Arsip

Kategori

Image by DCStudio on Freepik.com

Materi Pembuatan Preparat Otot Jantung

Jantung merupakan organ dengan fungsi jantung yakni memompa darah ke seluruh tubuh. Dinding jantung terdiri dari atas tiga lapis yaitu endokardium, miokardium dan epikardium. Pengamatan gambar otot jantung dapat diperoleh dengan mengamati preparat yang dapat dibuat sendiri melalui tahapan histoteknik. Materi ini bisa digunakan sebagai inspirasi dalam Laporan Praktikum Organ dan Jaringan Otot Jantung baik pada mencit, tikus, burung puyuh, burung merpati / darah, dan kelinci.
A. ALAT
Alat yang digunakan dalam praktikum pengamatan otot jantung kelinci adalah dissecting set, dissecting tray, kapas, botol film, potongan kayu, cetakan parafin, pembakar spirtus, mikrotom, kuas lukis, object glass, cover glass, kertas label, spidol permanen, oven, hot plate, dan mikroskop.
B. BAHAN
Bahan yang digunakan dalam praktikum pengamatan otot janutng kelinci adalah eter, larutan Bouin, alkohol 70%, alkohol 96%, alkohol absolut, benzil benzoat, benzol, parafin, albumin mayer, xylol I, xylol II, alkohol 96%, air kran, larutan hematoksilin, larutan eosin, dan entelan.
C. CARA KERJA
  1. Alat, bahan dan sampel hewan disiapkan.
  2. Sampel hewan, yaitu kelinci dibius oleh eter sampai pingsan.
  3. Kelinci tersebut dibedah dan diisolasi setiap jaringan/organnya.
  4. Setiap organ dimasukkan ke dalam larutan fiksatif (Bouin) selama 24 jam.
  5. Setelah 24 jam, organ dikeluarkan dari larutan Bouin, kemudian dimasukkan ke dalam alkohol 70% selama 1 jam.
  6. Setelah 1 jam, organ dikeluarkan dari alkohol 70%, kemudian dimasukkan ke dalam alkohol 96% selama 1 jam.
  7. Setelah 1 jam, organ dikeluarkan dari alkohol 96%, kemudian dimasukkan ke dalam alkohol absolut selama 1 jam.
  8. Setelah 1 jam, organ dikeluarkan dari alkohol absolut, kemudian dimasukkan ke dalam benzil benzoat selama 12-24 jam.
  9. Setelah 24 jam, organ dikeluarkan dari benzil benzoat, kemudian dimasukkan ke dalam benzol selama 30 menit, 2 kali ganti.
  10. Organ dikeluarkan dari benzol, kemudian dimasukkan ke dalam parafin yang telah dilelehkan dalam oven 58° C. Diamkan selama 2 jam.
  11. Organ dikeluarkan dari oven dan diletakkan di dalam cetakan.
  12. Organ dalam cetakan dibenamkan dengan parafin cair sampai semua bagiannya tertutupi, kemudian ditunggu hingga kering.
  13. Parafin berisi organ yang telah mengeras, kemudian ditempeli dengan kayu.
  14. Parafin berisi organ yang telah ditempeli kayu, dapat langsung dipotong dengan Mikrotom 7 mikrometer hingga didapatkan sayatan organ yang tipis.
  15. Sayatan tersebut diletakkan di atas object glass yang telah diolesi oleh air dan albumin mayer.
  16. Preparat dipanaskan di atas heater lalu diberi label.
  17. Preparat diwarnai dengan pewarna yang telah disiapkan.
  18. Preparat ditutup dengan cover glass dan direkatkan dengan entelan.
  19. Preparat diamati di bawah mikroskop.

 

 
D. HASIL
 

 

E. PEMBAHASAN
Pembuatan preparat organ jantung dimulai dengan persiapan alat dan bahan, serta persiapan sampel hewan yaitu kelinci jantan. Perangkat peralatan yang dipersiapkan untuk melakukan isolasi atau pengambilan jaringan tubuh antara lain peralatan bedah dissecting set (gunting, pinset, scalpel, klem, pemegang jaringan, kassa, dll), dissecting tray, lampu, serta perangkat pengawetan jaringan (fiksasi jaringan) seperti wadah untuk fiksasi emersi, dan cairan fiksasi (Bouin, Zenker dll). Persiapan sampel hewan yang dipakai pada praktikum pembuatan jaringan adalah kelinci. Kelinci yang dipilih haruslah sehat, galurnya harus baik dan jelas, mempunyai status gizi yang baik dan dipelihara sesuai dengan syarat-syarat pemeliharaan hewan coba.
Kelinci yang telah didapatkan selanjutnya akan dibedah dan diisolasi jaringan/organnya. Langkah pertama untuk membedah kelinci tersebut adalah dengan pembiusan. Untuk membius kelinci yang akan diambil jaringan tubuhnya praktikan melakukan pembiusan inhalasi dengan menggunakan eter dan sungkup muka hingga kelinci tersebut pingsan. Setelah kelinci tidak sadar, proses berikutnya yakni melakukan operasi dan mengambil organ jantung. Organ jantung kemudian dipotong-potong di dalam larutan fisiologis (NaCl 0.9%) dengan tujuan untuk mendapatkan ukuran yang lebih kecil. Proses pemotongan dilakukan agar cairan fiksasi dapat masuk ke dalam jaringan dengan baik. Potongan organ kemudian dimasukkan ke dalam wadah-wadah kecil yang telah diberikan label. Wadah yang telah berisi cairan fiksasi serta potongan organ kemudian disimpan ditempat yang sesuai hingga saat pemerosesan jaringan selanjutnya. Organ yang ingin dijadikan preparat histologi diisolasi harus sesegera mungkin difiksasi, karena jika organ yang telah dipotong dan ditinggalkan tanpa suatu perlakuan, maka organ tersebut akan mengalami perubahan yang sangat besar, yaitu akan kering atau mengkerut. Jika organ dipertahankan dalam keadaan basah, yaitu dengan meletakkannya di dalam larutan garam, organ tidak akan segera mengalami perubahan, namun bakteri akan berkembang dan menghancurkan organ tersebut
(Suntoro, 1983).
Sebelum melakukan fiksasi, diperlukan pencucian untuk organ-organ tertentu, misalnya saja organ yang masih berlumuran darah atau organ saluran pencernaan yang di dalamnya masih terdapat sisa-sisa makanan.  Pencucian organ tidak menggunakan air karena air air bukanlah larutan fisiologis. Pencucian dengan air akan mengakibatkan penggembungan pada organ akibat hiperosmotik karena konsentrasi air lebih rendah dibandingkan yang ada dalam sel organ.  Pencucian organ harus menggunakan larutan fisiologis yaitu NaCl 0,9% (Suntoro, 1983).
Setelah benar-benar bersih, organ yang berukuran besar dipotong-potong menjadi lebih kecil. Pemotongan tersebut bertujuan untuk mempercepat penetrasi cairan fiksasi, karena jika organ terlalu tebal maka cairan fiksasi akan membutuhkan waktu yang lama untuk menembus bagian tengah organ dan jika terlalu lama bagian tengah organ akan membususk sebelum terfiksasi. Ukuran yang ideal untuk organ adalah 3-5 mm, namun pada pelaksanaannya organ dipotong denga ukuran tebal 1 cm.. hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan alat yang dimiliki.  Untuk memotong organ dengan ukuran ideal dibutuhkan pisau yang sangat tajam agar organ tidak hancur ketika dipotong.  Di laboratorium, pisau yang dimiliki tidak cukup memadai untuk melakukan pemotongan yang lebih kecil (Tanzil 1996).
Pemilihan fiksasi Bouin’s didasarkan pada beberapa kelebihan yaitu sebagai berikut:
  1. Mempunyai daya penetrasi yang cepat dan merata, tetapi dapat menyebabkan  terjadinya sedikit pengerutan. Untuk mengatasi hal ini ke dalam larutan Bouin  biasanya di tambahkan asam asetat glasial sesaat sebelum dipakai. Waktu fiksasi cepat yakni 24 jam. Potongan dengan ukuran kecil (2-3 mm) dapat selesai difiksasi dalam 2-3 jam.
  2. Asam asetat glasial memiliki kemampuan sebagai larutan fiksasi walaupun kemampuannya rendah. Asam asetat glasial pada umumnya dipakai bersama dengan larutan fiksatif lain yang berfungsi untuk menghilangkan pengerutan yang disebabkan oleh larutan lainnya. Nukleoprotein dipresipitasi oleh asam asetat dan sering ditambahkan pada zat warna hematoksilin agar inti tampak jelas dan tajam.
  3. Memberikan warna cemerlang bila diwarnai dengan metoda trichrome. Sangat baik untuk memperlihatkan inti sel seperti pada sel benih di testis dan ovum (Jusuf, 2009).

 

Proses fiksasi dilakukan selama 24 jam.  Organ dan jaringan harus benar-benar dibersihkan dari fiksatif setelah tepat  24 jam, karena jika terlalu lama terendam dalam larutan Bouin’s organ akan menjadi keras dan rapuh sehingga tidak mungkin dipotong dengen sempurna menggunakan mikrotom Proses selanjutnya adalah dehidrasi.  Setiap sel dan jaringan mengandung air sejumlah kira-kira 85% dari sitoplasmanya.  Kandungan air yang banyak tersebut harus dihilangkan karena air selamanya tidak akan bercampur dengan paraffin.  Proses tersebut disebut dengan proses dehidrasi.  Apabila proses dehidrasi tidak sempurna (masih ada molekul air yang tertinggal), maka paraffin tidak akan mengisi jaringan dengan sempurna , akibatnya akan didapatkan irisan jaringan yang tidak utuh.
Bahan kimia yang digunakan dalam proses dehidrasi adalah alkohol (etanol), rangkaian prosesnya adalah sebagai berikut: Alkohol 70% 1 jam, Alkohol 70% 1 jam, Alkohol 95% 1 jam, Alkohol 95% 1 jam, Alkohol 100% 1 jam, Alkohol 100% 1 jam.  Proses dehidrasi dilakukan perlahan dengan menggunakan alkohol bertingkat, dimulai dengan alkohol persentase rendah (70%) sampai alkohol absolut.  Menurut beberapa ahli hal tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap organ atau jaringan, kecuali untuk struktur yang sangat halus dan kecil, misalnya kista.
Waktu yang digunakan untuk setiap tingkatan tersebut disesuaikan dengan ukuran (besar kecilnya) jaringan.  Semakin tebal organ maka akan semakin lama proses dehidrasinya.  Pada tingkatan alkohol absolut, perhitungan waktu harus tepat, karena alkohol absolut mempunyai kemampuan untuk mengeraskan jaringan (maksimal 1–2 jam untuk organ yang berukuran biasa dengan tebal 2-4 mm) (Suntoro, 1983).
Proses selanjutnya adalah clearing atau penjernihan.  Tujuan utama proses tersebut bukanlah untuk menjernihkan organ, namun untuk menghilangkan dehidran dalam jaringan agar paraffin dapat meresap kedalamnya, karena dehidran yang digunakan (alkohol) tidak dapat larut dalam paraffin. Jika masih ada dehidran di dalam organ atau jaringan maka paraffin tidak akan meresap sempurna ke dalam jaringan atau organ tersebut.  Bahan yang digunakan untuk pembeningan adalah benzyl benzoate. Volume benzyl benzoate yang digunakan disesuaikan dengan besarnya organ, cairan dimasukkan hingga seluruh bagian organ atau jaringan terendam sempurna (Tanzil, 1996). Hal tersebut bertujuan untuk meratakan penetrasi dari seluruh permukaan organ.  Proses dilakukan selama 24 jam.  Titik akhir proses adalah ketika jaringan atau organ telah menjadi bening atau transparan. Jika masih terdapat bagian yang belum transparan maka proses dilanjutkan kembali (Anthony, 1994).
Jaringan atau organ yang telah bening kemudian direndam dalam benzol. Volume yang digunakan hampir sama dengan benzyl benzoate.  Perendaman dilakukan selama 30 menit dengan dua kali ganti (per 15 menit).  Setelah proses tersebut, dilanjutkan dengan tahap infiltrasi. Metode yang digunakan untuk pembuatan preparat ini adalah metode paraffin, sehingga infiltran yang digunakan adalah paraffin cair.  Metode paraffin ini dipilih karena memiliki beberapa kelebihan yaitu:
  1. Irisan dapat jauh lebih tipis dibandingkan menggunakan metode beku atau metode seloidin.  Tebal irisan dengan metode paraffin dapat mencapai 6µ.
  2. Irisan-irisan yang bersifat seri dapat dikerjakan dengan mudah.
  3. Prosesnya jauh lebih cepat dibandingkan dengan metode seloidin (Suntoro, 1983).

 

Proses pembenaman (impregnasi) dilakukan segera setelah proses infiltrasi, yaitu memasukkan organ ke dalam paraffin cair pada sebuah cetakan kertas karton. Pembuatan kotak karton tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Tepi-tepi dari panjang karton dipertemukan ditengah.
  2. Tepi-tepi dari lebar karton dilipat sedikit, tidak sampai bertemu di tengah.
  3. Setiap sudut dilipat ke dalam.
  4. Tepi-tepi dari lipatan dilipat kembali kebelakang sehingga menutupi lipatan sudut tadi.
  5. Kotak dibuka dengan sudut-sudut yang terjepit (Suntoro, 1983).

 

Organ yang akan dipotong diletakkan pada permukaan bawah paraffin. Masing-masing organ kemudian diberi label agar tidak tertukar.  Proses dilanjutkan dengan pemberian tangkai (holder) pada balok paraffin, yang terbuat dari kayu.  Kotak karton tersebut dapat dibuka ketika paraffin telah memadat (Suntoro 1983: 59).  Setelah dikeluarkan, blok paraffin kemudian dipotong menjadi blok yang lebih kecil sesuai dengan ukuran masing-masing organ yang dibenamkan. Blok yang berisi organ tersebut kemudian dibentuk menjadi sebuah balok dengan sisi yang sama. Selain dengan bentuk balok, dapat pula dibentuk menjadi trapezium, dimana sisi atas dan bawah blok sejajar.  Hal tersebut untuk menghindari membeloknya pita ketika dipotong menggunakan mikrotom.
Blok tersebut kemudian telah siap untuk dipotong.  Sebelum melakukan pemotongan, perlu disiapkan beberapa alat yaitu kuas yang berbulu halus untuk mengambil hasil potongan yang berbentuk seperti pita dan kertas untuk meletakkan hasil potongan.  Jika seluruh peralatan telah siap maka blok paraffin kemudian dipasang pada mikrotom.  Pada saat pemasangan hendaknya diperhatikan beberapa hal:
  1. Pastikan blok paraffin tidak miring, hal tersebut dapat diatur dengan mengencangkan sekrup-sekrupnya.
  2. Pisau yang digunakan harus cukup tajam, dan pastikan telah terpasang dengan benar (kencang).
  3. Jarak antara blok paraffin dengan mata pisau hendaklah 1–2 mm, agar irisan tidak terlalu tebal dan menyebabkan blok paraffin menjadi rusak.
  4. Atur tebal jaringan yang diinginkan, yaitu 6 µm.

 

Pita-pita hasil potongan diletakkan pada kertas yang telah disediakan untuk dipotong-potong pada setiap batas potongannya.  Potongan-potongan pita tersebut kemudian ditempelkan pada gelas objek menggunakan Albumin Meyer. Albumin Meyer adalah campuran Albumin (putih telur) dan gliserin dengan perbandingan yang sama. Penggunaan albumin meyer tidak hendaknya tidak terlalu banyak karena akan mengotori preparat yang akan kita buat.  Kotoran tersebut dapat kita bersihkan dengan xilol, namun membutuhkan banyak waktu serta kecermatan agar tidak merusak jaringannya. Albumin meyer yang terlalu sedikit juga akan menyebabkan lepasnya jaringan pada saat pewarnaan. Cara perekatan dengan Albumin Meyer adalah dengan meneteskan sedikit (secukupnya) pada gelas objek kemudian diratakan kemudian ditetesi dengan sedikit akuades. Fungsi akuades adalah untuk merentang jaringan yang diletakkan di gelas objek (Suntoro 1983).
Gelas objek tersebut kemudian diletakkan di atas meja pemanas (hot plate) yaitu suatu tempat yang berfungsi untuk merentangkan irisan jaringan dan merekatkan jaringan pada gelas objek.  Suhu yang digunakan adalah 45-50°C. Jika irisan jaringan telah cukup terekat, maka siap untuk diwarnai. Pewarnaan yang pertama dilakukan adalah dengan H&E. Prosesnya adalah sebagai berikut: Xylol 1 selama 3 menit, Xylol 2 selama 3 menit, Alkohol 99% 3 menit, Alkohol 95% 3 menit, Alkohol 70% 3 menit, Dibilas dengan air kran (selama 1-2 menit), Hematoksilin 4 menit, Dibilas dengan air kran (1–2 menit), Eosin 4 menit, Dibilas dengan air kran (1–2 menit), Alkohol 70% 3 menit, Alkohol 95% 3 menit, Alkohol 99% 3 menit, Xylol 1 minimal 3 menit, Xylol 2 minimal 3 menit.
Tahap pencelupan ke dalam Xylol 1 dan 2 berfungsi untuk melarutkan paraffin yang menempel pada gelas objek (deparafinasi).  Hematoksilin merupakan jenis pewarna aquosa sehingga jaringan dari Xylol perlu dibawa ke media aquosa (dibilas dengan air kran) terlebih dahulu, namun jaringan dari Xylol tidak dapat dipindahkan langsung ke media aquosa tapi harus melalui alkohol terlebih dahulu.  Sisa hematoksilin dibilas dengan air kran untuk kemudian dimasukkan ke dalam Eosin (yang merupakan pewarna Spirituosa) (Suntoro 1983).
Selanjutnya tahap terakhir yang dilakukan pada jaringan jantung adalah proses mounting, dalam proses ini sampel jaringan yang telah melalui tahap staining diberikan entelan yang berfungsi sebagai perekat antara cover  glass dan object glass. Setelah cover  glass dan object glass terekat dengan baik kemudian dillakukan pengamatan dibawah mikroskop dan mengambil gambar jaringan yang didapat dengan menggunakan kamera digital.
 
Daftar Pustaka
  • Fiore, Mariano S. H. 1986. Histologi manusia.
  • Jusuf, A. A. 2009. Histoteknik dasar.
  • Sherwood, L. 2001.  Fisiologi jantung.
  • Suntoro, S.H. 1983. Metode pewarnaan.
Mh Badrut Tamam
Lecturer Science Communicator Governing Board of Generasi Biologi Indonesia Foundation