Arsip

Kategori

Suksesi Danau dan Eutrofikasi

Di dalam danau yang baru terbentuk hanya terdapat sedikit bahan organik dan berair jernih. Karena airnya jernih maka sinar matahari dapat menembus jauh ke dalam air. Alkalinitas (Ca++ dan Mg++) tinggi, tetapi mineral-mineral yang terlarut sedikit. Jumlah species biota banyak, tetapi jumlah individunya sedikit. Jadi kepadatan populasinya rendah. Binatang yang hidup di dalamnya terbatas pada binatang yang dapat menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungan yang miskin zat nutrisi/zat hara tumbuhan, tetapi kaya akan oksigen (DO makin kedalam makin berkurang). Tumbuhan yang dominan adalah alga yang termasuk Desmidiaceae. Danau yang mempunyai karakteristik seperti yang diuraikan di atas disebut danau oligotrofik (oligo = sedikit; trophein = makanan/nutrisi/zat hara). Danau oligotrofik pada umumnya memiliki kedalaman yang dalam.
  
Pada tahap selanjutnya kegiatan biologi dalam danau meningkat. Bahan organik seperti fitoplankton, zooplanton, dan limbah organik makin meningkat di permukaan air. Akibatnya kejernihan air berkurang dan sinar matahari tidak dapat menembus sampai kedalaman semula, sehingga fotosintesis hanya terbatas di sekitar permukaan air saja (zona littoral). Sisa-sisa bahan organik mula-mula terapung, tetapi kemudian tenggelam ke dasar danau. Lama kelamaan danau semakin dangkal danau oligotrofik berubah menjadi danau mesotrofik (meso = sedang;  trophein = makanan/nutrisi/zat hara).
Daya pengendapan bahan organik dalam danau mesotrofik sangat bervariasi. Ada danau mesotrofik yang lama sekali berubah ke suatu tingkat berikutnya, tetapi ada juga yang cepat sekali menjadi dangkal di bagian tepinya dan di bagian tengah kedalamannya hanya 3-10 m saja. Apabila kepadatan populasi terus meningkat dan aktifitas biologi begitu tinggi, maka produksi bahan organic menjadi sangat besar dan air danau menjadi keruh. Akibatnya sinar matahari maksimal hanya dapat menembus 1-3 m saja. Terjadilah perubahan komposisi species biota. Danau mesotrofik berubah menjadi danau eutrofik.
Di dalam danau eutrofik terdapat banyak Alga biru (Cyanobacteria), Diatom (Bacillariophyceae), Alga coklat (Chrysophyceae), dan zooplankton (Rotifera, Copepoda). Di dasar danau banyak terdapat Chironemidae. Meningkatnya/ banyaknya Cyanophyceae dapat dipakai sebagai salah satu indikator eutrofikasi. Suksesi danau berakhir bila danau tersebut sudah sangat dangkal dan berubah menjadi semacam rawa dan akhirnya menjadi daratan.
Tahapan sukses danau.
Suksesi Danau Akibat Eutrofkasi
Pada umumnya manusia sangat mengagumi keindahan pemandangan suatu danau dengan panorama yang melarbelakanginya. Karena itu banyak danau-danau yang dijadikan tempat rekreasi, tetapi seringkali keindahan danau tersebut menurun karena terjadinya eutrofikasi yaitu suatu proses fisika-kimia air yang terjadi sejalan  dengan  proses suksesi suatu danau.
Istilah eutrofikasi yang sekarang popular dalam Ekologi Perairan, sebenarnya bukan suatu istilah baru. Pada tahun 1907 Weber untuk pertama kalinya menggunakan istilah eutrofik dan oligotrofik untuk membedakan kondisi suatu perairan yang kaya dan miskin zat nutrisi/zat hara tumbuhan. Dari sini muncul istilah eutrofikasi yang kemudian berkembang menjadi suatu istilah yang menyatakan terjadinya pengkayaan zat hara di suatu perairan (nutrien enrichment). Eutrofikasi berasal dari bahasa Junani trophein yang berarti makanan. Eutrofikasi menyebabkan pertumbuhan alga dan gulma air yang berlebihan (Alga bloom dan ledakan populasi makrofita). Pemacu pertumbuhan alga dan gulma air tersebut adalah P dan atau N. Alga bloom ada yang bersifat toksik bagi organisme akuatik lain, bahkan telah menyebabkan kematian ternak dan hidupan liar yang meminum air danau yang mengandung Alga biru yang beracun (Microcystis toxica dan Aphanizomenon flos aquae). Eutrofikasi merupakan salah satu masalah utama menurunnya kualitas air di berbagai ekosistem perairan (sungai, danau/waduk, situ, bendung, pantai, dan laut).   
Eutrofikasi umumnya dianggap sebagai suatu proses yang tidak dikehendaki, walaupun sebenarnya tidak selalu merugikan. Sampai tingkat/kadar tertentu zat hara diperlukan untuk pertumbuhan fitoplankton yang merupakan produsen primer dan pakan alami bagi kelompok ikan pemakan plankton (plankton feeder). 
Semua perairan tawar cenderung menuju suatu keadaan eutrofik. Eutrofikasi ditandai dengan ledakan populasi alga (Alga  bloom), perubahan warna air, kematian ikan, dan mencapai klimaksnya dengan terbentuknya rawa dan selanjutnya ekosistem akuatik berubah menjadi ekosistem daratan. Input/masukan materi yang mempercepat eutrofikasi dapat berasal dari limbah industri, limbah perkotaan (limbah rumah tangga/limbah domestik misalnya detergen), limbah pertanian (pupuk dan pestisida).
Berdasarkan sumber zat hara yang menjadi penyebab eutrofikasi, dikenal dua macam eutrofikasi yaitu eutrofikasi alami (Natural Eutrofication) dan eutrofikasi cultural/eutrofikasi antropogenik (Cultural Eutrofication/Antrophogenic Eutrofica-tion). Bila zat hara penyebab eutrofikasi berasal dari alam, maka eutrofikasi yang terjadi disebut eutrofikasi alami, dan bila zat hara penyebab eutrofikasi berasal dari berbagai kegiatan manusia, maka eutrofikasi yang terjadi dinamakan eutrofikasi cultural.  Eutrofikasi alami merupakan suatu proses yang menyebabkan suatu perairan secara gradual/teratur menua dan menjadi lebih produktif. Proses tersebut berlangsung dalam waktu yang cukup lama (puluhan/ratusan tahun). Walaupun demikian, manusia melalui berbagai kegiatan kulturalnya telah mempercepat proses ini. Eutrofikasi kultural merupakan salah satu bentuk pencemaran perairan yang disebabkan oleh bahan-bahan yang mengandung zat hara tumbuhan. 
Manusia melalui berbagai aktifitasnya telah meningkatkan kandungan zat hara tumbuhan (terutama Posfor, Nitrogen, dan Karbon) secara berlebihan di sungai-sungai dan danau. Air larian (run off) dari daerah pertanian dan peternakan, lapangan tennis, dan padang golf merupakan salah satu sumber zat hara tumbuhan tersebut. Limbah domestik merupakan sumber utama P. Posfat yang digunakan sebagai pelunak air untuk meningkatkan proses pembersihan (cleaning action), bila mengalir ke sungai/danau juga merupakan stimulan yang kuat terhadap pertumbuhan alga. 
Mh Badrut Tamam
Lecturer Science Communicator Governing Board of Generasi Biologi Indonesia Foundation