Dikisahkan dalam Babad Majapahit bahwa Raden Wijaya sedang membabat hutan di daerah Tarik (dekat Mojokerto sekarang) guna membuka lahan untuk pemukiman. Saat berteduh di bawah suatu pohon, terlihat buah-buah sekepalan tangan, dikiranya buah Maja yang manis rasanya. Beliau tertarik mencobanya. Tidak lama setelah mencicipi, rasa yang tidak nyaman mendera begitu hebat pada mulutnya. Dengan paniknya mencari air, beliau berteriak,’’Maja pait, maja pait (buah maja yang pahit, buah maja yang pahit’’).
Hingga kini, buah majapahit masih menjadi teka-teki bagi beberapa kalangan. Di sisi lain, banyak pihak pula yang menganggap perdebatan mengenai buah ini telah final. Konsekuensinya adalah keluar nama brenuk (Crescentia cujete) yang disepakati bahkan telah diyakini sebagai buah majapahit yang asli. Tanaman ini selanjutnya dipakai untuk lambang daerah dan marak ditanam di halaman intansi-intansi pemerintah. Sayangnya, keberadaan brenuk ini tidak mendapat dukungan ilmiah. Brenuk kiranya belum ada di Jawa saat zaman Majapahit. Tanaman ini pertama kali didatangkan ke Indonesia dari Amerika Latin oleh bangsa Belanda. Hal ini sudah tercatat di Kebun Raya Bogor.
Mari kita telusuri lebih lanjut misteri buah ini dari sisi botani. Setidaknya, terdapat karakter morfologi dan fitokimia yang dapat ditemukan dari keterangan Babad Majapahit. Pertama, buah ini berukuran sekepalan tangan, letaknya mengantung pada tangkai (ini dapat dipahami bahwa perawakannya adalah perdu hingga pohon). Kedua, rasanya yang pahit (ini dapat berupa sensasi mulut seperti terbakar). Selain itu, mengingat latar tempat terjadi di daerah Sidoarjo selatan maka, buah ini dapat dimungkinkan sebagai tumbuhan asli (lokal, khas) tipe dataran rendah kering Jawa yang mendapat pengaruh dari ekosistem riparian sungai Brantas.
Bedasarkan petunjuk tersebut (dan juga dari telaah data biodiversitas setempat) agaknya mengarah ke beberapa jenis dari suku Rutaceae yakni, Aegle marmelos, Feroniella lucida, dan Lemonia accidissima. Ketiga jenis tersebut merupakan tumbuhan berguna. Pemanfaatannya untuk bahan minuman, rempah, kerajinan, hingga dijadikan bonsai hias. Kandungan minyak atsiri dalam kulit buahnya berasa pahit jika menempel di lidah.
Aegle marmelos selama ini yang paling kuat diyakini sebagai buah majapahit. Tanaman ini merupakan tanaman dari suku jeruk-jerukan atau Rutaceae yang tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian ± 500 mdpl. Sebarannya di negara Asia Selatan dan Asia Tenggara termasuk di Indonesia. Tanaman ini mampu tumbuh di lahan basah seperti rawa-rawa maupun lahan kering dan ekstrim.
Referensi:
Tidak ada komentar