Peristiwa nekrosis dapat terjadi ketika suatu sel mengalami kerusakan karena terluka akibat kegiatan mekanik seperti tersayat atau robek akibat benda tajam dan terkena tumpahan senyawa kimia yang bersifat toksik, untuk ciri lebih jauhnya peristiwa nekrosis ini menyebabkan organel sel seperti mitokondria menjadi bengkak karena pada peristiwa tersebut mengakibatkan gangguan pengaturan pergerakan ion dan air pada membran. Struktur sel pada saat proses nekrosis juga mengalami kebocoran, sehingga dapat menyebabkan peristiwa inflamasi yang terjadi pada jaringan (Gambar 1).
Gambar 1 Dampak Nekrosis. Tampak pada luka tersebut terbentuk jaringan berwarna kehitaman yang merupakan tanda-tanda nekrosis (www.woundsource.com).
Nekrosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti kematian atau sebuah kematian yang terdapat pada sel yang rusak sehingga akan menghasilkan kematian yang prematur pada sel yang terdapat pada jaringan. Nekrosis disebakan karena faktor eksternal pada jaringan atau sel, seperti infeksi, toksin, atau luka yang berkepanjangan. Pada kondisi yang sama, apoptosis merupakan kejadian alami dimana sel akan mengalami kematian secara spontan, namun mekanisme ini kebanyakan menguntungkan terhadap tubuh dan berbeda dengan nekrosis yang sering kali menghasilkan dampak yang fatal. Kematian sel yang disebabkan oleh nekrosis tidak terjadi karena sinyal perintah apoptosis, namun berbagai macam reseptor mengalami aktivasi dan menghasilkan terlepasnya komponen membran sel.
Nekrosis terjadi juga diinisiasi oleh respon inflamasi yang menarik leukosit dan beberapa agen fagosit untuk melakukan eleminasi sel dengan cara fagositosis. Ketika proses tersebut, leukosit melepaskan senyawa kimia yang mengakibatkan sel penyusun jaringan tersebut rusak, sehingga sel akan melakukan proses healing. Jika proses healing tidak mendapatkan penanganan khusus maka dapat menyebabkan proses penyusunan kembali jaringan yang mati dan sel debris pada daerah yang tadinya digunakan leukosit beraksi, sehingga menyebabkan peristiwa nekrosis.
Mekanisme nekrosis dapat mengalami aktivasi oleh komponen sistem imun, seperti sistem komplemen, toksin, aktivasi natural killer cells, dan makrofag. Patogen atau penyakit dapat menginduksi program nekrosis dalam sel dengan cara melakukan invansi terhadap sel inang sehingga memediasi proses inflamasi yang berkepanjangan sehingga sel akan melakukan program nekrosis dalam dirinya. Toksin dapat mengakibatkan nekrosis seperti pada racun ular atau tawon seperti Vespa mandarinia yang memungkinkan untuk menghambat enzim dan menyebabkan kematian sel. Kondisi patologis dapat ditandai seperti terjadinya sekresi sitokin tertentu oleh sel imun selain itu terdapat kemokin seperti nitrit oksida (NO) dan reactive oxygen species (ROS) yang juga terlibat dalam program nekrosis pada sel.
Nekrosis itu sendiri yang terjadi pada nukleus, sebenarnya masih dibagi menjadi tiga yaitu kariolisis (kromatin dalam nukleus memudar karena mengalami hilangnya DNA oleh proses degradasi), piknosis (nukleus mengalami penyusutan dan terjadi kondensasi kromatin), karioreksis (fragmen nukleus mengecil). Selain itu terjadi perubahan pada sitoplasma yang telah berhasil diamati oleh mikroskop elektron yaitu mengalami blebbing (membentuk tonjolan) (Gambar 2) yang mengakibatkan membran plasma lepas dan sel kehilangan organel mikrofilamen.
Gambar 2. Perbedaan Apoptosis dan Nekrosis. Sel yang mengalami nekrosis tampak membentuk tonjolan dibandingkan apoptosis.
DAFTAR PUSTAKA
Jog NR & Caricchio R (2014) The role of necrotic cell death in the pathogenesis of immune mediated nephropathies. Clin. Immunol. 153, 2, 243–253.
Majno G & Joris I (1995) Apoptosis, oncosis, and necrosis. An overview of cell death. Am. J. Pathol. 146, 1, 3–15.
Syntichaki P & Tavernarakis N (2002) Death by necrosis. Uncontrollable catastrophe, or is there order behind the chaos?. EMBO. rep. 3, 7, 604–609.
Leave a Reply