Arsip

Kategori

Prosedur Penggunaan Hewan Coba dalam Penelitian

Penelitian merupakan salah satu bentuk perwujudan dari rasa ingin tahu agar memperoleh jawaban atas permasalahan. Beberapa studi dalam ilmu kedokteran dan farmasi sering kali menggunakan hewan coba seperti mencit, tikus, atau kelinci, terutama untuk bidang fisiologi, neurosains, biomedis, genetik, farmakologi, perilaku biologis, pengembangan obat, atau uji preklinis. Penggunaan hewan model untuk penelitian harus sesuai dengan tujuan yang diharapkan karena penggunaan hewan coba harus berdasarkan 3R meliputi reduction, refinement, dan replacement
Reduction adalah penggunaan hewan coba seminimal mungkin namun tetap memenuhi jumlah data yang dibutuhkan dan bermakna, refinement berarti peneliti harus mampu meningkatkan kesejahteraan dan mengurasi rasa ketidaknyamanan pada hewan coba seperti kandang yang sesuai dan nyaman, pemberian pakan dan lain sebagainya. Selain itu replacement berarti mengganti atau menghindari penggunaan hewan coba untuk penelitian. Penggunaan model hewan coba dalam bidang kesehatan seharusnya digunakan untuk menjawab pertanyaan penting yang berkaitan erat dengan kesehatan manusia. Sebagai contoh untuk menghindari penggunaan hewan coba dapat menggunakan cell line (sel kultur), jaringan, atau model komputer, penggantian hewan coba contohnya mengganti tikus dengan Drosophilla apabila penelitian tersebut dapat terjawab hanya dengan menggunakan Drosophila saja.
Perbedaan antara tikus dan mencit yang terlihat jelas adalah ukuran dan berat tubuh, tikus memiliki berat yang lebih besar. Ukuran tikus yang besar ini memberikan keuntungan bagi peneliti terutama yang berkaitan dengan prosedur bedah, studi cedera tulang, atau studi otot. Pada suatu penelitian mengenai kognisi dan memori penggunaan hewan model tikus lebih unggul dibandingkan mencit. Tikus sering digunakan sebagai hewan model dalam penelitian karena memiliki fisiologi dan genetik yang mirip dengan manusia. Tikus memiliki perkembangan dan pertumbuhan yang cepat. Secara keseluruhan dari tikus lahir sampai dengan memasuki usia dewasa secara seksual sekitar 6 minggu dan mengalami menopause sekita 15 dan 18 bulan, akan tetapi dewasa secara sosial sekitar 5-6 minggu. Berbeda dengan manusia yang memiliki perkembangan yang lebih lambat dengan usia pubertas rata-rata sekitar 12-13 tahun.
Penggunaan tikus dan mencit dalam penelitan saat ini berkembang sangat pesat. Terdapat jenis tikus atau mencit yang mendukung penelitian seperti penggunaan teknik knockout atau knockdown gene. Teknik ini terjadi dimana ekspresi satu atau lebih gen pada suatu organisme dikurangi (knockdown) dan dibuat tidak berfungsi atau tersingkir dari organisme (knockout). Teknik tersebut bukan hanya dapat dilakukan pada tikus atau mencit tetapi pada cell line
Sebagai contoh pada peneltiian kanker payudara, peneliti menggunakan mencit knock down p53 atau cell line knock down gene p53. P53 berfungsi dalam perbaikan saat checkpoint pada siklus sel. Apabila terjadi suatu kerusakan saat siklus sel p53 akan aktif sehingga dapat terjadi cell cycle arrest atau apoptosis. Sedangkan apabila p53 tidak ada maka siklus sel tidak dapat diperbaiki, DNA mengalami kerusakan bahkan menyebabkan tumor. Penelitian tersebut dapat dilakukan pada hewan model atau menggunakan cell line. Penggunaan hewan coba dan diiringi kemajuan teknologi memiliki banyak kelebihan dan keuntungan bagi penelitian akan tetapi penggunaan tersebut harus sesuai dengan aturan dan dapat dilakukan secara bijaksana.
Penulis: Nuroh Najmi S.Si., M.Kes
Referensi:
  1. Pallav Sengupta. 2013. The Laboratory Rat: Relating Its Age With Human’s. Int J Prev MedJun; 4(6): 624
  2. Andreollo N A, et al. 2012. Rat’s Age Versus Human’s Age: What Is The Relationship?. Abcd Arq Bras Cir Dig; 25(1):49-51.
  3. Suchada Phimsen, et al. 2012. Selective cell death of p53-insufficient cancer cells is induced by knockdown of the mRNA export molecule GANP. Apoptosis ; 17. 679–690.
Mh Badrut Tamam
Lecturer Science Communicator Governing Board of Generasi Biologi Indonesia Foundation