Tumbuhan memiliki senyawa hasil metabolit sekunder berupa fenolik, terpenoid, alkaloid, steroid, serta beberapa senyawa lain. Senyawa-senyawa tersebut diketahui memiliki aktivitas alelopati. Beberapa metabolit primer seperti palmitat dan stereat juga diketahui memiliki kemampuan alelopati. Alelopati adalah peristiwa interaksi kimia yang terjadi antar tumbuhan ataupun tumbuhan dan mikroorganisme. Sedangkan alelokimia adalah senyawa yang dapat menghambat atau merangsang pertumbuhan tumbuhan lain yang ada disekitarnya. Tumbuhan yang memiliki kemampuan mengeluarkan alelokimia biasanya mendominasi populasi, karena senyawa yang dikeluarkan oleh tumbuhan tersebut dapat merugikan tumbuhan disekitarnya. Senyawa alelokimia dapat dikeluarkan melalui proses penguapan, eksudasi akar, dan dekomposisi kemudian mengenai organ tumbuhan disekitarnya. Mekanisme perusakan jaringan tumbuhan oleh senyawa alelokimia melalui proses yang kompleks. Senyawa-senyawa alelokimia tersebut merusak membran plasma tumbuhan lain kemudian berangsur pada kerusakan bagian sel lainnya sehingga dapat mengganggu proses metabolisme pada tumbuhan lain. Salah satu dampaknya yaitu terganggunya proses fotosintesis disebabkan penyerapan dan konsentrasi air serta ion terganggu sehingga memengaruhi pembukaan stomata.
Berbagai jenis tumbuhan memiliki kemampuan mengeluarkan senyawa alelokimia. Gulma, tanaman budidaya serta mikroorganisme memiliki kemampuan untuk mengeluarkan senyawa alelokimia. Setiap individu tumbuhan diketahui memiliki kemampuan alelokimia yang berbeda-beda bergantung pada faktor genetika dan lingkungan. Tumbuhan dengan spesies yang sama belum tentu memiliki kemampuan alelokimia yang sama. Faktor lingkungan seperti cuaca, iklim, waktu tanam, populasi, siklus hidupnya serta cekaman juga dapat memengaruhi kemampuan alelokimia suatu jenis tumbuhan. Semakin banyak jumlah individu target maka akan mengurangi kemampuan alelokimia suatu tumbuhan.
Kemampuan alelokimia tersebut menjadi daya tarik bagi para ilmuwan sehingga banyak dikaji. Alelokimia dapat dikeluarkan dari seluruh bagian tumbuhan termasuk serbuk sari. Alelopati dapat menjadi momok bagi para petani apabila alelokimia berasal dari tumbuhan liar yang tumbuh di sekitar lahan pertanian. Hal tersebut dapat menurunkan hasil panen, namun tanaman budidaya seperti padi, jagung, kedelai, buncis serta ubi jalar juga dapat mengeluarkan senyawa alelokimia yang dapat menghambat pertumbuhan gulma yang tumbuh disekitarnya. Tumbuhan berkayu seperti akasia yang sering ditanam pada sistem pertanaman agroforestry juga dapat mengeluarkan senyawa alelokimia sehingga dapat mengurangi keragaman vegetasi di bawahnya. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa alelopati dampak berdampak positif serta negatif terutama bagi pertanian den perkebunan.
Pengaruh positif alelopati kemudian dijadikan sebagai acuan untuk mengontrol pertumbuhan tumbuhan liar atau yang tidak diinginkan pada lahan pertanian dan perkebunan. Hal tersebut dipertimbangkan oleh banyak pihak karena interaksi tersebut lebih ramah lingkungan. Alelopati diharapkan dapat mengendalikan pertumbuhan gulma yang tumbuh disekitar lahan pertanian dan perkebunan yaitu dengan memenggunakan varietas yang berpotensi mengeluarkan alelokimia tinggi. Selain itu, alelokimia dapat berperan sebagai herbisida alami, mengingat herbisida kimia yang marak di pasaran dapat menjadi sumber polutan lingkungan. Pertumbuhan patogen yang merusak tanaman budidaya juga dapat dikendalikan melalui alelopati. Senyawa-senyawa yang dikeluarkan oleh tumbuhan seperti Vitex negundo dan Curcuma amada dapat mengendalikan patogen Sclerotinia sclerotiorium. Berdasarkan hal tersebut, alelopati layak menjadi salah satu cara dalam pengembangan sistem pertanian yang ramah lingkungan.
Penulis: Devi Eka Lestari, M. Si.
Referensi: Junaedi A, Chozin MA, Kim K. 2006. Perkembangan Terkini Kajian Alelopati. Hayati. Vol. 13: pp. 79-84.
Leave a Reply