Tubuh manusia sebagian terdiri dari darah. Mengetahui golongan darah merupakan hal penting agar kita dapat mengetahui golongan darah kita semisal terjadi hal buruk seperti kecelakaan, kekurangan darah atau hal-hal yang mengharuskan kita untuk melakukan transfusi darah. Tentunya transfusi darah ini tidak bisa dilakukan sembarangan, kta harus mengetahui golongan darah kita apa baru bisa melakukan transfusi darah. Ada beberapa penggolongan darah yang sering kita jumpai di dunia, yaitu sistem ABO, sistem rhesus, dan sistem MN. Berikut ulasan mengenai penggolongan darah.
Sistem ABO
Darah itu terdiri dari dua komponen, yaitu sel-sel (antara lain eritrosit dan leukosit) dan cairan (plasma). Plasma dikurangi fibrinogen (protein untuk pembekuan darah) merupakan serum. Dalam abad ke 18 pada waktu mulai dilakukan transfuse darah, terjadilah kematian pada resipien tanpa diketahui sebabnya. Akan tetapi Dr. Karl Landsteiner dalam tahun 1901 menemukan bahwa sel-sel darah merah dari beberapa individu akan menggumpal (beraglutinasi) dalam kelompok-kelompok yang dapat dilihat dengan mata telanjang, apabila dicampur dengan serum beberapa orang, tetapi tidak dengan semua orang. Selanjutnya, telah diketahui bahwa dasar dari penggumpalan eritrosit tersebut dikarenakan adanya reaksi antigen-antibodi (Suryo, 1997).
Sesorang dapat membentuk salah satu atau dua antibodi itu atau sama sekali tidak membentuknya. Demikian pula dengan antigennya. Dua antigen itu disebut antigen-A dan antigen-B, sedangkan dua antibody itu disebut anti-A dan anti-B (suryo, 1997).
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa orang yang memiliki antigen-A tidak memiliki anti-A, melainkan anti-B. Orang yang memiliki antigen-B memiliki anti-A. Jika antigen-A bertemu dengan anti-A, demikian pula antigen-B bertemu dengan anti-B, sel-sel darah merah menggumpal (beragglutinasi) dan mengakibatkan kematian. Orang yang tidak memiliki antigen-A maupun antigen-B dalam eritrositnya dinyatakan bergolongan darah O dan serum darahnya mengandung anti-A dan anti-B. sebaliknya, bila serum darah tidak mengandung antibodi sama sekali, maka eritrosit mengandung antigen-A dan antigen-B. Orang demikian dinyatakan masuk golongan darah AB (Suryo, 1997).
Gambar 1. Jenis Penggolongan darah dilihat dari sel-sel darah merah yang menggumpal
Sistem Rhesus
Rhesus adalah sejenis kera di India, yang dulu mula-mula sekali banyak dipakai para ahli untuk menyelidiki reaksi serum darah orang. Orang terdiri atas dua kelompok menurut sistem Rh ini: golongan Rh+ dan golongan Rh-, sistem ini ditemukan oleh K.Landsteiner dan A.S. Weiner (1940). Golongan Rh+ ialah orang yang di dalam eritrositnya ada antigen atau faktor rhesus. Golongan darah Rh- ialah orang yang di dalam eritrositnya tidak ada antigen itu (Yatim, 1996).
Orang Rh+ menerima darah dari Rh+ tak apa-apa, karena tidak ada antibodi terhadap antigen Rh itu dalam tubuhnya. Orang Rh+ menerima darah dari Rh- juga tak apa-apa, karena Rh- tidak mengandung antibodi. Orang Rh- menerima darah dari Rh+ juga mula-mula tak apa-apa, karena dalam tubuh Rh- belum ada antibodi. Baru kemudian, setelah menerima darah Rh+ itu antibodi terbentuk. Kalau Rh- ini menerima darah dari Rh+ kedua kalinya, akan terjadi penggumpalan karena antibodi dulu menyerang antigen baru (Yatim, 1996).
Ibu Rh- kalau mengandung embrio bergolongan Rh+ untuk kandungan pertama tak apa. Tapi kalau untuk kandungan kedua, dan embrio bergolongan Rh+ juga, akan terjadi erythtroblastosis fetalis. Bayi yang lahir oleh ini menderita anemia yang parah, dan di dalam darah banyak beredar eritroblast, eritrosit yang belum matang. Kalau darah bayi itu tidak ditambah (transfusi), tentulah bisa menyebabkan kematian. Ini karena eritrosit janin dapat masuk peredaran darah ibu, menyebabkan diproduksinya antibodi. Pada kehamilan berikut dan janin Rh+ juga, antibodi itu akan masuk peredaran darah janin dan mengaglutinasi eritrosit. Bisa juga peristiwa itu terjadi pada kehamilan pertama, kalau sebelumnya si ibu dapat transfusi dari Rh+ (Yatim, 1996).
Bayi erithroblastosis fetalis ditandai dengan tubuh yang gembung-gembng oleh cairan, sedang hati dan limpa bengkak besar. Kulit kuning keemasan. Dalam darah banyak eritroblast, eritrosit mentah dan berafinitas rendah terhadap oksigen. Tubuh menjadi kuning karena Hb yang keluar dari eritrosit mengalami hemolisa banyak sekali dalam darah dan hati, di sana diubah jadi bilirubin, pigmen kuning. Tak dapat semmua dibawa dalam bentuk empedu ke dalam usus, karena banyaknya. Ini bertimbun dalam darah. Otak yang banyak menerima darah yang mengandung bilirubin kadar tinggi bersifat meracun, sehingga sel-selnya rusak. Biasanya lahir prematur atau lahir mati. Ada yang dapat diselamatkan dengan transfusi darah golongan Rh- dan dengan golongan darah sistem ABO yang sama dengan bayi (Yatim, 1996).
Landsteiner berpendapat bahwa golongan RH ini diatur oleh 1 gen yang terdiri atas 2 buah alel, yakni: Rh dan rh. Rh dominan terhadap rh (Yatim, 1996). Genotipe kedua golongan darah menurut sistem Rh dirangkum dalam tabel di bawah ini:
Sistem MN
Dalam athun 1927 Landsteiner dan Levine menemukan antigen baru lagi, yang disebut antigen-M dan antigen-N. mereka berpendapat bahwa sel darah merah seseorang memiliki salah satu atau kedua macam antigen tersebut. Jika darah seseorang disuntikkan ke tubuh kelinci, maka serum darah kelinci membentuk antibodi yang dapat berupa anti-M ataupun anti-N (Suryo, 1997).
Dua antiserum (anti-M dan anti-N) digunakan untuk membedakn tiga genotipe dan fenotipe yang bersesuaian dengan masing-masing genotipe (golongan darah). Aglutinasi sel-sel darah merah terjadi sebagai akibat rekasi antara antiserum dan sebuah antigen protein spesifik (misalnya, anti-M hanya bereaksi dengan protein M) dan dilambangkan oleh tanda +; nonaglutinasi (0) terjadi ketika tidak terdapat antigen spesifik (misalnya, anti M tidak akan mengaglutinasi sel-sel yang berprotein N jika tidak ada M). Mirip dengan itu, sel-sel yang memiliki antigen N hanya akan beraglutinasi dengan antibodi N (Enlord dan William, 2008).
Genotipe
|
Reaksi Dengan
|
||
Anti-M
|
Anti-N
|
Golongan Darah (Fenotipe)
|
|
LMLM
|
+
|
0
|
M
|
LMLN
|
+
|
+
|
MN
|
LNLN
|
0
|
+
|
N
|
Penulis: Anisa Nur Adnin
Referensi:
- Enlord, Susan dan William Stansfield. 2008. Genetika Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga
- Suryo. 1997. Genetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
- Yatim, Wildan. 1996. Genetika, Bandung: Tarsito
Leave a Reply