Spider-crab begitulah hewan ini dijuluki. Sebagai sesama anggota kelas malacostraca, kepiting majoidea memiliki kenampakan yang serupa dengan seekor laba-laba. Kepiting ini seringkali memiliki kaki dan karapaks yang lebih panjang dan ramping dibandingkan jenis kepiting lain.
Cukup unik bukan? Namun, tidak hanya itu keistimewaan dari hewan decapoda ini. Rupanya, majoidea juga dikenal memiliki kegemaran untuk bersolek. Lho, bagaimana bisa kepiting bersolek? Lalu, untuk apa pula kepiting perlu bersolek? Agar tidak penasaran lagi, mari kita berkenalan dengan sosok majoidea ini.
Superfamili majoidea yang terdiri dari sekitar 1000 spesies dan lebih dari 200 genera, tentunya memiliki kenampakan yang beragam. Namun, ada beberapa karakteristik umum dari spider-crab ini, misalnya saja:
Kepiting ini terdistribusi di habitat yang beragam, termasuk: zona intertidal, lereng benua dengan kedalaman melebihi 1000 m, dan wilayah mulai dari boreal hingga tropis. Mereka biasanya berasosiasi dengan substrat keras, menghuni struktur karang hidup dan mati, dan kadang-kadang dapat ditemukan di spons.
Tidak hanya hidup pada lingkungan yang beragam, kepiting laba-laba ini juga memegang beragam peranan penting, antara lain:
Superfamili majoidea umumnya memiliki kenampakan morfologi yang unik. Keberadaan bagian khusus berupa seta kait pada kelompok kepiting ini, memungkinkan majoidea menyamar dengan berbagai dekorasi khas. Teknik penyamaran khas dari majoidea ini, menjadikannya terkenal sebagai Kepiting penghias.
Komponen seta kait agaknya amat penting dalam memfasilitasi adaptasi unik dari kepiting penghias ini. Bukti filogenetik bahkan menunjukkan bahwa sekitar 75% dari seluruh majoidea pernah menghiasi setidaknya sebagian dari karapaksnya selama beberapa fase kehidupannya.
Rupanya, bentuk-bentuk seta pada majoidea juga beragam, misalnya:
Beberapa pengamatan menduga bahwa majoidea menghias dirinya melalui beberapa proses sebagai berikut:
Dalam memilih dekorasi yang sesuai pada karapaksnya, kepiting laba-laba dapat memiliki bahan hiasan kesukaan masing-masing. Beberapa jenis dekorasi berikut ini kerap menjadi pilihan bagi si kepiting penghias:
Dekorasi yang digunakan oleh Majoidea dapat menjadi pertahanan pra-deteksi dan pertahanan pasca-deteksi. Sebagai pertahanan pra-deteksi, dekorasi berfungsi sebagai bentuk penyamaran yang menyulitkan predator untuk mengenali kepiting ini pada lingkungannya. Coba perhatikan gambar berikut ini, dapatkah kalian menemukan keberadaan kepiting ini?
Sementara itu, sebagai pertahanan pasca-deteksi dekorasi pada majoidea dapat menjadikan predator tidak tertarik lagi untuk memangsanya. Hal ini terjadi karena hiasan tersebut dapat memiliki penampakan, rasa atau bau yang tidak wajar, serta dapat menjadikan kepiting berbahaya secara kimia.
Anti-mainstream juga kan hewan yang satu ini. Alih-alih berhias untuk mendapatkan perhatian dan disukai, mereka justru berhias untuk dihindari dan diabaikan.
Jika beberapa spesies menggunakan bahan hiasan yang berbahaya untuk dikonsumsi, beberapa spesies lainnya justru memilih bahan hiasan yang bisa menjadi stok makanannya. Ketika ingin menghindari predator, beberapa kepiting penghias memanfaatkan dekorasinya untuk tempat penyimpanan makanan sementara. Pemanfaatan dekorasi memungkinkan kepiting untuk mengangkut makanan dari area terbuka yang rawan oleh serangan predator, ke area yang lebih aman.
Tidak hanya sebagai bantuan penyamaran dari predator, perilaku dekorasi kelompok kepiting ini juga membantu mereka untuk menyergap mangsa. Namun, kebanyakan kepiting dekorator sangat lambat sehingga sangat jarang melakukan perburuan aktif. Selain itu, ada kemungkinan bahwa kepiting menggunakan dekorasi untuk menarik makanan, namun bukti langsung mengenai hal ini masih kurang.
Status konservasi mencerminkan kemungkinan suatu spesies untuk bertahan hidup atau punah. Daftar merah IUCN (International Union for Conservation for Nature) merupakan pemeringkatan secara global yang memberikan informasi komprehensif mengenai berbagai aspek, termasuk kisaran spesies, ukuran populasi, habitat, ekologi, pemanfaatan dan/ atau perdagangan, ancaman, dan langkah-langkah konservasi, yang menjadi dasar pengambilan keputusan konservasi yang penting.
Sayangnya, meskipun daftar merah IUCN memegang peran besar dalam perlindungan suatu spesies, sejumlah besar spesies Majoidea di Indonesia masih belum terkaji. Akibatnya, sulit untuk menetapkan prioritas konservasi yang efektif. Selain itu, spesies dengan kategori ‘kekurangan data’ atau ‘tak terevaluasi’ dalam Daftar Merah IUCN sering terabaikan, meskipun penetapan ini menunjukkan kurangnya informasi yang memadai, dan bukannya kurangnya ancaman.
Tidak ada komentar