Saat membicarakan tentang zombi apa yang terlintas di benak kita? Berbagai film maupun permainan daring saat ini, mungkin memberi gambaran zombi sebagai monster berkulit pucat menyeramkan dengan kemampuan menyebarkan virus. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan zombi sebagai mayat hidup (Undead). Lantas apa maksud dari semut-zombi, dan bagaimana semut tersebut dapat menjadi zombi? Mari simak bahasan berikut ini.
Rupanya, semut menerima banyak penindasan di alam. Parasit dari berbagai taksonomi, termasuk serangga, cacing, protozoa, bakteri, dan fungi menjadikan semut sebagai target serangan. Bahkan, di hutan tropis di seluruh dunia semut tercatat sebagai inang utama dari fungi genus Ophiocordyceps.
Tahukah kalian bahwa fungi telah menginfeksi sekitar 65% dari seluruh ordo serangga. Dari berbagai jenis fungi, Ophiocordyceps merupakan salah satu entomopatogen yang menginfeksi semut secara universal. Beberapa jenis Ophiocordyceps bahkan memiliki inang spesifik, misalnya:
Ophiocordyceps daceti dengan semut Daceton
Ophiocordyceps oecophylla dengan semut Oecophylla
Ophiocordyceps camponoti-sexguttati dengan semut Camponotus sexguttatus.
Ophiocordyceps camponoti-renggeri dengan semut Camponotus renggeri
Ophiocordyceps camponoti-chartificis dengan semut Camponotus chartifex
Ophiocordyceps camponoti-nidulantis dengan semut Camponotus nidulans
Ophiocordyceps camponoti-femorat dengan semut Camponotus femoratus,
dan masih terdapat 290 spesies Ophiocordyceps lainnya yang tercatat di database Mycobank
Mekanisme Infeksi
Sebagai organisme entomopatogen, rupanya Ophiocordyceps memiliki strategi-strategi dasar dalam memperbanyak dirinya. Infeksi Ophiocordyceps dapat terjadi melalui tahapan berikut:
Jamur mengeluarkan spora infektifnya dari tubuh buah yang muncul dari pronotum semut mati yang menempel pada tumbuhan pada posisi tinggi.
Semut pekerja melewati spora yang tersebar pada tanaman
Semut pekerja dapat membawa infeksi fungi ini ke sarangnya tanpa ada yang mengetahui.
Sekitar seminggu setelah infeksi, sel-sel jamur Ophiocordyceps berkembang biak.
Fungi Ophiocordyceps mulai mengendalikan semut inangnya untuk meninggalkan sarang dan memanjat tanaman
Semut mencengkeram jaringan tanaman dengan rahang atasnya dan mati
Setelah inangnya mati, Ophiocordyceps “memakan” bagian dalam inangnya dan menghasilkan tubuh buah
Pada beberapa minggu pertumbuhan berikutnya, fungi dewasa mulai melepaskan spora yang dapat menginfeksi semut pekerja lainnya
Perilaku semut yang terinfeksi menjadi semut-zombi
Pemberian julukan semut-zombi bukan semata-mata tanpa alasan. Rupanya, semut-zombi menunjukkan perilaku abnormal yang berbeda dari semut sejenisnya. Berikut ini merupakan perilaku-perilaku unik semut zombi yang telah diamati oleh peneliti-peneliti
Semut yang terinfeksi menunjukkan gejala kejang, dan sifat hiperaktif atau peningkatan aktivitas lokomotor (ELA)
Semut yang terinfeksi Ophiocordyceps mungkin tidak dapat berkomunikasi dengan baik dengan teman satu sarangnya dan mengenali sinyal organisasi karena gangguan penerimaan bau. Meskipun demikian, Semut-zombi tidak menyerang teman sesarang yang tidak terinfeksi dan tidak pula diasingkan dari koloni. Namun, pada semut dalam genus Cephalotes yang terinfeksi oleh Ophiocordyceps mengalami pengasingan dari teman sesarang yang terinfeksi dan terbunuh dari batang pohon
Semut yang terinfeksi Ophiocordyceps menunjukkan gejala penyimpangan dari jalur mencari makan , dan perilaku berkumpul yang disertai dengan menggigit dan menempel pada substrat vegetatif hingga mati
Beberapa jenis semut nokturnal, seperti Camponotus floridanus mengalami perubahan pola harian setelah terinfeksi fungi Ophiocordyceps. Perubahan ini merupakan manipulasi yang tercipta untuk memaksimalkan penyebaran spora fungi dengan menjamin kecukupan cahaya yang diperlukan untuk pembentukan tubuh buah.
Ketika semut telah menjadi inang bagi Ophiocordyceps, semut akan kehilangan kendali dan dapat termanipulasi oleh fungi tersebut. Berbagai perilaku yang semestinya tidak lazim timbul karena perubahan pada komponen-komponen tubuh semut inang. Melalui berbagai metode studi, peneliti mengasumsikan beberapa poin berikut sebagai penyebab manipulasi perilaku pada semut yang terinfeksi oleh Ophiocordyceps.
Sekresi Enterotoksin
Genom Ophiocordyceps yang menginfeksi semut mempunyai 20–36 enterotoksin. Dengan jumlah enterotoksin terendah pada O. australis dan jumlah enterotoksin tertinggi pada O. kimflemingiae. Sekresi racun ini berpotensi mempengaruhi perilaku semut dengan mengganggu produksi molekul pemberi sinyal kemo pada inang.
Tidak hanya itu, enterotoksin dapat pula melengkapi peningkatan regulasi asam sphingomyelinase dan berkontribusi terhadap atrofi otot ekstensif. Asam sphingomyelinase juga berperan penting dalam metabolisme sphingolipid, yang menentukan komposisi membran biologis. Apabila komposisi membran berubah, maka sinyal sel juga akan mengalami perubahan. Pada sel neuron, perubahan ini dapat mengakibatkan gangguan neurologis. Gangguan regulasi senyawa neurotransmitter dan modulasi neuron adalah strategi parasit ini untuk memanipulasi perilaku inang
Penurunan Regulasi Gen Sarcalumenin
Pada semut inang dengan perilaku yang termanipulasi, diduga mengalami penurunan regulasi sarcalumenin dan memicu pula hiperaktivitas pada semut-zombi. Secara keseluruhan, tingkat ekspresi gen di kepala spesies inang selama manipulasi gigitan dan cengkraman menunjukkan ciri-ciri kerusakan dan gangguan regulasi jaringan otot. Dugaan penyebab hal ini berkaitan dengan Interaksi antara gen sarcalumenin dengan kalsium yang berperan dalam mengatur eksitasi otot dan kelelahan pada mamalia
Penurunan Regulasi Gen Apoliphorin
Selama tertular oleh fungi, C. floridani dan C. castaneus mengalami penurunan apoliphorin, dua sampai sembilan kali lipat dibandingkan dengan kontrol. Apolipohorin IIImemiliki fungsi imun yang bekerja secara trade-off dengan metabolisme makanan kaya lemak pada serangga. Akibatnya,semut inang diperkirakan akan kehilangan simpanan energinya. Kelaparan pada semut inang akan menyebabkan hiperaktivitas pada hewan yang terlihat dari peningkatan tingkat perilaku penggerak.
Peningkatan Gen Aflatrem
Aflatrem adalah tremorgen neurotoksik yang menyebabkan “penyakit sempoyongan” pada inang yang telah terinfeksi. Aflatrem dapat mengganggu saluran kalium (BK) yang besar, dan proses ergik dan glutamatergik asam gamma aminobutirat (GABA). Gangguan tersebut menyebabkan tremor otot, perubahan tingkat aktivitas dan kebingungan pada semut inang.
Referensi
Araújo, J. P. M., Evans, H. C., Kepler, R., & Hughes, D. P. (2018). Zombie-ant fungi across continents: 15 new species and new combinations within Ophiocordyceps. I. Myrmecophilous hirsutelloid species. Studies in Mycology, 90(1), 119-160. https://doi.org/10.1016/j.simyco.2017.12.002
De Bekker, C., Ohm, R. A., Evans, H. C., Brachmann, A., & Hughes, D. P. (2017). Ant-infecting Ophiocordyceps genomes reveal a high diversity of potential behavioral manipulation genes and a possible major role for enterotoxins. Scientific reports, 7(1), 1-13.
De Bekker, C. (2019). Ophiocordyceps–ant interactions as an integrative model to understand the molecular basis of parasitic behavioral manipulation. Current opinion in insect science, 33, 19-24.
Evans, H. C., Araújo, J. P. M., Halfeld, V. R., & Hughes, D. P. (2018). Epitypification and re-description of the zombie-ant fungus, Ophiocordyceps unilateralis (Ophiocordycipitaceae). Fungal Systematics and Evolution, 1(1), 13-22.
Hughes, D. P., Araújo, J. P. M., Loreto, R. G., Quevillon, L., De Bekker, C., & Evans, H. C. (2016). From so simple a beginning: the evolution of behavioral manipulation by fungi. Advances in genetics, 94, 437-469.
Malagocka, J., Eilenberg, J., & Jensen, A. B. (2019). Social immunity behaviour among ants infected by specialist and generalist fungi. Current opinion in insect science, 33, 99-104.
Will, I., Das, B., Trinh, T., Brachmann, A., Ohm, R. A., & de Bekker, C. (2020). Genetic underpinnings of host manipulation by Ophiocordyceps as revealed by comparative transcriptomics. G3: Genes, Genomes, Genetics, 10(7), 2275-2296.
Tidak ada komentar