Kasus serupa juga terjadi di Jawa Barat (Suhardono, 1997) dengan prevalensi kejadian hingga 90% dengan kebiasaan penduduknya yang mengkonsumsi sayur mentah.
Seorang yang terinfeksi cacing hati disebut fasciolosis.Pencegahan penyakit fasciolosis pada manusia dapat dilakukan dengan berbagai cara, yakni mengubah kebiasaan pola makan seperti tidak mengkonsumsi hati mentah atau setengah matang maupun sayuran mentah, serta selalu minum air yang telah direbus terlebih dulu.
Cacing hati banyak ditemukan di hewan ternak yang kurang dijaga kebersihannya. Cacing tersebut memiliki ukuran sekitar 3 cm dan mampu menghasilkan 20.000 – 50.000 telur per hari (Echevarria, 2004). Telur akan dikeluarkan melalui feses dan berubah menjadi larva yang akan menempel di tanaman air, ikan, dan siput. Baca juga artikel berikut: Siklus Hidup Cacing Hati.
Cacing hati dewasa yang berada di Hati Sapi |
Adapun jenis lainnya yakni dari kelompok cacing gilig (Nematoda). Cacing ini yang terkenal adalah cacing pita, cacing tambang, dan cacing gelang.
Dalam tiga jenis penelitian berbeda yang dilakukan untuk mengamati telur cacing gilig pada lalapan seperti kubis dan kemangi di Semarang, Yogyakarta, dan Palu menunjukkan bahwa sayuran tersebut terkontaminasi oleh telur cacing gilig hingga 39% dari sampel sayur yang diteliti (Astuti & Aminah, 2008; Nugroho dkk, 2010; Widjaja dkk, 2012).
Cacing gelang yang berada di usus halus. |
Jika Anda masih ingin mengkonsumsi sayur mentah maupun lalapan, sebaiknya pilih sayur yang dibudidayakan secara hidroponik maupun aeroponik. Kualitas sayur organik juga belum tentu menjamin keamanan dari telur maupun larva cacing tersebut karena pertanian organik mengandalkan kotoran ternak sebagai pupuk yang kemungkinan masih mengandung telur cacing. Kalaupun tetap harus mengkonsumsi sayuran mentah, sebaiknya anda mencuci dahulu dengan air mengalir atau direndam dengan dengan larutan cuka atau larutan potassium permanganat sebelum dikonsumsi (El-Sayad dkk., 1997).
Penulis:
Mh. Badrut Tamam, M. Sc.
email: tamam@genbinesia.or.id
Refensi Ilmiah:
- Anorital, A. dkk. 2004. Studi epidemiologi fasciolopsis buski di Kabupaten Hulu Sungai Utara – Kalsel tahun 2002-2003. Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol 4: No. 1: 181 – 188.
- Astuti & Aminah. 2008. Identifikasi telur cacing usus pada lalapan daun kubis yang dijual pedagang kaki lima di kawasan simpang lima Kota Semarang. Prosiding Universitas Muhammadiyah Semarang. Vol. 1, No. 1.
- Echevarria F. 2004. Fasciolose. Revista Brasileira de Parasitologia Veterinaria 13:100–103.
- El-Sayad, M.D., A.F. Allam and M.A . Osman. 1997. Prevention of human fasciolosis : a study of acid, detergents and potassium permanganate in cleaning salads from metacercariae. J. Egypt. Soc. Parasitol. 27 :163-169.
- Suhardono. 1997. Epidemiology and control of fasciolosis by Fasciola gigantica in ongole cattle in West Java . Ph.D . thesis . James Cook University of North Queensland, Australia
- Nugroho, C. dkk., 2010. Identifikasi kontaminasi telur nematoda usus pada ayuran kubis (Brassica oleracea) warung makan lesehan wonosari gunungkidul yogyakarta tahun 2010. KES MAS. Vol. 4, No. 1: 1 – 75 .
- Widjaja, J. 2012. Prevalensi dan jenis telur cacing soil transmitted helmints (sth) pada sayuran kemangi pedagang ikan bakar di kota palu. Jurnal Buski Vol. 5, No. 2: 61-66.
Leave a Reply