Arsip

Kategori

Mekanisme Resistensi Bakteri Terhadap Logam Berat Kromium

Sistem penerima sinyal pada bakteri yang tergolong organisme tingkat rendah masih dikategorikan sederhana jika dibandingkan dengan organisme tingkat tinggi dengan perangkat sistem saraf yang lebih kompleks seperti pada hewan. Oleh karena itu, cara respons bakteri terhadap faktor lingkungan di sekitar akan berbeda.
Respon hewan ketika berada pada kondisi berbahaya akan berpindah ke tempat yang lebih aman. Hal ini tidak berlaku bagi bakteri yang memiliki kemampuan pergerakan yang lebih sempit. Bakteri akan melakukan serangkaian aktivitas untuk mengurangi dampaknya. Sebagai contoh, kedua makhluk hidup ini berada di sekitar kawasan lahan bekas tambang yang memiliki kandungan logam berat kromium (Cr) sangat tinggi dan bersifat toksik.
Ciri khas daerah terkontaminasi logam berat Cr (VI) salah satunya yaitu tidak ditemukannya tumbuhan yang tumbuh subur dan cenderung berukuran kerdil. Hewan kelompok herbivora akan berada dalam status kelaparan jika terus berada di kawasan ini. Pesan yang disampaikan oleh lingkungan ini dihantarkan oleh sistem saraf pada hewan untuk menghasilkan respon berpindah mencari daerah yang lebih hijau. Bakteri yang wilayah habitatnya di permukaan maupun di dalam tanah akan mengalami kontak langsung dengan Cr(VI). Kondisi tersebut memicu bakteri melakukan serangkaian pertahanan mulai dari saat Cr(VI) berada di depan membran sel sampai ketika Cr(VI) sudah masuk ke dalam sel bakteri.
Mekanisme pemindahan, resistensi dan reduksi Cr(VI) di dalam sel bakteri. (a) sistem transpor sulfat yang juga digunakan sebagai jalur masuk Cr(VI) ke dalam sel. (b) Reduksi Cr(VI) menjadi Cr (III) yang lebih ramah lingkungan secara ekstraseluler, di mana kromium tidak melewati membran sel. (c) Enzim kromat reduktase yang terikat dengan membran sel. (d) Reduksi Cr(VI) menjadi Cr (III) secara intraseluler, akan tetapi dapat memicu stres oksidatif yang menyebabkan kerusakan protein dan DNA. (e) Pengeluaran Cr(VI) dari sitoplasma dengan bantuan protein ChrA. (f) Enzim pendetoksifikasi untuk melindungi sel dari stres oksidatif. (g) Sistem perbaikan DNA terhadap kerusakan yang dipicu oleh kromium. (Joutey et al., 2015).
Pertahanan bakteri terhadap Cr(VI) meliputi kemampuan resistensi dan reduksi. Resistensi terhadap Cr(VI) di antaranya kemampuan bakteri mengeluarkan Cr(VI) melalui protein channel yaitu sistem transpor sulfat yang tertanam di membran sel. Protein channel tersebut dapat digunakan Cr(VI) sebagai jalur masuk ketika dalam bentuk kromat (CrO42-) yang menyerupai sulfat (SO42-). Kromat (CrO42-) yang masuk akan dikeluarkan langsung melalui sistem transpor sulfat. CrO42- juga dapat masuk ke dalam sel bakteri ketika konsentrasinya terlampau tinggi. CrO42- yang masuk ke dalam sel masih dapat diantisipasi melalui sistem efflux di mana CrO42- dikeluarkan dari sitoplasma menuju protein channel yang ada di membran sel yaitu ChrA.
Mekanisme reduksi bakteri berbeda dengan resistensi dalam hal kemampuannya mengubah Cr(VI) menjadi Cr(III) yang memiliki tingkat toksisitas lebih rendah. Tahapan reduksi Cr(VI) umumnya melibatkan peran enzim kromat reduktase yang dapat bersifat induktif (diproduksi ketika ada pemicu Cr(VI)) atau konstitutif (diproduksi terus-menerus).
Lokasi kerja enzim kromat reduktase juga digolongkan menjadi tiga yaitu di sitoplasma sel (intraseluler), terikat dengan membran sel, dan di luar sel (ekstraseluler). Alur reaksi enzimatik yang terjadi di sitoplasma sel (intraseluler) berawal ketika CrO42- yang masuk ke dalam sel berubah menjadi bentuk awal yaitu Cr(VI). Sinyal berupa Cr(VI) yang bersifat berbahaya ini direspon oleh sel bakteri dengan memproduksi enzim kromat reduktase. Selama proses reduksi Cr(VI) di dalam sel tersebut dapat memicu stres oksidatif karena Cr(VI) merupakan radikal bebas. Stres tersebut dapat diatasi dengam enzim yang bersifat antioksidan seperti glutation katalase.
Reaksi enzimatik ke dua yaitu yang berikatan dengan membran. Mekanisme kerja enzim kromat reduktase di membran yaitu ketika Cr(VI) berada di permukaan sel bakteri dan akan direduksi menjadi Cr(III). Reaksi enzimatik juga dapat terjadi secara ekstraseluler ketika sel menerima sinyal keberadaan CrVI) di sekitar. Sel akan mengeluarkan enzim kromat reduktase ke lingkungan dan mengubah Cr(VI) menjadi Cr(III). Cr(III) tergolong ramah lingkungan karena tingkat kelarutannya di dalam air lebih rendah sehingga mobilitasnya untuk menginvasi makhluk hidup lain juga rendah.
Berdasarkan berbagai kemampuan bakteri dalam melakukan pertahanan terhadap Cr(VI), reduksi secara ekstraseluler tergolong mekanisme yang paling efektif bagi bakteri untuk bertahan hidup. Hal ini didasarkan pada kemampuan bakteri mencegah masuknya Cr(VI) ke dalam sel dan mampu mengubahnya menjadi Cr(III) langsung di lingkungan.
Penulis: Aisyah
Referensi: Joutey, N. T., H. et al. 2015. Mechanisms of Hexavalent Chromium Resistance and Removal by Microorganisms. Springer International Publishing Switzerland.
Mh Badrut Tamam
Lecturer Science Communicator Governing Board of Generasi Biologi Indonesia Foundation