Arsip

Kategori

Ciri-ciri dan Klasifikasi Badak Jawa

Akhir-akhir ini makin banyak film layar lebar yang mengambil cerita dengan latar keindahan alam Indonesia. Sebut saja dua diantaranya adalah film King Kong dan Anacondas: The Hunt for the Blood Orchid. Kedua film ini menampilkan hutan hujan tropis Kalimantan (Borneo) dan Sumatera sebagai kawasan yang terkesan purba dan primitif. Memang sudah tak diragukan lagi bahwa hutan hujan tropis Indonesia banyak menyimpan keajaiban alam.
Tapi ternyata tidak hanya Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua saja yang memiliki hutan hujan tropis yang jarang tersentuh oleh manusia, Taman Nasional Ujung Kulon di Banten merupakan tanah purba terakhir di Pulau Jawa. dan kawasan inilah yang menjadi benteng terakhir populasi satu-satunya badak terkecil di dunia, badak jawa (Rhinoceros sondaicus).

Badak jawa termasuk ke dalam golongan binatang berkuku ganjil atau Perissodactyla. Secara taksonomi, klasifikasi badak jawa sebagai berikut:
Kingdom Animalia
Filum Chordata
Subfilum Vertebrata
Kelas Mamalia
Ordo Perissodactyla
Famili Rhinocerotidae
Genus Rhinoceros
Spesies Rhinoceros sondaicus
Mamalia yang memiliki kekerabatan terdekat dengan badak india (Rhinoceros unicornis) ini memiliki ukuran tubuh terkecil diantara badak lainnya. Badak jawa memiliki bibir atas yang lebih Panjang dari bibir bawah dan berbentuk lancip menyerupai belalai pendek yang berfungsi untuk mengambil makanan. Selain itu, badak jawa jantan memiliki cula tunggal yang tumbuh di bagian depan kepala yang sering disebut dengan “cula melati”. Sedangkan badak betina terkadang memiliki cula yang kecil benbentuk kepalan tangan yang biasa disebut dengan “cula batok”.
Setelah Vietnam menyatakan badak jawa telah punah di wilayah negara mereka, populasi terakhir badak jawa hanya terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). TNUK merupakan taman nasional pertama di Indonesia dengan luas total 105.694, 46 ha yang terdiri atas luas daratan sebesar 61.357, 46 ha dan luas perairan 44.337 ha.
Kawasan timur dari taman nasional ini didominasi oleh deretan Pegunungan Honje sedangkan kawasan barat dipisahkan oleh daratan rendah yang merupakan Semenanjung Ujung Kulon. Kawasan TNUK telah mengalami modifikasi lokal yang ekstensif seiring dengan terjadinya letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883. Hal tersebut menyebabkan tanah Ujung Kulon menjadi tanah yang subur sehingga terciptalah hutan hujan tropis yang lebat. Dengan statusnya sebagai taman nasional dan akses transportasi yang masih terbilang cukup sulit menyebabkan kawasan ini sebagai daerah paling tak tersentuh di Pulau Jawa.
Akses manusia yang minim menuju kawasan TNUK menyebabkan populasi badak jawa didalamnya tak terusik. Hasil inventarisasi terakhir pada tahun 2016 menunjukkan bahwa jumlah badak jawa di TNUK adalah sebanyak 67 ekor, bertambah 4 ekor dari tahun sebelumnya. Akan tetapi hal ini bukan berarti badak jawa bebas dari ancaman kepunahan.
Pada saat ini penyebaran badak jawa di TNUK cenderung tidak merata, yaitu dominan pada daerah selatan Semenanjung Ujung Kulon. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan ketersediaan sumber daya bagi badak jawa. Terkonsentrasinya badak jawa pada suatu lokasi juga dapat memudahkan pemburu untuk melacak dan memburu satwa tersebut. Selain itu, kondisi populasi badak jawa di Ujung Kulon yang merupakan satu-satunya populasi di dunia juga rawan terhadap ancaman penurunan kualitas genetic dan inbreeding.
Referensi :
  1. Taman Nasional Ujung Kulon. (2015). Laporan Monitoring Populasi Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus). Labuan: Tidak dipublikasikan.
  2. Hoogerwerf, A. (1970). Udjung Kulon: The land of the last Javan Rhinoceros. Leiden: E.J. Brill.
  3. Rahmat U.M, Santosa Y, Kartono A.P. (2008). Analisis Preferensi Habitat Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) di Taman Nasional Ujung Kulon. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 14 (3), 115-124.