Pengertian lahan kritis adalah lahan yang telah terjadi degradasi, sebagai akibatnya lahan tersebut mengalami penurunan fungsi dan potensinya. Lahan kritis juga dapat diartikan sebagai lahan yang fungsi biologis, orografis, serta geografisnya tidak dapat menjalankan fungsi secara maksimal. Kondisi lahan kritis memiliki empat karakteristik utama, diantaranya (1) peka terhadap proses erosi; (2) tingkat kesuburan tanah menjadi rendah; (3) sumber air hanya mengandalkan curah hujan; serta (4) lapisan tanah bawahnya memiliki kelembaban yang sangat rendah. Lahan perbukitan karst dapat dikategorikan dalam lahan kritis, karena sesuai dengan karakteristik di atas.
Karst adalah suatu kawasan yang memiliki karakteristik relief dan drainase spesifik karena derajat pelarutan batuannya intensif serta batu gamping mengalami pelapukan (Nahdi, 2012). Sistem drainase kawasan karst sangat unik, karena didominasi oleh air bawah permukaan yang sebagian besar masuk ke jaringan bawah tanah. Kondisi ini menyebabkan pada musim penghujan, air tidak dapat tertahan pada permukaan dan langsung masuk ke dalam tanah. Karakteristik ekosistem karst yang sangat spesifik tersebut dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan biologi, terutama tumbuhan yang dapat hidup di kawasan ini merupakan tumbuhan yang memiliki adaptasi tinggi terhadap kekeringan, dan pH tinggi.
Cekaman atau stress adalah kondisi lingkungan yang dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan, reproduksi, dan kelangsungan hidup tumbuhan (Reece, 2011). Tanah-tanah yang dibentuk di atas lahan induk seperti batuan kapur, kapur dan endapan glasial, mengandung kalsium karbonat (CaCO3) dengan kadar tinggi dan tanah ini cenderung memiliki pH sekitar 7 atau lebih, sehingga dapat memberikan cekaman pada tanaman.
Penelitian yang dilakukan oleh Sutara (1996) pada tanaman gulma Eichornia crassipes dan Pistia stratiotes yang diberi perlakuan CaCO3 dengan konsentrasi 2,5 g/L; 5 g/L; 7,5 g/L; 10 g/L, menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar CaCO3 pada tanaman, akan berpengaruh negatif pada panjang akar, terhambatnya pembentukan ruang antar sel, menghambat pertumbuhan diameter trakea akar, menurunkan laju perkembangan diameter akar, penyempitan mesofil daun, menghambat perkembangan ruang antar sel bunga karang, menghambat pembentukan sel palisade.
Ion Ca2+ memiliki peran sebagai pengikat antara molekul-molekul fosfolipid atau antara fosfolipid dengan protein penyusun membran dalam bentuk Ca2+ pektat. Ion Ca2+ juga berperan sebagai penetral bahan organik, memacu enzim atau dapat menghambat aktivitas enzim lainnya (Lakitan, 1993). Marschner (1986) menjelaskan Ca2+ berguna untuk memperkuat dinding sel karena akan membentuk kalsium pektat bila berikatan dengan pektin, disamping itu juga Ca2+ dapat menghambat kerja auksin sebagai pemacu pertumbuhan.
Karst adalah kawasan yang memiliki karakteristik relief dan drainase spesifik dan unik, karena sistem drainase kawasan karst didominasi oleh air bawah permukaan yang sebagian besar masuk ke jaringan bawah tanah sehingga pada musim penghujan, air tidak dapat tertahan pada permukaan dan langsung masuk ke dalam tanah. Kondisi lahan kritis karst dapat memberi cekaman dehidrasi pada tanaman karena air tidak dapat terserap secara optimum pada tanaman disebabkan langsung masuk ke dalam jaringan bawah tanah.
Beberapa jenis tanaman dapat tumbuh dan bertahan pada kondisi yang tidak optimum bagi pertumbuhannya. Hal ini disebabkan terdapat beberapa mekanisme atau strategi, dapat dilakukan oleh suatu organisme dalam lingkungan tercekam, antara lain:
1. Strategi Pelarian (Escaping)
Strategi ini dilakukan apabila reproduksi telah terjadi sebelum ada cekaman, misalnya kekeringan. Tanaman melakukan mekanisme siklus hidup pendek dengan laju pertumbuhan dan pertukaran gas yang tinggi, menggunakan sumber-sumber yang tersedia secara maksimum seiring dengan berkurangnya kadar kelembaban tanah.
2. Penghindaran (Avoidance)
Penghindaran terhadap cekaman meliputi mekanisme meminimalisir kehilangan zat-zat yang diperlukan dalam tubuh antara lain keluarnya air (penutupan stomata, pengurangan penyerapan cahaya melalui penggulungan daun, dan penurunan kanopi luas permukaan daun), memaksimalkan penyerapan air (meningkatkan debit penyerapan air di akar, realokasi nutrien yang tersimpan pada daun tua, dan laju fotosintesis yang tinggi).
3. Toleransi
Toleransi terhadap kekeringan atau stress abiotik lain, tampak pada adaptasi perubahan tanaman secara fisiologis dan biokimia pada level selular dan molekular. Perubahan-perubahan yang terjadi antara lain melibatkan penyesuaian osmotik, dinding sel yang lebih kaku/tebal, atau sel yang lebih kecil. Perubahan juga tampak jelas pada level mRNA dan protein yang mengarah pada fase toleransi.
Leave a Reply