Dewasa ini, tumbuh kesadaran masyarakat dunia akan kesehatan memberi pengaruh terhadap peningkatan permintaan akan produk pertanian organik atau pangan yang berbahan baku hasil pertanian organik menjadi sangat pesat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya bukti bahwa penyakit yang ditimbulkan oleh residu bahan sintetik atau kimia yang terkandung di dalamnya, misalnya penyakit kanker akibat adanya bahan-bahan karsinogenik. Mereka bersedia membayar lebih untuk memperoleh bahan pangan organik agar mendapatkan kesehatan yang memang mahal harganya.
Permintaan masyarakat terhadap bahan pangan organik di pasaran dunia cenderung naik. Sampai dengan tahun 2005 pangsa pasar bahan pangan organik di negara-negara Amerika Serikat, Oseania, Eropa, Jepang dan Kanada diperkirakan akan tumbuh rata-rata sekitar 12,5% per tahun. Prospek pasar yang besar ini dapat membuka peluang untuk memproduksi bahan pangan organik bagi negara-negara berkembang, seperti Indonesia. Beberapa produk-produk pertanian organik yang tidak dapat diproduksi di negara-negara tropis, misalnya teh, kakao, kopi, pala, rempah-rempah, buah-buahan tropis dan sayuran tropis (FAO, 1999).
Pertanian organik adalah suatu sistem produksi pertanian yang terpadu dan holistik. Sistem ini mengoptimalkan produktivitas dan kesehatan agro-ekosistem secara alami sehingga mampu menghasilkan bahan pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan. Salah satu cara pengembangan sistem pertanian organik adalah melalui bioteknologi.
Aplikasi bioteknologi pada pertanian memiliki peluang besar untuk memajukan pertanian organik di Indonesia. Seperti yang telah diketahui, pertanian di Indonesia masih banyak mengaplikasikan bahan-bahan sintetik sebagai pestisida atau pembasmi hama dan penyakit. Produk-produk bioteknologi yang dapat digunakan dalam pertanian organik antara lain perakitan bahan tanaman unggul yang memiliki produktivitas tinggi dan resisten terhadap hama atau penyakit, sehingga tidak memerlukan input pestisida sintetik.
Produk pertanian organik Indonesia yang telah memiliki pasar Internasional dan telah diakui adalah produk teh dan kopi. Teknologi budidaya teh organik telah dikembangkan oleh peneliti di Pusat Penelitian Teh dan Kina di Bandung. Sedangkan Gayo mountain Coffee yang diproduksi di Aceh telah memperoleh sertifikasi dari Skala Internasional dan telah di ekspor ke negara Amerika, Jepang dan Eropa (Winarso, 2003).
Perpindahan sistem pertanian dari konvensional menuju pada pertanian organik menjadi tantangan bagi kita semua karena membutuhkan usaha yang tinggi. Hasil pertanian organik memiliki produktivitas yang cenderung rendah dan lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit sehingga banyak petani yang mengeluhkan hal tersebut. Permasalahan ini dapat diatasi dengan memanfaatkan bioteknologi berdasarkan mikroba yang diambil dari sumber kekayaan hayati.
Pengembangan bioteknologi berbasis mikroba dilakukan dengan memanfaatkan peran penting masing-masing mikroba, misalnya pada proses pengomposan. Proses pengomposan dapat dipercepat dengan menggunakan mikroba penghancur (dekomposer). Produk produk biodekomposer yang telah tersedia dipasaran saat ini adalah EM4, Starbio, SuperDec, Degra Simba, OrgaDec dan Stardec. Selain itu, terdapat juga produk-produk bioteknologi berbasis mikroba yang dapat mengendalikan hama dan penyakit tanaman antara lain, Bio-Meteor, Hamago, NirAma, Greemi-G dan Marfu-P.
Penulis: Monarita Permatasari
Referensi: Isroi, MSi. Peneliti Mikroba Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Lembaga Riset Perkebunan Indonesia.
Leave a Reply