Fungi adalah mikroorganisme tidak berklorofil, berbentuk hifa atau sel tunggal, eukariotik, dan berdinding sel dari kitin atau selulosa. Fungi memperoleh makanannya dengan cara absorpsi. Sebagian besar tubuh fungi terdiri atas benang-benang yang disebut hifa, yang saling berhubungan menjalin semacam jala yang disebut miselium. Miselium dapat dibedakan atas miselium vegetatif yang berfungsi menyerap nutrien dari lingkungan dan miselium fertil yang berfungsi dalam reproduksi (Gandjar dkk. 2000).
Fungi dapat ditemukan pada aneka substrat. Fungi tidaklah sulit untuk ditemukan di alam, karena bagian vegetatifnya yang umumnya berupa miselium berwarna putih mudah terlihat pada substrat yang membusuk (kayu lapuk, buah-buahan yang terlalu masak, makanan yang membusuk). Selain itu, konidianya atau tubuh buahnya dapat mempunyai aneka warna pada daun, batang, kertas, dan tekstil. Tubuh buah fungi lebih mencolok karena langsung dapat dilihat dengan mata kasar, sedangkan miselium vegetatif yang menyerap makanan hanya dapat dilihat dengan mikroskop (Gandjar dkk. 2000).
Fungi dapat bereproduksi secara seksual dan aseksual. Fungi bereproduksi secara aseksual melalui salah satu dari tiga cara, yaitu dengan cara tumbuh dan menyebar dari filamen hifa, memproduksi spora aseksual seperti konidia, atau melakukan pembelahan sederhana seperti pertunasan (budding) pada khamir. Sementara itu, reproduksi secara seksual menghasilkan spora seksual. Spora seksual berkembang dari peleburan antara salah satu dari dua gamet uniseluler atau hifa yang terspesialisasi (gametangia). Kemungkinan yang lain, spora seksual berasal dari peleburan antara dua sel haploid untuk menghasilkan satu sel diploid, kemudian menjalani meiosis dan mitosis untuk menghasilkan individu spora yang haploid (Madigan dkk. 2011).
Secara morfologi, fungi dibagi menjadi tiga tipe utama, yaitu tipe kapang, khamir, dan cendawan (mushroom). Fungi dalam bentuk uniseluler disebut khamir, merupakan fungi berbentuk oval atau bola dan ukurannya lebih besar dari bakteri. Kapang adalah tipe fungi yang terlihat seperti serabut-serabut benang yang disebut miselia. Miselia terdiri dari filamen-filamen (hifa) panjang yang bercabang dan saling menjalin (Tortora dkk., 2010). Sementara itu, beberapa fungi membentuk struktur makroskopik yang disebut tubuh buah (cendawan). Tubuh buah dapat memproduksi spora dan dari tempat tersebut pula spora dapat disebarkan (Madigan dkk. 2011).
Khamir, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, merupakan fungi bersel tunggal. Sel khamir berbentuk oval, bola, atau silinder. Secara khas, khamir melakukan pembelahan sel dengan cara bertunas (budding). Selama proses pertunasan, sebuah sel baru merupakan sebuah perkembangan kecil dari sel yang tua (induk), kemudian mengalami pembesaran dan memisahkan diri dari sel induknya. Apabila tunas-tunas yang baru tetap bersama-sama akan terlihat seperti filamen yang disebut pseudohypha. Sel khamir dapat dengan mudah dibedakan dari sel bakteri, karena sel khamir memiliki ukuran yang lebih besar dari sel bakteri dan sel khamir mempunyai nukleus dan vakuola sitoplasmik yang terlihat dengan jelas. Khamir mempunyai spora seksual yang disebut askospora (Madigan dkk. 2011).
Pengamatan morfologi khamir dapat dilakukan secara makroskopik maupun mikroskopik. Pengamatan makroskopik yang perlu diperhatikan antara lain warna koloni, tekstur koloni, keadaan permukaan koloni, dan permukaan tepi koloni. Pengamatan mikroskopik yang perlu diperhatikan antara lain bentuk sel, ada tidaknya pertunasan (budding), banyaknya tunas pada tiap sel, askospora, dan ada tidaknya miselium semu (pseudomycelium) (Gandjar dkk. 1992).
Kapang merupakan tipe fungi yang berbentuk filamen. Filamen-filamen pada kapang disebut hifa. Hifa dibedakan menjadi dua jenis, yaitu hifa septat dan hifa coenocytic. Hifa septat mempunyai dinding yang disebut septa (singular: septum). Septum membagi hifa ke dalam unit-unit seperti sel yang uninukleat (satu nukleus). Sementara itu, hifa coenocytic tidak memiliki septa dan nukleusnya membaur satu sama lain. Sel-sel pada hifa coenocytic terlihat memanjang dengan banyak nukleus (tidak ada pembagian sitoplasma yang jelas). Kapang dapat menghasilkan spora seksual dan aseksual. Spora seksual contohnya zigospora, askospora, dan basidiospora, sedangkan spora aseksual contohnya sporangiospora dan konidiospora (Tortora dkk. 2010).
Pengamatan morfologi kapang dapat dilakukan secara makroskopik maupun mikroskopik. Hal- hal yang perlu diperhatikan pada pengamatan makroskopis adalah tekstur permukaan koloni (berbutir-butir/granular, beludru/velvety, kapas/wooly, floccose), warna koloni, warna sebalik koloni (reverse colony), ada tidaknya zona pertumbuhan, ada tidaknya garis atau lingkaran konsentris (zonation), ada tidaknya garis-garis radial dari pusat koloni ke arah tepi koloni (radial furrow), ada tidaknya bau yang khas, dan ada tidaknya exudate drops. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengamatan mikroskopik ialah struktur pendukung sel generatif (sporangiofor atau konidiofor), struktur penghasil sel generatif (sporangium atau fialid), bentuk dan ukuran sel generatif (spora/konidia), dan keadaan miselium (bercabang atau tidak, berseptum atau tidak) (Gandjar dkk. 1992; Gandjar dkk. 2000).
Secara taksonomi, fungi dibagi ke dalam lima filum, yaitu Chytridiomycetes, Zygomycetes, Glomeromycetes, Ascomycetes, dan Basidiomycetes. Chytridiomycetes memiliki spora seksual yang disebut zoospora. Zoospora berbeda dengan umumnya spora yang dihasilkan oleh jenis fungi yang lain, karena bersifat motil dan memiliki flagela. Status Chytridiomycetes sebagai kelompok fungi masih terus dipelajari karena beberapa anggotanya sangat berkerabat jauh dari kelompok fungi (Madigan dkk. 2011).
Zygomycetes dan Glomeromycetes merupakan kelompok kapang coenocytic (multinukleat) dan spora seksualnya disebut zigospora. Zygomycetes umum ditemukan pada tanah atau pada material tumbuhan yang telah membusuk, sedangkan Glomeromycetes membentuk simbiosis dengan akar tumbuhan. Semua kelompok Glomeromycetes membentuk endomikoriza atau mikoriza arbuskular (Madigan dkk. 2011). Zygomycetes memiliki spora seksual yang disebut zigospora dan spora aseksual yang disebut sporangiospora (Tortora dkk. 2010).
Ascomycetes adalah kelompok fungi yang terdiri dari kapang dengan hifa berseptat dan beberapa khamir. Spesies-spesies yang termasuk Ascomycetes memiliki spora seksual yang disebut askospora. Beberapa anggota Ascomycetes dapat membentuk spora aseksual yang disebut konidiospora (Tortora dkk. 2010; Madigan dkk. 2011).
Basidiomycetes adalah kelompok fungi yang paling maju berdasarkan garis evolusinya. Basidiomycetes dapat membentuk tubuh buah atau mushroom. Basidiomycetes memiliki hifa yang berseptat. Spora seksualnya disebut basidiospora yang dibentuk secara eksternal pada suatu tumpuan dasar (base pedestal) yang disebut basidium (Tortora dkk. 2010: 335).
Fungi dapat juga dikelompokkan menjadi fungi tingkat rendah (lower fungi) dan fungi tingkat tinggi (higher fungi). Fungi tingkat rendah merupakan fungi yang tidak memiliki septa pada hifa dan hifa tidak mengalami anastomosis, contohnya pada Zygomycetes dan Chytridiomycetes. Fungi tingkat tinggi memiliki septum-septum yang membagi lagi hifa ke dalam kompartemen-kompartemen dan hifa dapat mengalami anastomosis (hifa dapat mengalami penyatuan dengan hifa tetangganya), contohnya pada Ascomycetes, Basidiomycetes, dan mitosporic fungi. Selain itu, senyawa yang meregulasi proses seksual disebut ‘hormon’ pada fungi tingkat rendah dan disebut ‘feromon’ pada fungi tingkat tinggi (Carlile dkk. 2001).
Leave a Reply