Arsip

Kategori

Laporan Praktikum Mikrobiologi: Fermentasi

Contoh laporan hasil praktikum mikrobiologi pada pokok bahasan fermentasi substrat padat dan cair seperti tempe, susu, tape, dan cider.
I. TUJUAN

  1. Mengetahui dan memahami proses fermentasi pada substrat pada dan cair.
  2. Mengetahui peran mikroorganisme dalam proses fermentasi

II. TEORI
Dalam konteks ilmu pangan, pengolahan makanan secara fermentasi melibatkan proses konversi karbohidrat menjadi alkohol dan karbondioksida atau asam organik menggunakan khamir, bakteri, atau kombinasi keduanya di dalam kondisi anaerob. Dalam artian yang sederhana, fermentasi adalah konversi gula menjadi ethanol secara biokimia. Fermentasi juga berarti bahwa diperlukan kerja dari mikroorganisme dan prosesnya sering digunakan untuk memproduksi makanan beralkohol dan sebagainya seperti tape, tape ketan, dan cider. Mikroorganisme berperan sebagai agen yang mengubah substrat menjadi produk yang diinginkan melalui fermentasi. Fermentasi juga digunakan dalam proses pengembangan adonan roti berkat gas karbondioksida yang dapat menciptakan rongga-rongga di dalam adonan tersebut. Proses fermentasi juga digunakan dalam teknik pengawetan makanan dengan cara menghasilkan asam laktat pada makanan yang asam seperti dalam pembuatan yoghurt (Dwidjoseputro 1992).
Dalam konteks biokimia, fermentasi merupakan proses memperoleh energi dari oksidasi senyawa organik menggunakan akseptor elektron endogen yang biasanya berupa senyawa organik pula. Proses fermentasi pada makhluk hidup sangat penting terutama pada kondisi anaerob karena tidak terdapat fosforilasi oksidatif untuk mempertahankan produksi ATP dengan cara glikolisis. Meskipun begitu, fermentasi tidak selalu dilakukan pada kondisi anaerob selama karbohidrat yang ada sudah siap untuk dimetabolisme. Proses fermentasi diawali oleh proses glikolisis yang mengoksidasi substrat fermentasi menjadi piruvat dengan bantuan NAD+. Piruvat tersebut lalu dioksidasi kembali menjadi produk fermentasi untuk meregenerasi NAD+ (Prescott, dkk 2002) .
Karbohidrat merupakan substrat fermentasi yang paling umum, dan contoh produk fermentasi yang sering dijumpai adalah ethanol, asam laktat, laktosa, dan hidrogen. Bagaimanapun juga, senyawa-senyawa lainnya juga dapat dihasilkan dengan cara fermentasi, seperti asam butirat dan aseton. Fermentasi yang dilakukan oleh khamir mengubah karbohidrat menjadi ethanol dan karbondioksida dalam proses pembuatan cider. Pada otot mamalia, penggunaan otot secara intensif menyebabkan asupan oksigen menjadi terbatas sehingga terjadi fermentasi asam laktat (Madigan dkk. 2009) .
A. FERMENTASI TEMPE
Tempe merupakan pruduk kedelai tradisional dari Indonesia. Proses fermentasi tempe dan sifatnya dalam mempertahankan keseluruhan kedelai menjadikan tempe sebgai makanan yang mengandung protein, serat dan vitamin yang tinggi. Pembuatan tempe diawali dengan melunakkan kacang kedelai dengan cara dikupas kulit bijinya lalu direndam. Adonan bisa ditambahkan cuka agar dapat menurunkan pH supaya menciptakan lingkungan yang selektif bagi kapang tempe. Starter fermentasi atau ragi tempe yang mengandung spora Rhizopus oligosporus dicampurkan ke dalam adonan. Adonan tempe lalu disebar pada suatu lapisan tipis dan dibiarkan berfermentasi selama 24 sampai 48 jam pada temperatur sekitar 30°C. Hasil tempe yang baik adalah seluruh kacang kedelai saling berlekatan dengan erat satu sama lain oleh jaringan miselium berwarna putih (Gandjar, dkk 1992) .

B. FERMENTASI TAPE
Tape adalah makanan tradisional yang merupakan fermentasi dari berbegai macam sumber karbohidrta, seperti singkong atau beras ketan. Mikroorganisme yangt terlibat di dalam proses fermentasi tape adalah kapang, seperti Aspergillus oryzae, Rhizopus oryzae, Amylomyces rouxii, atau Mucor spp., dan khamir, seperti Saccharomyces cerevisiae, Saccharomycopsis fibulger, Endomycopsis burtonii, dan yang lainnya bersama dengan bakteri (Gandjar 2003) .
Untuk pembuatan tape ketan, beras ketan perlu dimasak dan dikukus terlebih dahulu lalu dibubuhi dengan ragi. Beras ketan tersebut lalu ditutup dengan daun dan diinkubasi pada suhu 25-30 °C selama 48 jam sampai teksturnya menjadi lembut dan dihasilkannya alkohol. Untuk pembuatan tape singkong, kulit singkong perlu dibuang terlebih dahulu. Singkong dicuci, dikukus lalu dibubuhi ragi. Singkong diinkubasi pada suhu 28-30 °C selama 48 jam. Tape yang baik memiliki rasa yang manis dengan sedikit sensasi alkohol (Gandjar, dkk 1992) .
C. FERMENTASI ANGGUR BUAH ATAU CIDER
Cider merupakan minuman beralkohol hasil fermentasi dari jus yang berasal dari berbagai macam buah-buahan. Pembuatan cider diawali dengan pembuatan jus dari buah yang diinginkan. Jus buah lalu ditambahkan dengan starter yang mengandung mikroorganisme fermentasi. Jus buah tersebut lalu diinkubasi pada suhu 28—30 °C selama 7 hari. Semakin lama waktu inkubasi maka semakin baik kualitasnya. Cider yang baik memiliki rasa yang sediki asam, berkarbonasi, dan memiliki kadar alkohol yang tinggi (Gandjar, dkk 1992) .
Starter fermentasi adalah bahan yang digunakan untuk membantu dimulainya proses fermentasi pada makanan atau minuman. Starter tersebut umumnya terdiri atas medium kultivasi yang telah dikolonisasi dengan baik oleh mikroorganisme fermentasi. Kultur starter adalah kultur yang berisi mikroorganimse yang dapat melakukan fermentasi. Genus bakteri dan fungi yang umum dikultur sebagai starter antara lain Rhizopus, Aspergillus, Mucor, Amylomyces, Endomycopsis, Saccharomyces, Hansenula anomala, Lactobacillus, Acetobacter, dan lain sebagainya. Di Indonesia, starter fermentasi sering disebut dengan ragi (FAO 1999) .
D. FERMENTASI YOGHURT
Yoghurt merupakan produk susu yang dihasilkan dengan cara fermentasi susu. Bakteri yang digunakan untuk memfermentasi susu dikenal sebagai kultur yoghurt. Bakteri yang sering digunakan sebagai kultur yoghurt antara lain Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus dan Streptococcus salivarius subsp. thermophilus. Sebagai tambahan, Lactobacillus acidophilus dan bifidobacteria sering ditambahkan dalam proses pembuatan yoghurt. Fermentasi laktosa oleh bakteri-bakteri tersebut menghasilkan produk berupa asam laktat yang bekerja pada protein susu dan memberikan tekstur dan bau yoghurt yang khas.
Nutrisi yoghurt kaya akan protein, kalsium, riboflavin, vitamin B6, dan vitamin B12. Yoghurt memiliki manfaat nutrisi yang melebihi yang dimiliki oleh susu. Orang-oramg yang tidak memiliki toleransi dalam mengkonsumsi laktosa dapat mengkonsumsi yoghurt tanpa berpengaruh apapun, karena hampir semu laktosa dalam susu telah diubah menjadi asam laktat oleh bakteri. Yoghurt yang memiliki kultur hidup kadang digunakan dalam usaha mencegah diare yang diakibatkan oleh antibiotik. Yoghurt juga mengandung berbagai macam jumlah lemak. Terdapat yoghurt dengan tanpa-lemak, rendah-lemak, dan plain-yoghurt (Joseph, dkk. 1984) .
III. HASIL PENGAMATAN

IV. PEMBAHASAN

A. FERMENTASI TEMPE
Tahap pembuatan tempe antara lain persiapan substrat, persiapan suspensi spora, dan inokulasi. Persiapan substrat dilakuakn dengan cara pembersihan dan perebusan kedelai. Perebusan kedelai berguna agar substrat fermentasi yang digunakan menjadi lunak sehingga dapat dengan mudah dikolonisasi dengan mikroorganisme. Tahap selanjutnya adalah persiapan suspensi spora. Suspensi spora dibuat dengan cara menambahkan air ke dalam biakkan R. oligospora yang terdapat di dalam tabung reaksi. Kapang tersebut dikerik dengan menggunakan jarum ose steril lalu dikocok hingga membentuk suspensi. Tahap yang terakhir adalah inokulasi mikroba ke dalam substrat kedelai. Campuran tersebut diaduk lalu dimasukkan ke dalam cawan petri hingga penuh dan diratakan. Campuran diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam. Pengamatan yang dilakukan adalah perubahan konsistensi, warna, dan bau kedelai (Gandjar, dkk 1992).
Hasil praktikum pembuatan tempe menunjukkan bahwa penggunaan usar menghasilkan tempe yang lebih baik daripada dengan menggunakan biakkan murni R. oryzae. Usar adalah ragi tempe yang terdiri atas berbagai macam mikroba fermentasi yang telah berdaptasi dengan baik pada substratnya. Tempe yang dibuat dengan menggunakan usar memiliki tekstur yang kompak, warna hifa yang putih, dan bau menyerupai tempe pada umumnya. Tempe yang dibuat denganmenggunakan biakkan murni memiliki tekstur yang renggang, hifa coklat, dan baunya masih menyerupai bau kedelai. Perbedaan hasil tersebut membuktikan bahwa hasil fermentasi yang baik melibatkan berbagai macam mikroba yang telah beradaptasi baik dengan substratnya (Steinkraus, dkk. 1960).
B. FERMENTASI TAPE
Pembuatan tape dibedakan berdasarkan substrat yang digunakan yaitu sereal dan umbi. Secara umum, proses keduanya hampir sama. Pembuatan tape diawali dengan cara mempersiapkan substrat agar dapat dikolonisasi dengan mudah oleh mikroba. Tindakan yang biasa dilakukan adalah dengan cara memanaskan substrat hingga menjadi lunak. Setelah dingin, ragi tape disebarkan diatas substrat lalu inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama 48 jam. Pengamatan yang dilakukan adalah warna dan morfologi tape (Gandjar, dkk 1992).
Hasil pengamatan proses pembuatan tape dengan menggunakan kedua substrat menunjukkan hasil yang baik. Setelah dicicipi, tape ketan yang dibuat umumnya memiliki rasa manis bercampur sedikit asam dengan sensasi alkohol sedangkan tape singkong memiliki rasa yang hampir serupa. Tekstur kedua tape sangat lunak, namun pada tape ketan tekstrunya sedikit berair. Kedua hasil tersebut menunjukkan bahwa pengolahan makanan dengan cara fermentasi dapat dilakukan menggunakan bahan pangan berupa umbi-umbian dan sereal (Steinkraus, dkk. 1960).
C. FERMENTASI CIDER
Proses pembuatan cider terdiri atas dua tahap yaitu pembuatan starter dan pembuatan anggur buah. Starter dibuat dengan cara membuat suspensi S. cerevisiae. Suspensi khamir tersebut lalu diinokulaiskan ke dalam 100 ml sari buah yang telah ditindalisasi. Tindalisasi adalah proses sterilisasi yang melibatkan pemanasan sampel berseri selama 3 hari. Pada praktikum, pemansan dilakukan pada suhu 105 °C selama 50 menit. Teknik sterilisasi tersebut tebilang ampuh dalam membasmi spora-spora bakteri yang masih bertahan di dalam sampel. Setelah melalui proses inokulasi, sari buah lalu diinkubasi pada suhu ruang selama seminggu. Pengamatan yang dilakukan berupa jumlah busa, warna, dan kadar alkohol (Gandjar, dkk 1992).
Dalam proses pembuatan cider, digunakan starter fermentasi yang mengandung kultur mikroorganisme. Pembuatan starter dilakuakn dengan cara menginokulasi biakkan bakteri atau kapang ke dalam medium yang sama seperti substrat yang akan digunakan dalam proses fermentasi. Tujuan utama dalam penggunaan starter adalah untuk menghemat waktu dalam mengadaptasi mikroorganisme dengan substrat yang akan digunakan. Penggunaan biakkan murni dalam proses fermentasi dapat memerluakan waktu yang lama sampai tercipta produk, terlebih lagi kualitas produk yang dihasilkan juga tidak sebaik produk yang dihasilkan bila menggunakan starter (FAO 1999: 1).
Hasil pembuatan cider pada praktikum menunjukkan hasil yang baik. Produk cider yang paling baik dihasilkan bila menggunakan anggur. Rasa cider anggur adalah pahit dan sensasi alkohol yang dihasilkan sangat tinggi. Berbeda dengan anggur, cider salak dan apel masih memiliki rasa yang sedikit manis dan sensasi alkohol yang dirasakan juga tidak sebanyak cider anggur. Kualitas cider anggur yang baik juga dapat dilihat dari jumlah busa dan kadar alkohol yang dihasilkan. Jumlah busa pada cider anggur sangat banyak dan kadar alkoholnya mencapai 15%. Busa tersebut adalah gas karbondioksida yang merupakan produk dari fermentasi, sama seperti alkohol. Semakin banyak produk fermentasi yang dihasilkan merefleksikan kualitas dari cider yang dibuat (Steinkraus, dkk. 1960) .
D. FERMENTASI YOGHURT
Pembuatan yoghurt pada praktikum dilakukan hanya dengan mencampurkan starter ke dalam susu sapi. Pada praktikum, kami membandingkan produk yoghurt dari dua jenis susu, yaitu susu pasteurisasi dan susu UHT. Starter yang digunakan berasal dari yoghurt yang di harapkan masih mengandung mikroba yang dapat memfermentasikan susu menjadi yoghurt sama seperti sebelumnya. Susu tersebut lalu diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam (Joseph, dkk. 1984).
Hasil pengamatan menunjukkan hasil yang kurang lebih sama seperti produk yoghurt pada umumnya. Substrat berupa susu UHT menghasilkan produk yoghurt yang memiliki rasa asam dan kental. Sebaliknya, substrat susu pasteurisasi tidak berubah menjadi yoghurt tetapi malah rusak karena susunya menjadi sangat encer dan koloidnya mengendap di dasar wadah. Hasil tersebut diasumsikan karena susu pasteurisasi menjadi rusak setelah didiamkan dalam waktu yang lama. Penyebab dari kerusakan tersebut adalah bakteri yang berada di dalam susu karena proses sterilisasi yang kurang baik. Bakteri-bakteri tersebut akan menggunakan protein yang terkandung di dalam susu sehingga seluruh protein di dalam susu tersebut menjadi rusak (Steinkraus, dkk. 1960).
V. KESIMPULAN
  1. Pengolahan makanan dengan mengunakan proses fermentasi dapat dilakuakan menggunakan substrat yang berasal dari substrat padat dan substrat cair.
  2. Peran mikroorganisme dalam proses fermentasi adalah sebagai agen yang mengubah substrat menjadi produk yang memiliki nilai mutu lebih tinggi

VI. DAFTAR ACUAN
  • Dwidjoseputro, D. 1992. Dasar-dasar mikrobiologi. 
  • FAO. Cereal fermentation in country of the Asia-Pasific region. 
  • Gandjar, I., I.M. Koentjoro, W. Mangunwardoyo, & L. Soebagya. 1992. Pedoman praktikum mikrobiologi dasar. 
  • Gandjar, I. 2003. Tapai from Casava and cereals.
  • Joseph C. K., D. L. Michael, A. Mostafa, and A. S. Dennis. 1984. Yogurt-an autodisgesting source of lactose. 
  • Madigan M.T., J.M. Martindo, D.A. Stahl, D.P. Clark. 2009. Brockbiology of microorgansims. 
  • Steinkraus, K.H. 1960. Handbook of Indigenous Fermented Food. 
Mh Badrut Tamam
Lecturer Science Communicator Governing Board of Generasi Biologi Indonesia Foundation