Nyamuk merupakan serangga yang memiliki sifat sebagai vektor penyakit utama, seperti malaria dan demam berdarah yang ditularkan oleh beberapa spesies dari Anopheles dan Aedes. Nyamuk A. aegypti menjadi masalah serius ketika asosiasinya dengan virus dengue menyebabkan penyakit demam berdarah pada manusia. Dampak dari penyakit demam berdarah bagi manusia dapat berujung pada kematian. Virus dengue merupakan penyakit global yang mengancam kurang lebih 2.5 miliar orang atau 40% dari total populasi penduduk dunia. WHO mencatat setiap tahunnya terjadi 50-100 juta kasus demam berdarah (Hales et al. 2002).
Indonesia adalah salah satu negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Menurut Kementerian kesehatan Indonesia pada tahun 2014 tercatat penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.688 orang, dan 641 diantaranya meninggal dunia, angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun 2013, yakni jumlah penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871 penderita. Meskipun terjadi penurunan penderita, menurut Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan RI menyatakan bahwa angka kesakitan/incidence rate (IR) DBD cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data IR DBD per propinsi pada tahun 2015, teridentifikasi 10 propinsi dengan kasus tertinggi, yaitu Jawa Barat (10.616), Jakarta (10.131), Bali (7.171), Jawa Tengah (6.296), Jawa Timur (5.378), Sumatera Utara (2.748), Sulawesi Selatan (2.323), Kalimantan Barat (1.869), Banten (1.483), Sulawesi tengah (1.097).
Pada awal tahun 2012, Eliminate Dengue Project (EDP) Global yang berpusat di Australia menyusun sebuah gagasan untuk mengembangkan sebuah metode baru dalam mengendalikan DBD di Indonesia. Metode baru yang diperkenalkan, yaitu penggunaan nyamuk A. aegypti yang terinfeksi bakteri Wolbachia. EDP Global lantas merangkul Universitas Gadjah Mada dan Yayasan Tahija untuk membuat project EDP Indonesia yang berpusat di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Wolbachia merupakan bakteri endosimbion yang menginfeksi hampir 60% dari seluruh jenis serangga. Wolbachia dibagi menjadi 8 supergrup (A-H) dan terdiri dari berbagai strain. Bakteri ini memiliki peran sebagai manipulator sistem reproduksi, seperti induksi partenogenesis, feminisasi, male killing, dan ketidakcocokan sitoplasma (Werren 2008). Fenomena ketidakcocokan sitoplasma ini menyebabkan serangga betina terinfeksi Wolbachia hanya akan mampu menghasilkan keturunan jika kawin dengan jantan yang terinfeksi Wolbachia dengan strain yang sama. Betina terinfeksi Wolbachia akan tetap menghasilkan keturunan apabila kawin dengan jantan bebas infeksi Wolbachia, namun semua keturunannya akan terinfeksi Wolbachia.
Selain mampu memanipulasi sistem reproduksi serangga, Wolbachia juga mempengaruhi kemampuan serangga untuk menularkan patogen. Hal ini dapat dicapai secara tidak langsung dengan memperpendek masa hidup serangga atau secara langsung dengan mengurangi kemampuan virus dan patogen lain untuk berkembang biak dalam serangga. Salah satu strain Wolbachia, yaitu wMel dari Drosophila melanogaster telah diketahui dapat memblokir perkembangan patogen lain yang berada di dalam tubuh serangga. Studi mengenai fenomena ketidakcocokan sitoplasma pada nyamuk yang mengandung virus dengue menjelaskan bahwa strain wMel dan wMelPop dapat memperpendek masa hidup nyamuk serta memblokir perkembangbiakan virus dengue (Gambar 1). Hal ini disebabkan karena Wolbachia dapat mengendalikan replikasi virus dengue dalam tubuh vektor A. aegypti. Nyamuk yang tidak mengandung Wolbachia dapat menghasilkan 20.000 copy virus DBD, sementara dengan Wolbachia hanya menghasilkan 500 copi virus dengue.
Gambar 1. Skema perjalanan penemuan Wolbachia dan proses penggunaan strain wMel sebagai agen pengendali DBD di Australia (Sumber: EDP Global).
Teknik microinjection merupakan teknik yang dikembangkan dalam menginfeksi Wolbachia strain wMel dari D. melanogaster ke A. aegypti. Wolbachia disuntikan ke dalam telur A. aegypti dengan tujuan imago nyamuk akan terinfeksi strain tersebut. Langkah selanjutnya, yaitu pelepasan nyamuk yang terinfeksi Wolbachia di lapangan dengan harapan akan semakin banyak nyamuk yang terinfeksi Wolbachia yang dapat menurunkan kasus penyebaran DBD (Gambar 2). Tahun 2014, dua wilayah di Yogyakarta (Nogotirto dan Kronggahan) melalui EDP Indonesia termasuk pihak terkait seperti jajaran dinas pemerintahan dan dinas kesehatan melakukan percobaan pelepasan nyamuk A. aegypti (Gambar 3). Hasilnya presentase Wolbachia di wilayah Nogotirto dan Kronggahan mencapai 75% dan 62.86%, artinya 7 dari 10 nyamuk di Nogotirto terinfeksi Wolbachia sementara itu 6 dari 10 nyamuk di Kronggahan terinfeksi Wolbachia.
Gambar 2. Strategi pengembangan nyamuk dengan Wolbachia dan pelepasan dilapangan. (Sumber: EDP Global).
Gambar 3. Frekuensi Wolbachia pada A. Aegypti
Sampai artikel ini ditulis, kegiatan pelepasan dan evaluasi terus dilaksanakan. Awal tahun 2016, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti membentuk tim Risk Assessment (RA) yang terdiri dari pakar kesehatan, entomolog, hingga sosial masyarakat untuk memberikan kajian mengenai analisis resiko yang mungkin terjadi hingga 30 tahun ke depan terkait kegiatan teknik pengendalian yang dilaksanakan oleh EDP Indonesia.
Beberapa pertemuan dan lokakarya telah dilakukan untuk mengumpulkan pendapat/opini dan bukti berupa analisis risiko pelepasan nyamuk ber-Wolbachia. Kajian Risiko yang dilakukan terdiri dari mengidentifikasi berbagai bahaya yang mungkin berdampak pada manusia dan lingkungan. Berdasarkan hasil diskusi para pakar yang terlibat dalam pertemuan dan lokakarya tersebut, maka pembagian dan definisi dari bahaya yang mungkin akan muncul dikelompokkan menjadi empat bagian utama, yaitu Ekologi, Ekonomi dan Sosial-Budaya, Efikasi Pengelolaan Nyamuk dan Kesehatan Masyarakat. Perlu dinanti kegiatan sosialisasi terkait kegiatan analisis resiko tersebut sehingga masyarakat luas akan memberikan pandangan dan perspektif yang sama mengenai bentuk pengendalian nyamuk A. aegypti dengan memanfaatkan bakteri Wolbachia.
Penulis: Mahardika Gama Pradana
Referensi:
- Kementrian Kesehatan RI. 2010. Buletin Demam Berdarah. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
- Hales S. et al., 2002. Potential effect of population and climate changes on global distribution of dengue fever: an empirical model. Lancet 360:830–834
- Hoffman et al. 2011. Successful establishment of Wolbachia in Aedes populations to suppress dengue transmission. Nature. 476: 454-457.
- Sutaryo, 2004. Dengue. Medika. Yogyakarta
- Walker T, Johnson PH, Moreira LA et al. 2011. The wMel Wolbachia strain blocks dengue and invades caged Aedes aegypti populations. Nature 476: 450–453
Post Views: 2,577
No Comments