Arsip

Kategori

Laporan Praktikum Ekologi Tumbuhan Spektrum Life Form

Laporan ekologi spektrum life form dalam postingan ini akan menjelaskan nilai spektrum dalam suatu ekosistem. Latar belakang spektrum life form berdasarkan bentuk kehidupan dapat menggunakan data berbagai tipe komposisi spesies komunitas tumbuh-tumbuhan. Pada umumnya, kajian ekologi tumbuhan hanya sekedar berdasarkan atas daftar spesies dalam lingkup geografis. Dalam kondisi demikian, prosentase suatu spesies yang masuk ke dalam tiap kelompok bentuk kehidupan akan membentuk spektrum. Dalam laporan ekologi tumbuhan spektrum life form ini akan menjelaskan nilai spektrum dengan metode Raunkiaer. Untuk lebih detail akan dijelaskan dalam tinjauan pustaka spektrum life form.
Topik Praktikum: Spectrum Life Form

Tujuan: Untuk mengamati dan menentukan spektrum life form pada tipe tegakan/stand yang berbeda (daerah ternaung, transisi dan terdedah).
Dasar Teori Spektrum Life Form
Spektrum life form adalah metode untuk menunjukkan spektrum biologi yang paling banyak digunakan adalah sistem life form Raunkiaer. Raunkiaer membuat klasifikasi dunia tumbuhan yang didasarkan atas letak kuncup pertumbuhan terhadap permukaan tanah. Ia membagi dunia tumbuhan ke dalam 5 golongan yaitu:

a. Phanerophyte (P)
Merupakan kelompok tumbuhan yang mempunyai letak titik kuncup pertumbuhan minimal 25 cm di atas permukaan tanah. Ke dalam kelompok tumbuhan ini termasuk semua tumbuhan berkayu, baik pohon, perdu, semak yang tinggi, liana, tumbuhan yang merambat berkayu, epifit dan batang succulen yang tinggi.

b. Chamaephyte (Ch)
Kelompok tumbuhan ini juga merupakan tumbuhan berkayu, tetapi letak kuncup pertumbuhannya kurang dari 25 cm di atas permukaan tanah. Ke dalam kelompok tumbuhan ini termasuk tumbuhan setengah perdu atau suffruticosa (perdu rendah kecil, bagian pangkal berkayu dengan tunas berbatang basah), stoloniferus, sukulen rendah dna tumbuhan berbentuk bantalan.

c. Hemicrytophyte (H)
Tumbuhan kelompok ini mempunyai titik kuncup pertumbuhan tepat di atas permukaan tanah. Dalam kelompok ini termasuk herba berdaun lebar musiman, rerumputan dan tumbuhan roset.
d. Cryptophyte (Cr)
Titik kuncup pertumbuhan berada di bawah tanah atau di dalam air. Dalam kelompok ini termasuk tumbuhan umbi, rimpang, tumbuhan perairan emergent, mengapung dan berakar pada air.
e. Therophyte
Termasuk semua tumbuhan satu musim, dimana pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan titik pertumbuhan berupa embrio dalam biji.

Biasanya dalam pengungkapan vegetasi berdasarkan klasifikasi Raunkier, vegetasi dijabarkan dalam bentuk spektrum yang menggambarkan jumlah setiap tumbuhan untuk setiap bentuk tadi. Hasilnya akan memperlihatkan perbedaan struktur tumbuhan untuk daerah-daerah dengan kondisi regional tertentu. Dengan demikian sifat klimatik habitat yang berbeda tercermin oleh karakteristik fisiognomi anggota komunitas dan karakteristik akan diturunkan pada bentuk struktur yang dikenal dengan life form suatu spesies. Dengan membandingkan life form dua atau lebih komunitas akan didapatkan sifat klimatik penting yang mengendalikan komposisi komunitas. Sifat komunitas terhadap berbagai faktor lingkungan yang mengendalikan ruang (yang mengendalikan nilai penutupan) dan hubungan kompetitif komunitas tersebut.

Untuk membantu dalam menginterpretasi spektrum life form suatu komunitas tumbuhan, Raunkier membuat spektrum life form normal untuk flora dunia. Spektrum life form ini didasarkan pada 1000 spesies yang dipilih secara acak dan digunakan sebagai pembanding. Persentasi spesies dalam kelas untuk spektrum life form normal tersebut adalah:
P
Ch
H
Cr
Th
46
9
26
6
13
(100 %)
Untuk mengadakan deskripsi vegetasi pada setiap stand dapat digunakan skala Braun – Blaquet. Skala ini merupakan skala mutlak yang dikaitkan dengan cara tertentu yang didasarkan pada releve dengan ukuran pasti. Cara ini banyak digunakan untuk komunitas tumbuhan tinggi dan rendah (Muller – Dombois, 1974). Adapun Nilai skala tersebut adalah :
Tabel 1. Nilai penutupan kemelimpahan Braun – Blaquet yang dikonversikan ke derajat rerata penutupan.
Besaran
B – B
Kisaran cover
(%)
Rerata derajat cover
5
4
3
2
1
+
r
76 – 100
51 – 75
26 – 50
5 – 25
< 5
< 5
value ignored
87,5
62,5
37,5
15,0
2,5*
0,1*
           *) ditentukan arbritar

Alat dan Bahan
Meteran rol, Etiket gantung, Sasak herbarium, Kantong plastik, Kertas label
Cara Kerja
  1. Mencari lingkungan sekitar hutan batakan, tiga lingkungan yang berbeda, yaitu daerah dengan naungan pohon, daerah transisi dan daerah terdedah.
  2. Meletakkan dua plot (kuadrat) dengan ukuran 10 x 10 m2 secara subjektif pada masing-masing daerah.
  3. Mencatat semua jenis tumbuhan yang ada pada setiap plot, menghitung penutupan masing-masing spesies.
  4. Mengelompokkan jenis tumbuhan tersebut menurut sistem klasifikasi life form Raunkier yaitu Phanerophyte, Chamaephyte, Hemicryptophyte, Cryptophyte dan Therophyte.
  5. Menggambarkan spektrum life form tersebut dalam bentuk grafik batang dan membandingkan grafik life form antara satu daerah dengan daerah lainnya, dan dengan spektrum life form normal.

Hasil Pengamatan
1. Daerah Transisi (plot I)

No.
Nama species
Σ
R
(cm)
Cover
( πr2Σ)
Spectrum life form
Ph
Ch
He
Cr
Th
1.
Equisetum debil
80
13 cm
42452,8
2.
Crutalaria sp
40
9 cm
10173,6
3.
Fimbristilis sp
30
18 cm
30520,8
4.
Hedietis sp
50
25 cm
98125
5.
Cassia inoculate
48
12 cm
21703,7
6.
Casuarinas equisatipulia
2
220 cm
303952

2. Daerah Transisi (plot II)

No.
Nama species
Σ
R
(cm)
Cover
( πr2Σ)
Spectrum life form
Ph
Ch
He
Cr
Th
1.
Crenatum sp
45
    5 cm
353,25
2.
Crutalaria sp
50
  10 cm
15700
3.
Casuarinas equisatipulia
  2
200 cm
251200
4.
Clilime sp
  1
    5 cm
78,5
5.
Lindernia alata
 5
   2 cm
62,8
3. Daerah terdedah (plot I)

No.
Nama species
Σ
R
(cm)
Cover
( πr2Σ)
Spectrum life form
Ph
Ch
He
Cr
Th
1.
Mimosa pudica
100
1,2 cm
452,16
2.
Pilantue sp
150
4 cm
7536
3.
Ciperus  sp
30
9 cm
7630,2
4.
Lindernia alata
4
28 cm
9847,1
5.
Pitex obopatus
10
12 cm
4521,6
6.
Crutalaria sp
50
11 cm
18997
4. Daerah Terdedah (plot II)

No.
Nama species
Σ
R
(cm)
Cover
( πr2Σ)
Spectrum life form
Ph
Ch
He
Cr
Th
1.
Melastoma malabatikum
30
6cm
3391,2
2.
Ciperus sp
50
12 cm
22608
3.
Skirpus sp
120
24 cm
217036,8
4.
Boreria sp
5
510 cm
1570
5.
Crutalaria sp
6
9 cm
15260,4
5. Daerah ternaung (plot I)

No.
Nama species
Σ
R
(cm)
Cover
( πr2Σ)
Spectrum life form
Ph
Ch
He
Cr
Th
1.
Crutalaria sp
50
10 cm
15700
2.
Jussiolea repens L
2
4 cm
100,48
3.
Casuarinas equisatipulia
5
300 cm
1413000
4.
Lantana camara
250
12 cm
113040
6. Daerah ternaung (plot II)
No.
Nama species
Σ
R
(cm)
Cover
( πr2Σ)
Spectrum life form
Ph
Ch
He
Cr
Th
1.
Casuarinas equisatipulia
5
16 cm
4019,2
2.
Crutalaria sp
50
13 cm
26533
3.
Metacarpus
45
18 cm
45781,2
4.
Ciperus sp
25
8 cm
321153,6
Hasil Tabel Rata- rata
1. Daerah transisi ( plot I dan plot II)
No.
Nama species
Cover
( πr2Σ)
Spectrum life form
Ph
Ch
He
Cr
Th
1.
Equisetum debil
2,12
80
2.
Crutalaria sp
1,29
90
3.
Fimbristilis sp
1,53
30
4.
Hedietis sp
4,91
500
5.
Cassia inoculate
1,09
48
6.
Casuarinas equisatipulia
27,758
4
7.
Crenatum sp
0,02
45
8.
Clilime sp
0,004
1
9.
Lindernia alata
0,003
5
Jumlah
38,725
4
314
35
Persentasi
1,13 %
88,95 %
9,91%

2. Daerah terdedah ( plot I dan plot II)

No.
Nama species
Cover
( πr2Σ)
Spectrum life form
Ph
Ch
He
Cr
Th
1.
Mimosa pudica
0,023
100
2.
Pilantue sp
0,377
150
3.
Ciperus  sp
1,512
80
4.
Lindernia alata
0,049
4
5.
Pitex obopatus
0,226
10
6.
Crutalaria sp
1,713
110
7.
Melastoma malabatikum
0,169
30
8.
Skirpus sp
10,852
120
9.
Boreria sp
0,079
5
Jumlah
15
505
104
Persentasi
82,92 %
17,07%

3. Daerah ternaung ( plot I dan plot II)

No.
Nama species
Cover
( πr2Σ)
Spectrum life form
Ph
Ch
He
Cr
Th
1.
Crutalaria sp
2,112
100
2.
Jussiolea repens L
0,005
2
3.
Casuarinas equisatipulia
70,851
10
4.
Lantana camara
0,057
250
5.
Metacarpus
2,289
45
6.
Ciperus sp
1,608
25
Jumlah
76,922
10
352
70
Persentasi
2,31 %
81,48 %
16,20 %

Tabel covered SLF rata-rata (%)

1. Daerah transisi

Daerah pengamatan
SLF Rata-rata
Ph
Ch
He
Cr
Th
Transisi
1,13%
88,95%
9,91%
Runkier
46
9
26
6
13

2. Daerah terdedah

Daerah pengamatan
SLF Rata-rata
Ph
Ch
He
Cr
Th
Terdedah
82,92%
17,07%
Runkier
46
9
26
6
13
3. Daerah ternaung
Daerah pengamatan
SLF Rata-rata
Ph
Ch
He
Cr
Th
Ternaung
2,31%
81,48%
16,80%
Runkier
46
9
26
6
13


Analisa Data
Analisa laporan praktikum spektrum life form yakni, pengamatan yang dilakukan yang berlokasi di hutan pantai Batakan Tanah Laut adalah dilakukan untuk mengukur densitas populasi yaitu besaran populasi dalam hubungannya dengan unit dan ruang. Hal ini disebabkan karena pada daerah ini memiliki penyebaran individu yang tidak teratur maka dipakai suatu ukuran banyak relative (relative abudance) yaitu dengan cara melihat cover atau persen dari permukaan tanah yang ditutupi dari suatu luas. Pada daerah transisi didominasi oleh golongan chamaephyte (Ch) sebayak 88,95%, pada daerah terdedah didominasi juga oleh golongan chamaephyte (Ch) sebanyak 82,92%, dan pada daerah ternaung juga didominasi oleh chamaephyte (Ch) sebayak 81,48%. Jenis golongan tumbuhan yang dominan dalam daerah ini sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor lingkungan.

Berdasarkan perbandingan data hasil perngamatan dengan spectrum life normal (Raunkier) terlihat perbedaan yang cukup jelas dari jenis atau golongan tanaman yang mendominasi daerah transisi, daerah ternaung dan daerah terdedah dimana pada hasil pengamatan di daerah transisi, terdedah , dan ternaung didominasi adalah golongan chamaephyte (Ch).

Hal ini menggambarkan adaptasi jenis atau golongan tumbuhan tertentu dengan kondisi lingkungannya. Dari hasil perbandingan dengan spectrum life normal terlihat bahwa data pada daerah transisi, terdedah dan ternaung sangat jauh kisarannya dengan spectrum normal.
Kesimpulan

  1. Pada golongan derah transisi penutupannya didominasi oleh golongan chamaephyte, pada daerah terdedah penutupannya juga didominasi oleh golongan chamaephyte, dan pada daerah tternaung penutupannya juga didominasi oleh golongan chamaephyte.
  2. Hasil laporan praktikum life form yakni perbandingan dengan spectrum life normal terlihat bahwa data pada daerah transisi, terdedah dan ternaung sangat jauh kisarannya dengan spectrum normal

Mh Badrut Tamam
Lecturer Science Communicator Governing Board of Generasi Biologi Indonesia Foundation