Arsip

Kategori

FAKTOR yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorgansime

pengaruh sinar uv terhadap pertumbuhan mikroba

Mikroorganisme memiliki waktu hidup yang singkat dan terbatas, sehingga suatu spesies hanya dapat mempertahankan populasinya dengan cara tetap melakukan pertumbuhan. Pertumbuhan mikroorganisme didefinisikan sebagai pertambahan dalam jumlah sel.  

Mikroorganisme dalam melakukan pertumbuhan membutuhkan suatu kondisi tertentu agar pertumbuhannya optimal. Mikroorganisme memiliki habitat tertentu yang menunjang mikroorganisme untuk tumbuh. Habitat tersebut menyediakan kondisi yang sesuai untuk suatu mikroorganisme agar tumbuh secara optimal.  Mikroorganisme dapat tumbuh dan bertempat tinggal bersama-sama di samudera,  danau, tanah, jaringan yang hidup dan jaringan yang mati (Black, 2008). Selain itu, ada juga mikroorganisme yang dapat hidup di habitat yang ekstrem, seperti hidup di kondisi suhu dan salinitas yang sangat tinggi (Tortora dkk. 2010). 

Fase Pertumbuhan Mikroorganisme

Pertumbuhan suatu mikroorganisme dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu fase lag, fase log, fase stasioner, dan fase kematian. Pengertian fase lag adalah fase peningkatan aktivitas mikroorganisme untuk menyiapkan proses pembelahan sel, namun belum terjadi pertambahan jumlah sel dalam populasi. Fase log adalah fase peningkatan jumlah mikroorganisme secara eksponensial.  Fase stasioner adalah fase penghentian dalam peningkatan jumlah mikroorganisme secara eksponensial. Pada fase eksponensial, terjadi keseimbangan antara jumlah mikroba yang mati dengan jumlah mikroba yang hidup. Fase terakhir adalah fase kematian, merupakan fase penurunan jumlah mikroba secara logaritmik (Tortora dkk. 2010).

laporan pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan mikroba
Gambar 1. Grafik fase pertumbuhan bakteri.

Faktor Pertumbuhan Mikroba

Terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi pertumbuhan suatu mikroorganisme. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba tersebut terbagi mejadi tiga kelompok besar, yaitu faktor fisika, faktor kimia, dan faktor biologi. Faktor fisika antara lain suhu, kandungan oksigen, tekanan osmotik, pH, dan lain-lain. Faktor kimia antara lain senyawa racun atau senyawa kimia lain yang berfungsi sebagai bahan makanan. Faktor biologi antara lain interaksi dengan mikroorganisme lain (Gandjar dkk. 1992).

A. Faktor Fisika
Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan mikroba adalah mempengaruhi laju reaksi enzimatis dan kimia di dalam sel.  Semakin meningkat suhu, maka laju reaksi akan semakin cepat. Namun, pada taraf suhu tertentu, komponen sel akan mengalami kerusakan.  Suhu akan meningkatkan metabolisme sampai pada titik terjadinya denaturasi.  Ketika mencapai titik tersebut, fungsi sel akan menurun sampai ke titik nol.  Berdasarkan  hal tersebut, ada tiga tingkatan suhu yang memengaruhi mikroorganisme.  Suhu minimum adalah batas terendah bagi suatu mikroba masih dapat hidup, suhu optimum adalah suhu optimal bagi suatu mikroba untuk melakukan pertumbuhan, dan suhu maksimum adalah batas tertinggi bagi suatu mikroba untuk dapat hidup (Madigan dkk. 2011). Berdasarkan bentuk adaptasi terhadap suhu, mikroba diklasifikasikan ke dalam empat, yaitu:

  1. Psikrofilik adalah mikroba yang menyukai kondisi dingin. 
  2. Mesofilik adalah mikroba yang menyukai temperatur sedang. Contoh bakteri mesofilik adalah Clostridium botulinum.
  3. Termofilik adalah mikroba yang menyukai kondisi panas. Contoh bakteri termofilik adalah Clostridium nigridicans dan Bacillus stearothermophilus.
  4. Hipertermofilik adalah mikroba yang menyukai kondisi suhu sangat panas.
bakteri psikrofilik mesofilik termofilik
Gambar 2. Grafik pengaruh suhu terhadap pertumbuhan mikroba.

Pengaruh ph terhadap pertumbuhan mikroba berkaitan dengan kondisi asam atau basanya lingkungan suatu mikroba. Jika pH lebih rendah dari 7 (pH netral), berarti kondisi berada dalam keadaan asam. Sementara itu, nilai pH di atas 7 menunjukkan bahwa kondisi berada dalam keadaam basa (alkifilik). Jika dilihat dari pH, umumnya bakteri dapat tumbuh dengan baik pada pH netral (neutrofilik), yaitu 6,5 sampai 7,5.  Namun, ada juga mikroba yang tahan pada kondisi pH rendah atau asam (asidofilik) dan mikroba yang tahan pada kondisi pH tinggi atau basa (alkalifilik) (Tortora dkk., 2010; Madigan dkk., 2011).

faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
Gambar 3. Grafik pertumbuhan bakteri berdasarkan pH.

Faktor tekanan osmotik berkaitan dengan seberapa tinggi konsentrasi zat terlarut, seperti garam, gula, dan substansi lain, berada dalam suatu zat pelarut (air). Pengaruh tekanan osmotik terhadap pertumbuhan mikroba adalah substansi yang terlarut mempunyai afinitas kepada air, membuat air berasosiasi dengannya sehingga lebih sedikit tersedia untuk organisme.  Jika konsentrasi larutan pada suatu lingkungan melebihi yang berada dalam sitoplasma, air di dalam sel akan keluar.  Hal tersebut akan memberikan ancaman yang serius karena sel bisa dehidrasi sehingga sel tidak dapat tumbuh. Ketersediaan air diekspresikan dalam bentuk aktivitas air atau diberi simbol aw. Berdasarkan bentuk adaptasi terhadap tekanan osmotik, mikroba dikelompokkan menjadi halophile, osmophile, dan xerophile (Madigan dkk., 2011).
Halofilik adalah mikroba yang mampu tumbuh pada kondisi lingkungan yang konsentrasi garamnya sangat tinggi, disebut juga sebagai extreme halophile. Terdapat pula mikroba yang termasuk halotolerant, yaitu jenis yang mampu hidup ketika terjadi pengurangan kadar air, namun mikroba tersebut dapat tumbuh lebih baik apabila tidak terjadi pengurangan kadar aiar atau penambahan zat terlarut.  Sementara itu, osmophile adalah organisme yang mampu hidup pada kondisi gula yang tinggi dalam sebuah larutan.  Xerophile adalah organisme yang mampu hidup pada kondisi lingkungan kering (keringnya karena kekurangan air bukan karena tingginya konsentrasi zat terlarut) (Madigan dkk., 2011). 
 
Sementara itu, oksigen berperan penting bagi mikroorganisme dalam hal respirasi sel.  Namun, tidak semua mikroorganisme membutuhkan oksigen ketika melakukan respirasi sel. Berdasarkan kebutuhan mikroorganisme terhadap oksigen, maka mikroorganisme dikelompokkan menjadi aerob obligat, aerob fakultatif, mikroaerophile, aerotolerant, dan anaerob obligat (Madigan dkk. 2011).  
Aerob obligat adalah jenis mikroba yang membutuhkan O2 dan tipe metabolismenya adalah respirasi aerobik.  Aerob fakultatif adalah jenis mikroba yang tidak membutuhkan O2, namun tumbuh dengan baik jika tersedia O2. Tipe metabolisme pada mikroba aerob fakultatif ialah respirasi aerobik, fermentasi, dan respirasi anaerobik.  Mikroaerofil adalah jenis mikroba yang membutuhkan O2 dalam jumlah yang sedikit, tipe metabolismenya adalah respirasi aerobik. Aerotolerant adalah jenis mikroba yang tidak membutuhkan O2 dan mengalami pertumbuhan yang lambat jika tersedia O2. Tipe metabolisme jenis aerotolerant adalah fermentasi.  Anaerob obligat adalah jenis mikroba yang akan letal atau rusak jika tersedia O2 dan tipe metabolismenya adalah fermentasi atau respirasi anaerobik (Madigan dkk. 2011).
B. Faktor Kimia
Faktor kimia yang memengaruhi mikroorganisme adalah senyawa kimia yang berfungsi sebagai bahan makanan dan senyawa kimia yang bersifat racun bagi mikroorganisme.  Senyawa kimia yang berfungsi sebagai bahan makanan bagi mikroorganisme, misalnya karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, trace element, dan organic growth factor (Tortora dkk. 2010).  Sementara itu, senyawa yang bersifat racun bagi mikroba adalah zat desinfektan dan antiseptik.  Zat desinfektan adalah zat kimia yang dapat membunuh mikroorganisme, tetapi tidak perlu endospora, dan digunakan pada objek yang mati.  Zat antiseptik adalah agen kimia yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba dan tidak toksik jika digunakan oleh jaringan hidup.  Contoh zat desinfektan adalah ethanol dan detergen kationik yang digunakan untuk disinfeksi lantai, meja, dinding, dan lain-lain.  Contoh zat antiseptik adalah ethanol, walaupun dapat juga berfungsi sebagai desinfektan (Madigan dkk. 2011).
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi dan membandingkan zat yang bersifat racun bagi mikroba, yaitu metode paper disk assay dan metode cylinder plate assay.  Metode paper disk assay memiliki prinsip membandingkan zat kimia yang beracun terhadap mikroba dengan cara mecelupkan paper disk dalam zat kimia tersebut kemudian meletakkannya pada medium yang telah ditumbuhkan bakteri. Jika agen kimia bersifat inhibitor, akan terbentuk zona bening (clear zone) di sekitar disk. Ukuran dari zona bening adalah ekspresi dari tingkat efektivitas agen kimia tersebut dan dapat dibandingkan secara kuantitatif dengan efek dari agen kimia yang lain (Benson 2001). Sementara itu, metode cylinder plate assay memiliki prinsip yang sama seperti metode paper disk assay, namun bedanya pada metode cylinder plate assay menggunakan silinder kaca (Gandjar dkk. 1992).
C. Faktor Biologi
Faktor biologi juga dapat memengaruhi pertumbuhan mikroorganisme, misalnya adalah peristiwa sinergisme mikroba atau antagonisme mikroba.  Sinergisme mikroba adalah peristiwa pada dua atau lebih mikroba yang secara bersama-sama memproduksi substansi yang tak satupun dapat memproduksinya secara terpisah. Antagonisme mikroba adalah peristiwa salah satu organisme pertumbuhannya terhambat dan yang lainnya tidak terhambat (peristiwa tersebut disebut juga antibiose).  Hal tersebut karena organisme inhibitor dapat memproduksi substansi yang menghambat atau membunuh satu atau lebih mikroorganisme. Zat yang dapat menghambat atau mematikan mikroorganisme yang lain disebut zat antibiotik (Benson 2001).
Referensi
  • Benson. 2001. Microbiological application lab manual, 8th ed. 
  • Black, J. G. 2008. Microbiology, 7th ed. 
  • Gandjar, I., I. R. Koentjoro, W. Mangunwardoyo, & L. Soebagya. 1992. Pedoman praktikum mikrobiologi dasar.
  • Madigan, M. T., J. M. Martinko, D. A. Stahl, D. P. Clark. 2011. Brock biology of microorganisms, 13th ed.
  • Tortora, G. J., B. R. Funke & C. L. Case. 2010. Microbiology: An introduction, 10th ed
Mh Badrut Tamam
Lecturer Science Communicator Governing Board of Generasi Biologi Indonesia Foundation