Arsip

Kategori

Mengenal Biota di Perairan Tawar Yang Tercemar

Air merupakan sumber kehidupan bagi biota perairan. Tingkat keanekaragaman hayati di perairan yang bersih dan bebas polusi akan tinggi. Air yang bersih tidak hanya mendukung kehidupan biota perairan saja, tetapi biota terestrial yang hidup di sekitar wilayah perairan tersebut.
Aktivitas manusia dapat mencemari perairan. Air yang sudah tercemar tidak dapat dimanfaatkan dengan optimal. Biota yang hidup di dalam perairan yang tercemar juga  terbatas, sehingga tingkat keanekaragaman hayati di perairan rendah. Biota perairan lain yang tidak tahan dengan peningkatan konsentrasi polutan, akan menyingkir dan bahkan mati jika sudah tidak dapat ditoleransi oleh tubuhnya. Biota perairan yang tahan terhadap peningkatan konsentrasi polutan mampu bertahan sehingga menguasai relung perairan yang kosong.

Pencemaran Air

Perairan yang bersih sangat mendukung kehidupan biota perairan tawar. Faktor fisika, kimiawi, dan biologi suatu perairan dapat menjadi indikator pencemaran. Banyak biota perairan tawar tidak memiliki kemampuan toleransi yang sama terhadap zat pencemar, sedangkan biota perairan tawar yang toleransi terhadap zat pencemar sangat sedikit.
Komponen dari faktor fisika perairan, antara lain suhu, turbiditas, dan kecerahan. Suhu menjadi faktor pembatas bagi kehidupan karena mempengaruhi sistem metabolisme tubuh makhluk hidup. Limbah pencemar yang baru dibuang dapat bersuhu tinggi sehingga biota yang tidak tahan terhadap suhu yang ekstrim atau terhadap peningkatan suhu yang drastis dapat mati.
Turbiditas dan kecerahan memiliki hubungan yang erat, hanya saja turbiditas ditinjau dari tingkat kegelapan suatu perairan sedangkan kecerahan ditinjau dari tingkat kecerahan atau penetrasi cahaya suatu perairan. Partikel-partikel zat pencemar dapat menghalangi penetrasi cahaya ke dalam perairan. Penetrasi cahaya yang rendah di suatu perairan mengakibatkan tumbuhan/alga yang hidup di dasar perairan tidak dapat berfotosintesis. Ketidakmampuan untuk berfotosintesis dapat mengakibatkan penurunan produktivitas primer dan mengganggu jaring-jaring makanan suatu perairan. Perairan yang tercemar juga dapat menyebabkan perubahan warna menjadi warna coklat, hitam, atau pun warna-warna lain tergantung pada zat pencemar yang masuk ke perairan.
Komponen dari faktor kimia perairan, antara lain DO, BOD, COD, dan konsentrasi zat terlarut lain. Perairan yang sudah tercemar umumnya memiliki DO yang rendah. Nilai DO yang rendah diakibatkan oleh penurunan jumlah tumbuhan/alga yang dapat berfotosintesis di dalam perairan. Nilai DO yang rendah mengakibatkan penurunan daya dukung perairan sebagai habitat bagi biota perairan. Biota perairan membutuhkan nilai DO yang tinggi untuk dapat hidup. Nilai DO yang rendah juga dapat diakibatkan oleh adanya zat-zat pencemar yang berupa material organik serta zat-zat kimia lain.
Material organik dan zat-zat kimia lain akan diuraikan oleh bakteri perairan dan kandungan zat terlarut dalam air. Bakteri aerob membutuhkan konsentrasi oksigen yang tinggi untuk dapat menguraikan material organik yang banyak. Hal tersebut mengakibatkan nilai BOD perairan tersebut menjadi tinggi. Jika DO sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan bakteri aerob untuk menguraikan material organik, maka bakteri anaerob akan menggantikan bakteri aerob, sehingga menghasilkan gas H2S yang berbau tidak sedap.
Zat-zat pencemar juga akan diurai oleh zat-zat kimia di perairan melalui berbagai macam reaksi kimia. Reaksi kimia yang terjadi banyak yang membutuhkan oksigen. Perairan yang tercemar memiliki nilai COD yang tinggi karena berbanding lurus dengan tingkat pencemaran. Peningkatan nilai COD dan BOD berbanding terbalik dengan nilai DO terhadap tingkat pencemaran. 
Konsentrasi zat-zat terlarut yang tinggi juga dapat menyebabkan pencemaran perairan. Hal tersebut dapat mengakibatkan pengkayaan unsur hara sehingga perairan menjadi subur (eutrofikasi). Dampak dari eutrofikasi yaitu blooming mikroalga yang berbahaya atau pun yang tidak berbahaya. Mikroalga yang blooming dapat mengurangi penetrasi cahaya sehingga perairan menjadi kurang produktif. Jika mikroalga berbahaya yang mengalami blooming, maka dapat mengakibatkan kematian massal bagi biota perairan.

Biota Perairan Tercemar

Biota perairan dapat dijadikan sebagai bioindikator suatu perairan. Biota yang menjadi bioindikator memiliki persyaratan, yaitu memiliki kepekaan terhadap perubahan lingkungan, memiliki respon yang cepat, memiliki daur hidup yang kompleks sepanjang tahun, bersifat sesil, tidak mudah bermigrasi. Berdasarkan persyaratan tersebut, maka bioindikator yang sesuai yaitu plankton dan bentos.
Bioindikator perairan atau sungai sangat beragam tergantung pada tingkat pencemaran. Makroinvertebrata dapat digunakan untuk menilai kualitas air. Kondisi perairan dibagi menjadi beberapa tingkat, yaitu tidak tercemar, tercemar ringan, tercemar sedang, tercemar, tercemar agak berat, sangat tercemar. Makroinvertebrata sebagai bioindikator perairan tidak tercemar, yaitu Trichoptera (Sericosmatidae, Lepidosmatidae, Glossosomatidae) dan Planaria. Makroinvertebrata sebagai bioindikator perairan tercemar ringan, yaitu Plecoptera (Perlidae dan Peleodidae), Ephemeroptera (Leptophlebiidae, Pseudocloeon, Ecdyonuridae, dan Caebidae), Trichoptera (Hydropschydae dan Psychomyidae), Odonanta (Gomphidae, Plarycnematidae, Agriidae, dan Aeshnidae), dan Coleoptera (Elminthidae). Makroinvertebrata sebagai bioindikator perairan tercemar sedang, yaitu Mollusca (Pulmonata dan Bivalvia), Crustacea (Gammaridae), dan Odonanta (Libellulidae dan Cordulidae). Makroinvertebrata sebagai bioindikator perairan tercemar, yaitu Hirudinae (Glossiphonidae dan Hirudidae), dan Hemiptera. Makroinvertebrata sebagai bioindikator perairan tercemar agak berat, yaitu Oligochaeta (Tubificidae), Diptera (Chironomus thummi-plumosus), dan Syrphidae. Perairan sangat tercemar tidak memiliki makroinvertebrata atau pun makrozoobentos tetapi hanya memiliki suatu lapisan bakteri yang sangat toleran terhadap limbah organik (Sphaerotilus) di permukaan.
Biota yang hidup di perairan yang tercemar akan didominansi oleh spesies yang tahan terhadap tingkat pencemaran tertentu. Spesies yang tahan akan berhasil berkompetisi dan menguasai relung yang ditinggalkan oleh spesies lain yang tidak tahan dengan zat-zat pencemar. Hal tersebut mengakibatkan penurunan tingkat keanekaragaman hayati di perairan tercemar.
Biota yang tahan terhadap tingkat pencemaran yang tinggi memiliki kemampuan untuk tahan terhadap tingkat pencemaran tertentu. Kadar oksigen terlarut yang rendah mengakibatkan ikan-ikan yang hidup umumnya memiliki organ seperti paru-paru yang mampu menyimpan udara yang banyak. Turbiditas yang tinggi mengakibatkan ikan-ikan yang tahan terhadap tingkat pencemaran memiliki organ seperti antena yang mampu mendeteksi gerakan dan tekanan air serta pertikel-pertikel padat di perairan. Larva-larva serangga umumnya tahan terhadap salinitas yang tinggi.
Perairan yang tercemar akan menurunkan tingkat keanekaragaman hayati biota perairan. Biota-biota perairan yang mampu hidup dan toleran terhadap zat pencemar sangat sedikit. Hal tersebut disebabkan oleh daya dukung lingkungan untuk dapat menopang keberlangsungan hidup biota perairan menjadi terbatas. DO yang rendah mengakibatkan biota perairan menjadi sulit bernafas dan bahkan mati.
Biota perairan yang tercemar memiliki kemampuan khusus untuk dapat hidup di perairan yang ekstrim. Kemampuan tersebut antara lain memiliki organ barbulae (kumis) untuk meraba di perairan yang sangat keruh. Organ tersebut dapat membantu mata dan organ indera lain untuk dapat mendeteksi mangsa dan bersembunyi.
Mh Badrut Tamam
Lecturer Science Communicator Governing Board of Generasi Biologi Indonesia Foundation