Gerhana matahari merupakan peristiwa astronomis yang dapat mempengaruhi beberapa respon biologis makhluk hidup seperti terjadi perubahan perilaku pada hewan. Berikut adalah beberapa penjelasan mengenai pengaruh fenomena alam gerhana matahari terhadap perubahan perilaku pada hewan yang pernah diteliti di Indonesia.
Terjadinya pengaruh gerhana matahari total pada 9 Maret 2016 di Indonesia terhadap perilaku beberapa hewan diteliti oleh gabungan peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Jurusan Biologi, Universitas Tadulako. Penelitian tersebut dilakukan di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi dimana lokasi tersebut merupakan jalur gerhana matahari total dengan obskurasi 99%-100%. Hasilnya beberapa hewan menunjukkan berbagai respon ketika kondisi alam terjadi perubahan mendadak.
Kelelawar jenis Pteropus alecto menunjukkan perilaku yang berbeda selama gerhana matahari. Sehari sebelum gerhana matahari, hampir semua individu menghasilkan suara panggilan dan berisik di sarang mereka, dari sekitar pukul 07.00 hingga tengah hari. Pada jam 08.00, beberapa individu terbang di sekitar sarang pohon, berinteraksi dengan individu lain dan mengepakkan sayap lebih sering. Pada tanggal 9 Maret, mereka menunjukkan perilaku yang serupa di pagi hari tetapi mulai pukul 08.15, sarangnya sangat sunyi, semua kelelawar menggantung dengan stabil, dan menutupi tubuh mereka dengan sayap. Kondisi ini berlanjut hingga pukul 09.15, sekitar setengah dari gerhana parsial kedua. Pada pukul 09.30 beberapa individu terbang di sekitar sarang pohon, mirip dengan hari sebelumnya. Diperkirakan perilaku yang tidak biasa ini merupakan respons terhadap perubahan faktor lingkungan yang tiba-tiba terjadi selama gerhana matahari total, terutama penurunan suhu dan kegelapan.
Respon akibat gerhana matahari total juga terjadi Monyet Hitam (Macaca hecki) yang merupakan salah satu primata diurnal. Pada saat terjadi gerhana matahari total, monyet hitam jantan alfa (jantan yang dominan dalam kelompok) mengeluarkan suara keras seperti ‘wa-wa-wa’, sebagai perintah bagi individu lain untuk berkumpul. Suara itu biasanya merupakan panggilan atau tanda situasi berbahaya. Setelah itu, monyet hitam jantan alfa bergerak turun ke tanah, diikuti oleh monyet hitam lainnya membentuk lingkaran dengan monyet hitam jantan alfa di tengah.
Perubahan perilaku juga diamati pada burung maleo (Macrocephalon maleo) secara visual dan direkam menggunakan kamera night vision di penangkaran semi-alami. Sehari sebelum gerhana matahari, semua individu menunjukkan aktivitas normal seperti mencari makan di tanah, bergerak, dan berinteraksi sesama individu lain. Ketika terjadi gerhana matahari total, burung maleo menunjukkan perilaku cemas yang diekspresikan oleh gerakan tidak teratur di kandang. Maleo jantan terbang ke sarang buatan, yang dibentuk menggunakan cabang pohon di posisi yang lebih tinggi di dalam kandang, dan berperilaku seperti sedang beristirahat sebelum malam tiba. Perilaku yang tidak biasa ini jarang terlihat selama hari normal. Maleo betina menghentikan aktivitas dan tetap di tanah. Ketika gerhana matahari seesai, maleo betina menunjukkan aktivitas normal dan maelo jantan terbang ke tanah dan berinteraksi secara normal dengan individu lainnya.
Pada koloni burung yang sedang mencari makan di pohon pun menunjukkan perubahan perilaku. Ketika terjadi gerhana matahari total, koloni burung yang semula mencari makan di pohon Ficus sp. tiba-tiba terbang yang kemungkinan kembali ke sarangnya masing-masing.
Pada serangga jenis kumbang kotoran (Paragymnopleurus planus) memiliki perilaku mengumpulkan kotoran dengan membentuk bola dan menggelindingkannya ke sarangnya. Ketika terjadi gerhana matahari total, awalnya serangga ini memperlambat kecepatan mendorong bola kotoran dan kemudian bersembunyi dengan menguburkan diri di dalam tanah. Saat gerhana matahari telah usai, kumbang ini kembali ke aktivitas normal.
Pada hewan nokturnal lainnya seperti katak Microhyla sp. akan mengeluarkan suara ketika terjadi gerhana matahari total seperti perilakunya saat malam hari. Pada serangga malam seperti ngengat pun ketika dalam kondisi gelap akibat gerhana dan diberi light trap, maka serangga tersebut tertarik dengan light trap.
Baca juga: Bukti Ilmiah Gerhana Matahari Sebabkan Kerusakan Mata
Referensi: Sigit Wiantoro, Raden Pramesa Narakusumo, Eko Sulistyadi, Amir Hamidy, F. Fahri. 2019. Effects of the total solar eclipse of March 9, 2016 on the animal behaviour. Journal of Tropical Biology and Conservation 16: 137–149
Leave a Reply