Arsip

Kategori

Fenomena dan Mekanisme Bioluminesensi pada Bakteri

Bioluminesensi merupakan cahaya yang dipancarkan makhluk hidup melalui rekasi kimia didalam tubuhnya, salah satunya dihasilkan oleh bakteri Vibrio fischeri. Bioluminesensi adalah “cahaya dingin”, cahaya dingin berarti kurang dari 20% cahaya menghasilkan radiasi termal atau panas. Fenomena memancarkan cahaya ini menyebabkan laut terlihat berwarna biru, hijau, dan kuning.

Organisme dapat menghasilkan cahaya melalui reaksi biokimia, oksidasi substrat, luciferin, oleh enzim, luciferase, atau melalui kompleks stabil yang disebut fotoprotein. Luciferin adalah salah satu zat organik yang dimiliki organisme bercahaya, sedangkan luciferase yang mengkatalisis reaksi bioluminesensi.

Bakteri dapat bersinar terus menerus dalam kondisi pertumbuhan tertentu, sedangkan organisme bioluminesensi eukariotik (eukariota sel tunggal seperti radiolaria, dinoflagellata) memerlukan rangsangan mekanis untuk memancarkan cahaya. Beberapa organisme bioluminesensi tidak mensintesis luciferin. Sebaliknya, mereka menyerapnya melalui organisme lain, baik sebagai makanan atau dalam hubungan simbiosis.

Gambar 1. Fenomena Bioluminesensi di Lautan (source: Group for Research and Education on Marine Mammals)
Gambar 2. Bioluminesensi jellyfish
(Image courtesy of Chris Favero; image source: Flickr)
Gambar 3. Koloni bakteri bioluminesensi didalam ruangan gelap (source: Photonics Media)

Organisme dapat memancarkan cahaya karena terjadi reaksi kimia yang dikatalisis oleh enzim, dikodekan operon lux, dengan urutan gen luxCDABEG, gen luxA dan luxB mengkode subunit α dan β. Vibrio fischeri memancarkan warna biru-hijau, karena protein fluoresen kuning YFP mengikat FMN sehingga emisi cahaya sekitar 490 nm menjadi 545 nm. Selain itu suhu mampu mempengaruhi pendaran warna bakteri. Jika sel yang tumbuh di atas 22°C akan memancarkan cahaya biru-hijau dan sel yang tumbuh di bawah 18°C memancarkan cahaya kuning.

Saat ini, sekitar 30 spesies bakteri bioluminensi ditemukan dari lima genus dalam tiga famili. Gammaproteobacteria: Shewanellaceae (Shewanella), Enterobacteriaceae (Photorhabdus), dan Vibrionaceae (Aliivibrio , Photobacterium dan Vibrio). Bakteri yang dapat memancarkan cahaya memiliki ciri diantaranya heterotrofik, kopiotrofik, dan anaerobik fakultatif.

Habitat bakteri bioluminesensi yaitu di laut, dengan mengambang bebas, menempel pada partikel (sesil), sebagai saprofit pada bahan organik tersuspensi seperti salju laut, sebagai parasit pada krustasea. Selain itu hidup bersimbiosis dengan organisme laut (cumi-cumi, ikan), umumnya mengolonisasi di organ paru-paru dan usus.

Paru-paru dan usus merupakan habitat terbaik untuk pertumbuhan dibandingkan di lautan terbuka. Faktanya bahwa banyak teridentifikasi organisme bioluminesensi. Hal ini menunjukkan peran bioluminesensi di ekosistem. Pada tahun 1983, Hastings mengusulkan empat peran bioluminesensi: (i) pertahanan (ii) pelanggaran (iii) komunikasi dan (iv) metabolisme (emisi cahaya adalah produk sampingan).

Umumnya bakteri bioluminesensi adalah organisme yang paling melimpah dan tersebar luas di antara semua organisme yang memancarkan cahaya. Meskipun demikian pendaran bakteri ini masih dipertanyakan, seperti peran biologisnya yang menjadi bahan perdebatan. Namun, fenomena bioluminesensi dianggap sebagai komunikasi visual untuk menakuti predator, dan menarik mangsa (makroorganisme). Setelah tertelan, bakteri akan menemukan lingkungan yang lebih menguntungkan untuk hidup dan tumbuh di usus inangnya. Fungsi emisi cahaya di dunia uniseluler masih menjadi bahan spekulasi dan masih harus dieksplorasi.

Apakah bioluminesensi hanya terjadi di laut ?

Organisme lain yaitu kunang-kunang dan jamur tergolong organisme yang dapat memancarkan cahaya, dan habitatnya di darat. Hampir tidak ada organisme bercahaya yang berasal dari habitat air tawar .

Referensi:

  1. Brodl, E., Wnikler, A., Macheroux P. 2018. Molecular Mechanisms of Bacterial Bioluminescence. Comput Struct Biotechnol J., 16: 551–564.
  2. Tanet, L., Martini, S., Casalot, L., Tamburini, C. 2020. Reviews and syntheses: Bacterial bioluminescence – ecology and impact in the biological carbon pump. Biogeosciences, 17, 3757–3778.
  3. Babapoor, A., Hajimohammadi, R., Jokar, S.M., Paar, M. 2020. Biosensor Design for Detection of Mercury in Contaminated Soil Using Rhamnolipid Biosurfactant and Luminescent Bacteria. Hindawi, 1-7.

Elsa Mega Suryani
S2 Biologi Universitas Brawijaya (2022) PT. Bumame Farmasi (2022) Lecturer (2022-now)