Arsip

Kategori

12 Senyawa Tumbuhan ini Menjadi Bahan Obat Farmasi

Tanaman obat merupakan sumber fitokimia yang masih banyak tersimpan di dalam tubuh tanaman tersimpan lebih dari 10.000 senyawa organik yang berkhasiat sebagai obat. Hasil metabolit sekunder yang aslinya bersifat toksik dapat diisolasi dan diubah oleh industri farmasi menjadi obat bagi manusia.  Sejarah mencatat isolasi senyawa aktif tumbuhan pertama kali dilakukan pada tahun 1841 oleh Homolle dan Quevenne. Mereka berhasil memisahkan digitoxin, digitalin, dan digitalein dari tanaman Digitalis purpurea. Senyawa aktif yang berhasil diisolasi lalu diidentifikasi, diteliti penyusunnya, cara kerja dan struktur molekulnya. Setelah berhasil, para peneliti membuat sintetisnya di laboratorium.

Tapak dara (Catharanthus roseus) diketahui mengandung senyawa aktif untuk melawan kanker. Tapak dara mengandung vincristine dan vinblastine,  dua senyawa alkaloid tersebut digunakan untuk mengobati leukemia pada anak anak. Semuanya berawal di suatu negara bernama Madagaskar pada tahun 1950- an.  Dua ahli botani,  yakni Berr dan Noble tertarik pada satu tanaman yang digunakan masyarakat lokal untuk mengobati diabetes. Mereka lalu melakukan penelitian dan berhasil mengisolasi satu senyawa alkaloid bernama vincaleukoblastine (vinblastine).

Tapak Dara. Credit: www.floristtaxonomy.com 

Selanjutnya, senyawa kedua ditemukan oleh Gordon Svoboda dan timnya pada tahun 1957. Svoboda lalu melakukan uji coba. Mencit yang sudah diinjeksi P-1534 sel leukimia diberi ekstrak alkaloid dari tapak dara. Ekstrak Catharanthus roseus diberikan pada tikus yang sudah terinfeksi leukimia. Ternyata pemberian vincristine dan vinblastine bisa memperpanjang angka harapan hidup tikus hingga 60-80%.  Pembelahan sel kanker berhasil ditekan.  Maka naiklah kepopuleran vincristine dan vinblastine sejak saat itu.

Dari 1 ton tapak dara bisa didapat 3 gram vincristine dan vinblastine.  Kedua bahan aktif ini bekerja dengan jalan menghambat pembelahan mitosis sel kanker. Pemakaian dosis harus benar benar diperhatikan,  karena seperti alkaloid lain keduanya bersifat sangat racun. Hingga saat ini kedua senyawa aktif ini masih diisolasi dari alamnya. Struktur molekul senyawa tersebut sangat rumit untuk dibuat sintesisnya. Penemuan manfaat hasil metabolit sekunder C. roseus membuka pintu gerbang perkenalan dunia tumbuhan dan farmasi kedokteran selanjunya.

2.  Aspirin 

Zat ini dikenal seagai pereda rasa sakit yang disebut Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosa) adalah suatu jenis obat dari keluarga salisilat yang sering digunakan sebagai analgesik (terhadap rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik terhadap demam, dan antiinflamasi. Aspirin juga memiliki efek antikoagulan. Termasuk produk yang paling luas digunakan. Satu tablet aspirin-setara 325 miligram asam asetilsalisilat. Aspirin digunakan untuk mengurangi rasa sakit, mengurangi inflamansi, dan menurunkan demam. Aspirin didapatkan dari pemanasan kayu pohon willow putih (Salix alba).

Pada akhirnya di tahun 1829,  para ilmuwan berhasil mengisolasi senyawa aktif dalam tumbuhan willow yang berfungsi menetralkan rasa sakit yaitu Asam salisin yang diisolasi dari kayu willow yang memberikan efek iritasi bisa diberikan secara oral. Jika senyawa ini dinetralisir menggunakan sodium akan menghasilkan sodium salisilat, yang lebih aman secara oral, tetapi masih mengiritasi lambung.

Bahan tersebut dinamakan salicin asal kata latin willow (Salix alba). Di dalam tubuh salicin terdegradasi menjadi asam salicyl. Salicin dapat menghilangkan sakit, tapi memiliki efek samping terhadap lambung, menyebabkan rasa kurang nyaman bagi tubuh.  Pada 1853,  seorang ahli kimia Perancis bernama Charles Frederic Gerhardt berhasil menetralkan salicin alami menjadi asam salisilat dengan larutan penyangga berupa natrium dan asam asetat.

Asam salisilat ini lebih “ramah” terhadap perut.  Di tahun 1899,  seorang ahli kimia Jerman,  bernama Felix Hoffmann, yang bekerja bagi Bayer, menemukan kembali formula Gerhardt. Hoffmann membujuk Bayer untuk memasarkan obat itu, yang selanjutnya muncul di pasar dengan nama pasaran “Aspirin”

Aspirin adalah obat pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya,  obat diperdagangkan dalam bentuk bubuk. Sebuah penelitian membuktikan asam asetil salisilat dalam aspirin bisa mencegah penggumpalan dan pembekuan darah.

3. Quinine dan Chloroquine 

Senyawa antimalaria quinine (kina) diisolasi dari kulit kayu tanaman kina Chinchona officinalis. Pemakaian secara tradisonal dilakukan oleh masyarakat Indian di Amerika Selatan. Mereka menggunakan tanaman ini untuk mengobati penyakit.  Adanya jalur-jalur pelayaran dunia mengenalkan kina ke Eropa. Di sinilah berhasil diekstrak quinine, senyawa aktif yang berperan melawan malaria.  Plasmodium falciparum, patogen penyebab penyakit malaria masuk ke dalam hemoglobin darah dan membentuk protein asing bagi tubuh penderita.

Protein ini dibentuk dengan bahan baku zat-zat esensial dalam tubuh manusia. Selama proses metabolisme ini, parasit terus-menerus memproduksi senyawa asing dan beracun dalam darah manusia.  Quinine bekerja dengan cara menghambat perkembangan sel parasit. Senyawa tersebut bisa menyebabkan sel-sel parasit luruh dan rusak dengan sendirinya.

4. Digoxin

Digoxin adalah senyawa aktif yang diperoleh dari tanaman Digitalis lanata. Digoxin digunakan terutama untuk meningkatkan kemampuan memompa (kemampuan kontraksi) jantung dalam keadaan gagal jantung/congestive heart failure (CHF). Obat ini juga digunakan untuk membantu menormalkan dysrhythmias (gejala abnormalitas denyut jantung).

Digoxsin termasuk obat dengan Therapeutic Window sempit, istilah kedokteran untuk menyatakan rentang antara kadar dalam darah yang dapat menimbulkan efek terapi dan yang dapat menimbulkan efek toksik adalah sangat sempit. Karena itu kadar obat dalam plasma harus tepat agar tidak melebihi batas yang dapat menimbulkan efek toksik/keracunan.

Efek samping memunculkan gangguan susunan syaraf pusat: bingung, tidak nafsu makan, disorientasi, gangguan saluran cerna: mual, muntah dan gangguan ritme jantung. Reaksi alergi kulit seperti gatal-gatal, biduran dan juga terjadinya ginekomastia,yaitu membesarnya payudara pria mungkin terjadi.

Bagaimana Kerja Digoxsin? Masa kerja aktif digoxin adalah 30-50 jam. Pasien dengan hipokalemi, penyumbatan pembuluh darah, dan pasien dengan sindrom parkinson sebaiknya tidak diberikan digoxin.  Digoxin diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu pasien dengan gangguan ginjal harus diawasi dengan ketat.

Digoksin merupakan prototipe glikosida jantung yang diekstrak dari tanaman.  Mekanisme Digoksin melalui dua cara yaitu efek langsung dan efek tidak langsung.  Efek langsung dengan meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung (efek inotropik positif). Hal ini terjadi berdasarkan penghambatan enzim Na+,K+, -ATPase dan peningkatan arus masuk ion kalsium ke intasel.  Efek tidak langsung yaitu pengaruh digoksin terhadap aktivitas saraf otonom dan sensitivitas jantung terhadap neurotransmiter.

Digoxsin biasa dipakai untuk mengatasi penyakit gangguan jantung. Kegunaan ekstrak dari daun digitalis sebagai obat diperkenalkan pertama kali oleh William Withering. Sebagai obat, glikosida dari tanaman ini digunakan untuk memperkuat kerja jantung. Ekstrak dari digitalis biasanya diambil dari daun daun tanaman yang tumbuh pada tahun kedua. Selain digoxin ada juga digitoxsin.

Digitalis bekerja di tubuh dengan cara menghalangi fungsi enzim natrium-kalium ATPase sehingga meningkatkan kadar kalsium di dalam sel-sel otot jantung. Meningkatnya kadar kalsium di dalam otot sel-sel jantung inilah yang menjadi sebab meningkatnya kekuatan kontraksi jantung. Apabila digunakan secara berlebihan, digitalis berubah menjadi racun.

Seluruh bagian tumbuhan ini mengandung glikosida, yang dapat menyebabkan keracunan. Reaksi reaksi keracunan yang pertama mulai dari mual, muntah, diare, sakit perut, halusinasi, sakit kepala. Tergantung pada tingkat keracunan,  korban keracunan juga mempunyai denyut nadi yang lemah, tremor, xanthopsis (terlihat sebagai gejala kuning), kejang-kejang dan bahkan dapat menyebabkan gangguan irama jantung yang mematikan.

5. Taxol 

Merupakan senyawa aktif pelawan sel kanker ovarium yang diisolasi dari kulit pohon tanaman Taxus brevifolia. Senyawa ini berhasil diisolasi pada tahun 1980. Jumlah taxol dalam tanaman induknya sangatlah kecil,  hanya 0,001%  setara 0,7 g dari sebuah tanaman yang cukup umur. Untunglah telah ditemukan senyawa semi sintetisnya yang dibuat dari daun Taxus brevifolia.

6. Campthothecin 

Alkaloid dari Camptotheca acuminata yang pertama kali diidentifikasi pada tahun 1966. Campthothecin bekerja melawan tumor dengan jalan menghambat proses DNA- topoisomerase l, yakni menghambat pembelahan sel tumor sekaligus membunuhnya.

7. Morfin

Morfin adalah senyawa yang berasal dari getah bunga opium, Papaver somnifera.  Tanaman ini sudah terkenl sejak zaman dahulu. Namanya tertera di kitab-kitab kedokteran kuno: Ebers Papyrus, Dioscorides, Galen, dan Avicenna. Hebatnya candu opium bisa menyebabkan perang besar antara Cina dan Inggris 1839-1842 dan 1856-1860 (perang candu).

Opium mengandung 10% -16%  morfin. Senyawa ini ditemukan pada 1803 lewat tangan dingin seorang ahli farmasi Jerman, Friedrich Wilhelm Adam Sertuner. Nama morfin diambil dari Morpheus, dewa mimpi dalam mitologi Yunani. Morfin termasuk golongan alkaloid. Ia bekerja langsung di sistem saaraf pusat.

Kegunaan utama morfin sebagai analgesik (pengurang rasa sakit) dan sedatif (penenang). Setelah dikonsumsi, morfin akan ditangkap oleh satu reseptor di dalam sistem saraf pusat bernama μ-opioid, K-opioid dan δ-opioid. Morfin akan dicerna di hati dan ginjal. Ia akan diubah menjadi morphine-3-glucuronide(M3G) dan morphine-6 glucuronide (M6G). Prosesnya disebut sebagai glukuronidasi. Enzim yang membantu sintesis morfin dalam tubuh adalah sitokrom P450(CYP).

8. Artemisinin 

Inilah penggempur patogen penyebab malaria Falcioarum malaria. Artemisinin diekstrak dari tumbuhan Artemisia annua. Senyawa golongan sesquiterpene ini hanya dihasilkan saat tanaman induknya mengalami stress lingkungan. Pemanfaatan Artemisia annua sebagai obat malaria sebenarnya sudah dilakukan oleh bangsa China sejak 200 SM.  Namun,  keberadaan senyawa organik artemisinin baru teridentifikasi pada 1972 di China. Hingga awal 1980-an keberadaan bahan antimalaria ini tidak menyebar ke luar China. Badan Kesehatan Dunia WHO berusaha agar keberadaan artemisin bisa menyebar di dunia.

Tanaman ini memang mudah dijumpai di negara-negara Asia, sebaliknya sulit di Benua Amerika. WHO cukup berkepentingan lantaran Plasmodium falciparum, patogen malaria mulai resisten terhadap chloroquine, senyawa antimalaria sebelumnya.  Akibat boikot ini para ilmuwan di Amerika dan Kanada mulai berusaha mensintesis artemisinin di laboratorium. Hingga akhirnya Jonathan Vennerstrom, periset di University of Nebraska berhasil mensintesis OZ-277 yang ternyata lebih efektif sebagai antimalaria daripada senyawa alamnya.

9. Atropin

Atropin adalah alkaloid yang sebagian besar diekstrak dari tanaman anggota keluarga Solanaceae, antara lain Atropa belladona, Datura stramonium, Datura metel, dan Mandragora officinarum. Konon,  zaman dahulu Cleopatra menggunakan ekstrak antropine untuk memperbesar pupil, sehingga matanya tampak lebih cemerlang. Eropa, kaum wanita di kalangan bangsawan membuat jus Atropa belladona agar pupil mata mereka terlihat lebih besar. Para tabib di era Romawi menggunakan tanaman-tanaman penghasil atropine untuk keperluan anastesi,  penghilang rasa sakit,  dan terapi untuk penderita imsonia.

10. Kokain 

Merupakan senyawa hasil isolasi daun Erythroxylon coca. Tanaman coca berasal dari Benua Amerika, terutama daerah Amerika Selatan. Penduduk asli menggunakan daunnya untuk menjaga stamina tubuh. Spanyol membawa dan mengenalkan coca ke Eropa. Hingga akhirnya pada 1855 berhasil diketahui senyawa aktif yang membuat daun coca bergitu berharga, kokain.  Sejak penemuan berharga ini mulai dilakukan penelitian-penelitian untuk menggali khasiat kokain.

11. Codein

Codein adalah saudara morfin, bersama- sama ditemukan dalam bunga Papaver bracteatum. Bedanya konsentrasi codein dalam tanaman itu lebih kecil, hanya 0,3- 3%  saja. Efek codein masih kalah dibanding morfin. Di dalam tubuh, codein akan diubah menjadi bentuk lain dengan bantuan enzim CYP2D6.  Kira-kira 5-10%  codein akan diubah menjadi morfin, sisanya berubah menjadi bentuk codeine- 6-glucuronide,  narcodeine, dan hydromorphone Codein pertama kali diisolasi oleh seorang Perancis, Jean-Pierre Robiquet. Efeknya bersifat analgesik, antitussive, dan antidiarrheal.

12. Nikotin

Didapat dari daun tanaman Nicotiana tabaccum. Di dalam tubuh ia bekerja sebagai stimulan, mengaktifkan simpul-simpul saraf pusat. Nikotin beredar dengan cepat melalui peredaran darah. Tubuh akan dipicu untuk mengeluarkan glukosa dan adrenalin. Sementara itu serangkaian neurotransmitter dan hormon juga dilepas oleh otak, yakni acetylcholine, norepinephrine, epinephrine vasopressin,  arginine,  dopamine,  dan beta-endorphin. Lepasnya senyawa-senyawa ini memberikan efek relaksasi dan menenangkan bagi tubuh. Nikotin pertama kali diisolasi dari tanaman tembakau pada tahun 1828 oleh Posselt dan Reimann, dua ahli kimia dari Jerman.


Referensi
Herbal Indonesia Berkhasiat: Bukti Ilmiah & Cara Racik Vol. 08. 2009. Trubus.

Mh Badrut Tamam
Lecturer Science Communicator Governing Board of Generasi Biologi Indonesia Foundation