Ya, anda tidak salah baca judul. Anda tidak lagi di jagat film. Anda tidak lagi berada di dunia horor fiksi ilmiah The Last of Us. Ini benar – benar terjadi di dunia nyata kita. Untuk yang belum tahu, The Last of Us adalah video game keluaran Naughty Dog yang kemudian diadaptasi ke dalam serial TV oleh stasiun TV HBO.
Pada serial TV, di Season 2 Episode 2 “Infected”, dipaparkan bagaimana strain ganas dari jamur Cordyceps bermutasi, menginfeksi pekerja pabrik tepung di sekitar Jakarta, dan kemudian menyebabkan wabah infeksi otak yang merubah manusia menjadi monster ganas yang akhirnya merebak dari Jakarta dan kemudian menyebar seantero dunia dan menghancurkan peradaban manusia.
Manusia yang bertahan dan tidak terinfeksi yang hidup disaat itu kemudian hidup ketakutan dan berjuang dibawah cekaman bayang – bayang monster dan segelintir orang – orang jahat yang memanfaatkan kekacauan seperti penjarah, perompak, dan kultus – kultus keagamaan sesat.
Di dunia nyata, kini dilaporkan kasus infeksi serupa, meskipun tidak dalam skala sefantastis fiksi ilmiah. Dalam case report yang ditulis Dutta dan Ray yang baru dirilis 2023 [1], seorang ahli jamur India (tidak disebutkan namanya) berusia 61 tahun, masuk ke rumah sakit setelah berbulan – bulan menderita penyakit serupa flu dan bergejala seperti flu, namun tidak pernah beres seperti flu. Selain itu, yang bersangkutan juga memiliki kesulitan menelan sehingga kesulitan makan dan menyebabkan tubuhnya tampak kurus. Beliau tidak memiliki riwayat diabetes, HIV, gangguan ginjal, penyakit imun, trauma, ataupun penyakit kronis lainnya.
Dokter yang bertugas melakukan scan dan menemukan adanya benjolan serupa abses di trakeanya. Setelah menyedot nanah dari abses tersebut dan mengkulturnya di berbagai media mikrobiologis, patologis menemukan bahwasannya penyebabnya adalah jamur Chondrostereum purpureum, suatu jamur patogen tumbuhan.
Chondrostereum purpureum sendiri adalah jamur patogen tumbuhan yang menyebabkan penyakit daun perak. Hal itu disebabkan oleh pertumbuhan jamur ini yang secara khas menimbulkan pertumbuhan dan tampilnya pucat berwarna perak pada jaringan tumbuhan yang terinfeksi. Inangnya sendiri biasanya berupa tanaman berkayu keras [2][3].
Penemuan ini mengejutkan banyak pihak, pasalnya, jamur ini diketahui bukanlah patogen manusia dan bukanlah patogen oportunis manusia. Selain itu, penemuan ini juga membuka bahwa adalah mungkin untuk suatu organisme patogen bukan manusia dapat menyerang manusia yang bahkan merupakan individu yang sehat dan tidak mengalami masalah sistem imun. Fenomena infeksi cross-kingdom antara jamur patogen ke inang yang bukan alaminya dan melompat menginfeksi manusia memang terjadi pada manusia yang memiliki kerentanan [4][5].
Fenomena ini sendiri muncul akibat tekanan lingkungan seperti pemanasan global, perubahan ekosistem, dan urbanisasi tidak terencana dan tidak terkendali menyebabkan organisme patogen yang bukan patogen manusia bermutasi dan beradaptasi untuk dapat tumbuh pada tubuh manusia dan memunculkan penyakit – penyakit baru.
Faktor kemudahan akses perjalanan dan perdagangan juga membuka tingginya peluang untuk penyebaran organisme patogenik dan memunculkan penyebaran patogen baru yang belum diketahui sebelumnya, ataupun mempersebasar kemungkinan manusia untuk kontak dengan organisme patogenik [4][5].
Namun perubahan perilaku patogen ini untuk dapat menginfeksi individu yang sehat dapat menjadi alarm bersama bahwa kemampuan adaptasi organisme patogenik kini bisa dikatakan berada di level yang mengkhawatirkan dan dapat mengancam kesehatan publik.
Walaupun tidak sefantastis The Last of Us dan tidak sampai menciptakan monster penghancur peradaban manusia (setidaknya untuk saat ini), penemuan ini dapat mengingatkan kita bahwa di luar sana masih ada organisme yang dapat mengancam keselamatan manusia dan kesehatan publik. Whatever doesn’t kill you mutates and tries again. Mengingat tingginya kerusakan alam yang ditimbulkan akibat perilaku manusia kini, tantangan munculnya berbagai organisme patogen baru ke depan perlu untuk diperhatikan bersama.
Referensi
[1] Dutta, S., Ray, U. 2023. Paratracheal abscess by plant fungus Chondrostereum purpureum- first case
report of human infection. Medical Mycology Case Reports. 40: 30-32. doi:10.1016/j.mmcr.2023.03.001.
[2] Pest Management Regulatory Agency. 2002. Chondrostereum purpureum (HQ1). Pest Management Regulatory Agency, Health Canada. Ottawa. Proposed Regulatory Decision Document PRDD2002-01. https://publications.gc.ca/collections/Collection/H113-9-2001-7E.pdf.
[3] Munandar, A.A. 2017. Inventarisasi Jamur Pelapuk Kayu Dari Hutan Lereng Selatan Gunung Merbabu Jawa Tengah. Skripsi. Surakarta: Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
[4] Garcia-Solache, M.A., Casadevall, A. 2010. Global warming will bring new fungal diseases for mammals. mBio. 1(1):e00061-10. doi:10.1128/mBio.00061-10 e00061-10.
[5] Institute of Medicine Forum on Microbial Threats. 2009. Microbial Evolution and Co-Adaptation: A Tribute to the Life and Scientific Legacies of Joshua Lederberg: Workshop Summary. Washington, DC: The National Academies Press. doi:10.17226/12586.
Leave a Reply