Arsip

Kategori

Hormon Asam Abisat (ABA) dan Regulasi Genetik

Hormon asam absisat (ABA) adalah fitohormon yang memiliki peranan penting dalam regulasi perkembangan dan pematangan buah klimakterik maupun nonklimakterik serta memacu akumulasi glukosa, fruktosa, dan sukrosa yang menjadi karakteristik buah pada saat buah matang. Fungsi hormon asam absisat penting dalam regulasi perkembangan dan pematangan buah, dan juga berperan dalam pertumbuhan, pematangan biji, dormansi dan perkecambahan, serta memediasi respons adaptif terhadap stress abiotik. 
Cara kerja asam absisat dapat menginduksi atau meregulasi ekspresi gen dalam proses biokimiawi dan fisiologis selama perkembangan tanaman. Tanaman melakukan respons adaptif terhadap perubahan lingkungan dan fisiologis dengan mengubah kadar ABA endogen, yang dikontrol pada proses biosintesis dan katabolisme. 
Biosintesis ABA pada tanaman memang belum jelas karena memang belum banyak penelitian tentang hal tersebut, namun pada tumbuhan tinggi secara umum ABA dibentuk dari Xanthoxin melalui ABA-aldehid pada 2 reaksi oksidasi. Cis-Isomer Violaxanthin dan Neoxanthin menghasilkan produk C15, Xanthoxin, dan metabolit C25, dimana 9-cis-epoxycarotenoid dioksigenase (NCED) menjadi enzim kunci. Biosintesis ABA dijelaskan pada Gambar 1. 
Gambar 1. Skema biosintesis hormon ABA.
ABA aktif dapat didegradasi menjadi bentuk inaktif pada tumbuhan tingkat tinggi, melalui jalur irreversibel dimulai dari 8’-hidroksilasi dan dikatalisis oleh ABA-hidroksilase (CYP707As), atau tersimpan dalam bentuk ikatan konjugat ABA-glukosilester (ABA-GE) dengan katalisis oleh ABA glukosiltransferase (ABA-GTase). Konjugasi adalah proses sederhana ABA pada baik ABA-glukosil ester (-GE) maupun ABA-glukosil ether (-GS). Proses pengaktifan bentuk konjugat pada baik ABA-glukosil ester (-GE) maupun ABA-glukosil ether (-GS) menjadi ABA, dapat dikatalisis oleh enzim β-glukosidase. Oleh karena itu, penting untuk mendapatkan informasi lebih tentang gen yang terlibat dalam reaksi-reaksi tersebut, meliputi tingkat regulasi transkripsi selama proses perkembangan buah yang dipengaruhi oleh ABA karena berkaitan dengan aktif atau inaktifnya ABA tersebut. Gambar 5 menjelaskan tentang pengubahan ABA menjadi bentuk inaktif irreversible menjadi 8’hydroxy ABA dan bentuk reversible menjadi ABA-GE yang dapat kembali menjadi ABA aktif melalui katalisis enzim  β-glukosidase (BG).
Gambar 2. Perubahan ABA menjadi bentuk inaktif.
ABA-GE dan ABA-GS telah diisolasi dari berbagai spesies tanaman. Glukosiltransferase (GTase) dapat mentransfer gula nukleosida difosfat ke reseptor substrat. ABA-GE dapat disintesis dari ABA dan UDP-D-Glc (UDPG) oleh GTase. ABA-GE adalah satu metabolit ABA yang mempunyai peran penting dalam regulasi kadar ABA yang pada awalnya, diduga menjadi satu-satunya produk akhir metabolisme. ABA-GE diaktifkan menjadi ABA melalui katalisis β-glukosidase yang dikode oleh gen BGI (Li et al., 2012).
Gen CmBG1 merupakan salah satu gen peregulasi hormon ABA pada Cucumis melo L. Regulasi koordinasi BG1 berada pada saat tumbuhan berbuah (Li et al., 2012).  Penelitian tentang gen BG1 yaitu gen β-Glukosidase yang ditemukan di Arabidopsis thaliana (AtBG1), memberikan hasil bahwa enzim tersebut mengkatalisis pengubahan ABA-GE kembali aktif menjadi ABA ditunjukkan dengan meningkatnya kadar ABA. Penelitian lain pada pematangan anggur, ekspresi VvBG1 terletak pada konsentrasi tinggi dari pewarnaan pada pematangan buah, yang mengindikasikan bahwa ABA diproduksi oleh VvBG1, memerankan peran penting dalam peregulasian kadar ABA selama akhir fase pematangan. Penemuan-penemuan di atas merujuk pada mekanisme regulasi kompleks pada akumulasi ABA (Li et al., 2012).
Ekspresi BG1 pada Citrulus lanatus (ClBG1) yang diberi perlakuan cekaman kekeringan menunjukkan peningkatan yang signifikan bila dibandingkan tanaman kontrol pada saat fase akhir perkembangan yaitu 25 Day After Full Bloom (DAFB).
Mh Badrut Tamam
Lecturer Science Communicator Governing Board of Generasi Biologi Indonesia Foundation