Arsip

Kategori

Pandemi Flu Babi Akibat Virus H1N1

Pada tahun 2007 pandemi global akibat flu burung (avian influenza) telah menelan banyak korban dan sekarang pada tahun 2009 sebuah penyakit baru ditemukan lagi di Meksiko yang dinamakan flu babi (swine influenza) dan telah menelan korban sekitar 149 jiwa di Meksiko (Reuters, 28/04/09). Sebenarnya kedua penyakit tersebut diakibatkan oleh jenis virus influenza tipe A dari famili Orthomyxoviridae. Virus ini bersifat patogen pada manusia, unggas, kuda, dan babi. Perbedaan antara flu burung dan flu babi adalah struktur envelopnya. Virus flu burung disebabkan oleh H5N1 sementara flu babi disebabkan oleh H1N1. Virus jenis ini sangat mudah bermutasi (Drift dan Shift) serta mampu menyebabkan ancaman epidemi dan pandemi (Rantam, 2005).

Secara morfologi, virus H5N1 dan H1N1 memiliki persamaan. Virus ini memiliki selubung dengan diameter 80-120 nm, mengandung genom RNA, beruntai tunggal, dan memiliki envelope berupa lipid bilayer yang permukaannya terdapat protein transmembran glikoprotein yaitu haemagglutinin (HA) dan neuraminidase (NA). Kedua protein ini digunakan sebagai identifikasi kode subtipe flu burung yang banyak jenisnya. Virus influenza tipe A memiliki 15 antigen H yaitu H1-H15 dan 9 antigen N yaitu N1-N9. Kombinasi antigen H dan N menghasilkan lebih dari 135 kombinasi subtipe virus influensa pada manusia antara lain: H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2, H7N7 dan kombinasi lainnya. Di luar membran terdapat protein M1 yang berfungsi memberikan bentuk virus dan enkapsid kompleks ribonukleoprotein (RNP). Komplek ribonukleoprotein terdiri dari RNA yang terikat pada nukleoprotein (NP) dan enzim polimerase PA, PB1 dan PB2. Tiga enzim polimerase ini nantinya bertanggung jawab dalam replikasi dan transkripsi RNA. Sedangkan protein M2 sebagai protein matriks (Gambar 1).

Gambar 1. Morfologi virus influenza tipe A.

Mekanisme patogenitas pada virus influenza disebabkan kemampuan organisme tersebut memicu suatu respon hilangnya daya tahan tubuh yang sering kali berakibat fatal. Jika virus ini masuk kedalam sel epitel respiratoris, maka haemagglutinin pada permukaan dibelah dengan enzim ekstraseluler yang selanjutnya akan terjadi modifikasi struktur dengan cara endositosis materi genetik virus ke dalam tubuh hospes, tetapi kapsid virus tidak ikut di endositosis. Pada fase ini, haemaglutinin aktif karena pH endosom rendah yang diawali dengan kerusakan membran endosom yang akhirnya asam nukleat (RNA) virus masuk ke dalam sitoplasma.

Unggas memiliki reseptor virus influenza yaitu reseptor α 2,3 asam sialat yang banyak terdapat pada permukaan sel epitel ususnya. Sedangkan pada babi terdapat dua reseptor α 2,3 asam sialat dan α 2,6 asam sialat pada permukaan sel epitel ususnya. Reseptor tipe α 2,3 asam sialat ini berikatan dengan galaktosa (Glu-190 dan Gly-225) virus influenza. Hal inilah yang menyebabkan influenza dapat menginfeksi sel inang (unggas dan babi). Di dalam saluran pencernaan babi, H5N1 mengalami mutasi yang awalnya hanya dapat berikatan dengan reseptor α 2,3 asam sialat saja, kini virus influenza memiliki asam amino spesifik yang dapat berikatan dengan reseptor α 2,6 asam sialat. Pada manusia memiliki reseptor α 2,6 asam sialat yang banyak terekspresi dipermukaan sel organ saluran pernafasan. Hal inilah yang menyebabkan virus influenza baik H5N1 maupun H1N1 dapat menginfeksi manusia dan menyebabkan penyakit flu burung atau flu babi pada manusia (Gambar 2).

Gambar 2. Mekanisme infeksi virus H5N1 maupun H1N1 pada manusia.

Virus influenza ini kemudian memperbanyak diri (replikasi) dengan sangat cepat sehingga mengakibatkan lisis pada sel epitel dan terjadi deskuamasi lapisan epitel saluran pernafasan. Pada tahap infeksi awal, respon imunnate akan menghambat replikasi virus. Apabila kemudian terjadi re-eksposure, respon imun adaptif yang bersifat antigen spesifik mengembangkan memori imunologis yang akan memberikan respon yang lebih cepat. Replikasi virus akan merangsang pembentukan proinflammatory sitokin termasuk IL-1, IL-6 dan TNF-Alfa yang kemudian masuk ke sirkulasi sistemik dan pada akhirnya menyebabkan gejala sistemik influenza seperti demam, malaise dan myalgia.

Tingginya level virus H5N1 maupun H1N1 memicu produksi sitokin (faktor yang mengontrol pertumbuhan sistem imun) berlebih diparu-paru. Sitokin adalah kelompok glikoprotein yang dihasilkan oleh sel mamalia apabila sel tersebut terinfeksi oleh virus seperti virus H5N1 maupun H1N1. Sitokin diproduksi saat virus dapat dideteksi dan sebelum munculnya antibodi humoral. Sitokin sebagai mekanisme pertahanan hospes yang penting. Produksi sitokin berkaitan dengan timbulnya gejala-gejala umum virus seperti demam. Tingginya sitokin di paru-paru akan menyebabkan jaringan penyusun paru-paru rusak, karena pertukaran udara terhambat. Hal ini mengakibatkan terjadinya pneumonia (radang paru-paru) sehingga menyebabkan hipoksema (O2 darah rendah) dan hiperkapsia atau kadar CO2 dalam darah semakin tinggi (Ganiswarna, 1995). Bersamaan dengan terjadinya edema ini, kapiler darah pada paru-paru mengalami peradangan karena infeksi virus H5N1 maupun H1N1 pada sel-sel epitel saluran pernafasan menyebabkan sel-sel tersebut mengalami degranulasi yaitu menyebabkan bradikinin terlepas dari vesikula (granula). Bradikinin ini menyebabkan pembesaran dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah kecil (kapiler) pada paru-paru, sehingga menyebabkan peradangan pada kapiler darah di paru-paru atau disebut juga pneumonia (Campbell, Neil A. et al. 2004).

Akibat dari pneumonia adalah darah yang mengangkut O2 dan mengalir menuju ke paru-paru 97% tersaturasi, sedangkan darah yang tidak mengangkut O2 dan mengalir keluar paru-paru 60% tersaturasi. Jadi rata-rata darah yang tersaturasi sekitar 78% jauh dibawah normal Turunnya suplai O2 menyebabkan metabolisme tubuh terhambat dan berakhir dengan kematian (Gambar 3 dan Gambar 4).

Gambar 3. Efek pneumonia terhadap saturasi oksigen darah arteri (Guyton & Hall, 1997).

Gambar 4. Perubahan pada paru-paru dari keadaan normal ke pneumonia (Guyton & Hall, 1997).

Artikel terkait: Mekanisme Infeksi Virus H1N1

Mh Badrut Tamam
Lecturer Science Communicator Governing Board of Generasi Biologi Indonesia Foundation