Enigma Buah Maja: Telaah Botani Buah Cikal Bakal Kerajaan Majapahit

waktu baca 3 menit
Minggu, 19 Apr 2020 15:37 0 1852 Heri Santoso

Dikisahkan dalam Babad Majapahit bahwa Raden Wijaya sedang membabat hutan di daerah Tarik (dekat Mojokerto sekarang) guna membuka lahan untuk pemukiman. Saat berteduh di bawah suatu pohon, terlihat buah-buah sekepalan tangan, dikiranya buah Maja yang manis rasanya. Beliau tertarik mencobanya. Tidak lama setelah mencicipi, rasa yang tidak nyaman mendera begitu hebat pada mulutnya. Dengan paniknya mencari air, beliau berteriak,’’Maja pait, maja pait (buah maja yang pahit, buah maja yang pahit’’).

Hingga kini, buah majapahit masih menjadi teka-teki bagi beberapa kalangan. Di sisi lain, banyak pihak pula yang menganggap perdebatan mengenai buah ini telah final. Konsekuensinya adalah keluar nama brenuk (Crescentia cujete) yang disepakati bahkan telah diyakini sebagai buah majapahit yang asli. Tanaman ini selanjutnya dipakai untuk lambang daerah dan marak ditanam di halaman intansi-intansi pemerintah. Sayangnya, keberadaan brenuk ini tidak mendapat dukungan ilmiah. Brenuk kiranya belum ada di Jawa saat zaman Majapahit. Tanaman ini pertama kali didatangkan ke Indonesia dari Amerika Latin oleh bangsa Belanda. Hal ini sudah tercatat di Kebun Raya Bogor.

 

Buah Berenuk (Crescentia cujete) yang aslinya dari Amerika Latin (Credit: www.monaconatureencyclopedia.com)

 

Mari kita telusuri lebih lanjut misteri buah ini dari sisi botani. Setidaknya, terdapat karakter morfologi dan fitokimia yang dapat ditemukan dari keterangan Babad Majapahit. Pertama, buah ini berukuran sekepalan tangan, letaknya mengantung pada tangkai (ini dapat dipahami bahwa perawakannya adalah perdu hingga pohon). Kedua, rasanya yang pahit (ini dapat berupa sensasi mulut seperti terbakar). Selain itu, mengingat latar tempat terjadi di daerah Sidoarjo selatan maka, buah ini dapat dimungkinkan sebagai tumbuhan asli (lokal, khas) tipe dataran rendah kering Jawa yang mendapat pengaruh dari ekosistem riparian sungai Brantas.

 

Aegle marmelos, buah asli Indonesia yang diduga kuat sebagai buah majapahit

 

Bedasarkan petunjuk tersebut (dan juga dari telaah data biodiversitas setempat) agaknya mengarah ke beberapa jenis dari suku Rutaceae yakni, Aegle marmelos, Feroniella lucida, dan Lemonia accidissima. Ketiga jenis tersebut merupakan tumbuhan berguna. Pemanfaatannya untuk bahan minuman, rempah, kerajinan, hingga dijadikan bonsai hias. Kandungan minyak atsiri dalam kulit buahnya berasa pahit jika menempel di lidah.

 

Aegle marmelos

Buah Aegle marmelos memiliki ukuran kepalan tangan

Aegle marmelos selama ini yang paling kuat diyakini sebagai buah majapahit. Tanaman ini merupakan tanaman dari suku jeruk-jerukan atau Rutaceae yang tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian ± 500 mdpl. Sebarannya di negara Asia Selatan dan Asia Tenggara termasuk di Indonesia. Tanaman ini mampu tumbuh di lahan basah seperti rawa-rawa maupun lahan kering dan ekstrim.

Referensi:

  1. Pustaka Mulyana, Slamet. 1979. Negarakertagama dan Tafsir Sejarahnya. Penerbit Karya Aksara. Jakarta.
  2. Heyne, K.,1987,Tumbuhan Berguna Indonesia, Yayasan Sarana Wana. Jaya : Diedarkan oleh Koperasi Karyawan, Badan Litbang Kehutanan, Jakarta.
  3. Backer, C. A. & Brink, R. C. B. V. D,1968. Flora of Java (Spermatophytes only). Vol III. Netherland: Wolters-Noordhoof N. V, Groningen.
Heri Santoso

Heri Santoso

Botanist, CEO of Generasi Biologi Indonesia Foundation

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Arsip

Kategori

Kategori

Arsip

LAINNYA
x