Well, cukuplah pendahuluannya. Edisi perjalan yang Saya lakukan di Pulau ini di awali dengan jalan-jalan dahulu di Kota Makassar sambil menunggu teman yang masih di Yogyakarta yang juga terlibat dalam ekspedisi kali ini. Sembari menikmati sunset di Pantai Losari dengan suguhan jajanan khas yakni Pisang Epe yang ditaburi keju dan gula merah yang lumer, Saya menghabiskan waktu sambil mencari referensi wisata yang ada di Sulawesi. Perjalanan kali ini berbeda dengan perjalanan sebelumnya karena perjalan ini bertepatan dengan bulan Ramadhan yang membutuhkan kondisi stamina ektra fit tanpa harus membatalkan puasa.
Akhirnya hari ekspedisi dimulai. Kru dalam perjalan ini terdiri dari empat orang dengan menggunakan dua motor. Semua perlengkapan mulai dari logistik, sleeping bed, jaring kupu-kupu, GPS, dokumentasi hingga perlengkapan perawatan kulit, hehehe… Sebelum berangkat ke lokasi, kita melakukan survey ke Taman Nasional Bantimurung yang ada di Kabupaten Maros Sulawesi Selatan untuk mengetahui keberadaan kupu-kupu yang kita cari, yakni Papilio blumei. Kupu-kupu ini termasuk hewan endemik di Sulawesi Selatan dan menjadi ikon di gerbang pintu masuk Taman Nasional Bantimurung.
Informasi yang kami peroleh bahwa kupu-kupu ini sudah tidak ditemukan lagi di Taman Nasional Bantimurung. Ckckck… Taman Nasional seluas ± 43.750 Hektar ini tidak dijumpai kupu-kupu yang dianggap sebagai ikonnya. Bahkan di penangkaran Taman Nasional ini pun tidak dijumpai kupu-kupu endemik ini. Kupu-kupu ini kurang diminati dalam penelitian karena sulit dalam proses penangkaran serta keberadaanya. Banyak peneliti yang mengundurkan diri dan putus asa setelah mengetahui kupu-kupu ini sangat sulit untuk diperoleh datanya. Sepertinya kita harus bergidik menerima kenyataan bahwa kita berburu satwa yang masuk dalam kategori langkah ini. Akhirnya kita harus ke hutan yang tidak masuk dalam kawasan Taman Nasional untuk menemukan makhluk cantik ini sesuai dengan petunjuk dari pihak Taman Nasional.
Jarak wilayah yang kami tempuh sekitar lebih dari 80 km dari kota Makassar, tepatnya di Kecamatan Cenrana yang masih berada di kabupaten Maros. Sekitar pukul 20.00 WITA kami sampai di desa Laiya dan meminta izin ke kepala desa setempat. Setelah dapat izin, kami diarahkan ke sebuah dusun dengan jarak sekitar 5 km dan disana kepala dusun sudah dihubungi akan kedatangan kami. Dengan berbekal motor seadanya kami berjalan melewati jalan bebatuan ditemani penerangan bohlam lampu 5 watt dari teras rumah penduduk dan lampu motor. Kesulitan medan pun dimulai. Medan mulai dalam keadaan menanjak dan berbatu. Kami harus ektra hati-hati mengingat satu-satunya penerangan hanyalah lampu motor. Bulan masih dalam bentuk sabit sehingga kurang dapat diandalkan untuk penerangan. Satunya-satunya navigasi arah adalah capit dari rasi bintang Scorpio pada malam itu. Sesekali gongongan anjing menyalak panjang mirip serigala parau ketika kami lewat. Untung cuma anjing kampung penakut yang kami jumpai, alih-alih salah satu teman kami yang takut.
Kami tidak tahu sebelah jalan yang kita lewati itu jurang atau bukan. Sudah dua atau tiga sungai kecil tanpa jembatan yang kita lewati dan motor kami rasanya minta protes menempuh perjalan kali ini. Dari kejahuan nampak pelita-pelita dari minyak mulai terlihat samar. Akhirnya kami lega, namun ups… tiba-tiba motor meluncur turun dan di depan mengangah sebuah jurang. Hosh… untung saja refleks kaki mengerem seketika. Kami salah ambil jalan.
Lelah, tegang, capek, dan seru setelah kami tiba di rumah kepala dusun. Rumah panggung khas Suku Bugis dengan penerangan pelita minyak tak cukup menunjukkan raut kelelahan kami. Maklum di dusun ini tidak ada instalasi PLN. Penduduk hanya mengandalakan listrik dari turbin yang kebetulan rusak. Cukup sudah nuansa pedalamannya kali ini. Berada di rumah panggung sederhana, tidak ada listrik, suhu yang dingin, dan hanya ditemani konstelasi bintang dengan latar belakang kabut milky way. Kepala dusun dan istrinya akhirnya menyambut dan menerima kami meskipun waktu sudah menunjukkan pukul 23.30 WITA. Kami agak sungkan karena terlalu larut untuk bertamu. Usai perkenalan dan menceritakan perjalanan serta tujuan ke tempat ini, kami istirahat untuk ekspedisi esok hari.
Leave a Reply