosom eukariotik yang memiliki molekul DNA yang lebih panjang, maka pangkal replikasi dimulai dari tempat-tempat spesifik di mana kedua untai DNA induk membentuk gelembung replikasi. Adanya peristiwa gelembung replikasi ini ditemukan oleh Elizabeth Gyurasist dan R.B. Wake. (lihat gambar 3).
Tahap selanjutnya adalah pemanjangan untaian DNA baru. Enzim yang berfungsi untuk pemanjangan DNA adalah enzim DNA polimerase (DNA polymerase). Pada saat nukleotida-nukleotida berjejer dengan basa-basa komplementer di sepanjang untaian pola cetakan DNA, nukleotida-nukleotida ini ditambahkan oleh polimerase satu demi satu ke ujung baru tumbuh dari untai DNA yang baru. Laju pemanjangannya kurang lebih 500 nukleotida per detik pada bakteri dan 50 nukleotida per detik pada sel-sel manusia.
Fakta yang tidak boleh diabaikan yakni, DNA bersifat antipararel yang memiliki untaian DNA ujung 3’→ 5’ dan 5’→ 3’. Dengan adanya fakta ini, maka replikasi berjalan dengan sistem dua arah (bidirectional replication). Peristiwa ini ditemukan oleh J. Huberman dan A. Tsai pada lalat buah (Drosophila melanogaster). Replikasi DNA berjalan dari arah 5’→ 3’ dan polimerase hanya menambahkan nukleotida pada 5’. Di sepanjang salah satu untaian cetakan, DNA polimerase dapat mensintesis untaian komplementer secara kontinu dengan arah 5’→ 3’ yang disebut leading strand. Sementara untaian yang satunya bekerja secara diskontinu atau disebut lagging strand. Berbeda dengan leading strand, yang bekerja secara terus menerus, maka lagging strand bekerja secara bertahap sehingga membentuk serangkaian potongan ata segemen. Potongan ini disebut sebagai fragmen Okazaki. Panjang fragmen ini sekitar 100 sampai 200 nukleotida. Selanjutnya, enzim ligase akan menggabungkan antarfragmen Okazaki membentuk satu untai DNA tunggal (lihat gambar 4).
Ada hal lain yang perlu diketahui yakni DNA polimerase hanya dapat memulai bekerja menambahkan sebuah nukleotida jika sudah ada polinukleotida yang sudah berpasangan dengan komplementer. Dalam hal ini DNA polimerase tidak akan bekerja jika tidak ada yang memulai terlebih dahulu karna DNA polimerase hanya dapat meneruskan nukleotida yang sudah ada. Untuk mengatasi hal ini, maka ada polinukleotida yang disebut sebagai primer. Primer ini bukanlah DNA melainkan RNA. Primer ini dibentuk oleh enzim primase yang panjangnya kurang dari 10 nukleotida pada eukariota. Pada tahap selanjutnya DNA polimerase akan menggantikan nukleotida-nukleotida RNA dari primer menjadi DNA. Pada leading strand hanya membutuhkan satu primer, sedangkan pada lagging strand membutuhkan primer di setiap fragmennya. Primer-primer tersebut harus dikonversi ke DNA sebelum disambung oleh enzim ligase (lihat gambar 5).
Tidak ada komentar