Isu lingkungan saat ini merupakan salah satu topik yang banyak dikaji oleh para peneliti. Salah satu contoh isu lingkungan yang bersifat global yakni masalah pencemaran udara yang menyababkan adanya peristiwa pemanasan global. Pemanasan global merupakan peristiwa adanya peningkatan temperatur rata-rata pada bumi. Faktor penyebabnya adalah terjadi akumulasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida, metana, dan lain-lain yang menyebabkan radiasi infra merah sinar matahari terjebab di lapisan troposfer (Viola et al., 20110). Artikel mengenai pemanasan global sudah Saya ulas sebelumnya (Klik di sini) Peningkatan temperatur akibat pemanasan global tersebut dapat menyebabkan proses perubahan adaptasi maupun fisiolgi pada tanaman. Salah satu efek yang terjadi yakni adanya perubahan-perubahan pada proses reproduksi tanaman pada fase generatif seperti proses pembungaan pada tanaman (Hedhly et al., 2008). Proses-proses perubahan adaptasi pembungaan tersebut merupakan topik yang Saya bahas dalam artikel ini.
Pembungaan dan Pemanasan Global
Peristiwa pemanasan global yang diakibatkan adanya perubahan temperatur dapat mempengaruhi berbagai aspek. Perubahan temperatur akibat pemanasan global telah tercatat semenjak tahun 1855 hingga saat ini (Gambar 1). Perubahan tersebut mempengaruhi pola perubahan iklim global yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi proses fisiologi tanaman (Alexiadis, 2007).
Gambar 1. Perubahan temperatur rata-rata global (Alexiadis, 2007). Klik gambar untuk memperbesar.
Kenaikan temperatur juga dapat berpengaruh terhadap proses mencairnya salju. Dalam hal ini, akan dibahas mengenai pengaruh mencairnya salju terhadap fenologi pembungaan pada tumbuhan alpin yang terdapat di Jepang oleh Kudo dan Hirao (2006). Penelitian difokuskan di pegunungan Taisetsu yang terletak di Hokkaido Jepang Utara. Berdasarkan data selama 17 tahun terakhir menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pencairan salju yang diakibatkan oleh pemanasan global yang menyebabkan pola pembungaan pada tumbuhan alpin berubah.
Selain itu, kajian mengenahi efek peningkatan temperatur terhadap pembungaan tanaman Primula malacoides juga diteliti oleh Karlsson & Werner (2002). Tanaman ini ditumbuhkan pada suhu antara 16 ºC atau 20ºC dengan kombinasi hari pendek (8 jam) dan hari panjang (16 jam). Tanaman yang ditumbuhkan dari biji dengan suhu 16 ºC mulai muncul kuncup bunga pada umur 30 hari sedangkan tanaman yang ditumbuhkan pada suhu 20 ºC mulai nampak kuncup bunga pada umur 48 hari. Tanaman pada suhu 16 ºC kemudian berbunga pada umur 56 – 64 hari sedangkan tanaman pada suhu 20 ºC mulai berbunga pada umur 73 – 87 hari. Dari data tersebut pola perubahan temperatur ternyata mempengaruhi proses pembungaan pada tanaman selain faktor lama penyinaran. Adapun penelitian yang menjelaskan pengaruh perubahan temperatur pada setiap musim juga dapat dijelaskan oleh penelitian yang dilakukan oleh Kozarewa et al. (2010) terhadap tanaman Prunus armeniaca L. seperti pada Gambar 2. Dalam gambar tersebut dijelaskan melalui skema fenologi yang diregulasi oleh lama penyinaran dan temperatur mulai dari musim dingin hingga musim panas. Dalam gambar tersebut, perubahan atau transisi temperatur ditandai dengan garis putus-putus. Regulasi juga dipengaruhi oleh fitokrom A (PHYA) yang mendeteksi panjang hari yang akan meregulasi gen pembungaan (FT). Fitkrom tersebut akan merespon proses pembungaan berdasarkan lama penyinaran serta temperatur akibat perubahan musim (Campoy &Egea, 2011).
Gambar 2. Skema regulasi tahapan fenologi (Campoy & Egea, 2011). Klik gambar untuk memperbesar.
Stres temperatur selama proses pembungaan akan mempengaruhi produktivitas tanaman. Hal ini dikarenakan bunga merupakan organ yang akan berkembang menjadi buah. Fluktuasi perubahan suhu dapat mengakibatkan proses adaptasi pada organ bunga yang menyebabkan organ bunga menjadi kurang produktif. Pada kasus tertentu, stres temperatur dapat menyebabkan serbuk sari menjadi steril atau terjadi anther mengalami dehiscence (pematangan dini) yang dapat menghambat proses fertilisasi. Selain anther, jaringan seperti stigma, stilus, dan ovarium juga dapat mengalami hal yang serupa. Adapun pengaruh temperatur terhadap organ prgan reproduksi bunga dapat dilihat pada Gambar 3. Pada gambar tersebut menjelaskan bahwa temperatur akan mempengaruhi perkembangan organ bunga mulai dari sebelum polinasi, selama polinasi hingga terjadi fertilisasi (Hedhly, 2011).
Gambar 3. Efek temperatur terhadap perkembangan organ bunga (Hedhly, 2011). Klik gambar untuk memperbesar.
Gen Pembungaan Proses pembungaan tanaman dipengaruhi oleh gen FT (Flowering locus T). Gen ini mampu menginduksi proses pembungaan pada sebagian besar tanaman. Penelitian yang dilakukan oleh Fukuda et al. (2011) yang mengisolasi gen pembungaan (FT) pada tanaman selada (Lactuca sativa) dan kemudian mengkarakterisasi fungsinya menunjukkan bahwa gen tersebut dipengaruhi oleh temperatur. Gen tersebut mulai aktif pada ketika diinduksi oleh peningkatan suhu. Pengaruh yang dihasilkan yakni berupa banyaknya mRNA dari gen FT ketika diberi pengaruh suhu. Penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa mRNA tersebut banyak ditemukan pada saat terjadi diferensiasi tunas apikal menjadi bunga. Penelitian tersebut menggunakan selada dan Arabidopsis yang diinsersi dengan gen FT dengan menggunakan promoter 35S agar mengalami over expression (EO). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa promoter 35S yang berasal dari Caulimovirus mampu mengekspresikan gen FT secara berlebihan dan hasil ditunjukkan pada Gambar 5. Gen yang diinsersikan ke selada memilki konstruksi P35::LsFT dan gen yang diinsersikan ke Arabidopsis adalah P35S::AtFT (Gambar 4).
Gambar 4. Konstruski gen P35::LsFT dan P35S::AtFT (Fukuda et al., 2011). Klik gambar untuk memperbesar.
Gambar 5. Hasil over expression (EO) dari gen FT pada tanaman Arabidopsis dan selada pada perlakuan lama penyinaran (a) hari panjang dan (b) hari pendek (Fukuda et al., 2011). Klik gambar untuk memperbesar.
Leave a Reply