Asam – Basa
Pada abad 17, Johan Glauber (1604 – 1668) adalah seorang ahli kimia yang pertama kali dalam meneliti reaksi asam dan basa menjadi senyawa Na2SO4·10H2O yang diberi nama garam Glauber (Silberberg, 2000). Selanjutnya pengertian asam – basa dikemukan oleh Svante August Arrhenius yakni asam adalah jika suatu senyawa yang jika ditambah air akan menghasilkan ion hidrogen/proton dalam bentuk hidronium (H3O+) dan basa jika suatu senyawa yang jika ditambah air akan menghasilkan ion hidroksida (OH–) (Masterton & Hurley, 1989).
Pada tahun 1923, Johannes N. BrØnsted dan Thomas M. Lowry mendefinisikan istilah asam – basa yang berbeda dengan definisi yang dikemukakan oleh Arrhenius. Berdasarkan teorinya, BrØnsted-Lowry mengemukakan bahwa asam BrØnsted adalah donor proton dan basa BrØnsted adalah akseptor proton (Chang, 2002). Dengan adanya teori ini, maka muncul istilah pasangan asam–basa konjugasi yang mana asam akan memiliki pasangan berupa basa konjugasi dan basa akan memiliki pasangan asam konjugasi (Cruickshank, 2002; Goldberg, 2007).
Sementara itu, asam dan basa dapat dikategorikan menjadi kuat dan lemah. Kuat dan lemahnya suatu asam-basa didasarkan atas terionisasinya secara sempurna asam-basa dalam suatu larutan dalam keadaan bebas yang berupa ion H+dan OH– (Plummer, 1987). Ion-ion tersebut ketika terionisasi akan menunjukkan pola konstanta ekuilibrum yang dapat digunakan untuk menetapkan suatu konstanta (Kc) melalui persamaan Handerson-Hasselbalch. Konstanta tersebut didasarkan atas disosiasi air, yakni dapat ditulis melalui persamaan:
H2O D H+ + OH– (1)
Dari reaksi tersebut, maka untuk mengukur nilai konstanta adalah:
Nilai Kc tersebut dapat juga dikombinasikan dengan konsentrasi air, [H2O], menjadi konstanta air (Kw):
Kc Í [H2O] = Kw = [H+] Í [OH–] = 1,0 Í 10–14 (3)
Pada suhu 25°C, nilai Kw adalah1,0 Í 10–14 yang merefleksikan disosiasi dari air menjadi ion H+ dan OH–. Pada suhu tersebut, air murni dapat dihitung nilai [H+] dan [OH–] dengan mengaplikasikan persamaan 2,
[H+] = [OH–]; [H+] Í [OH–] = [H+]2 = 1,0 Í 10–14
[H+] = 1,0 Í 10–7 M = [OH–]
Larutan yang mengandung [H+] = [OH–] dikatan sebagai larutan yang netral. Hal ini dikarenakan [H+] = 1,0 Í 10–7 M pada suhu 25°C. Namun, jika nilai [H+] lebih tinggi dari 1,0 Í 10–7 M akan menyebabkan larutan menjadi asam dan begitu juga sebaliknya ketika nilai [H+] lebih rendah dari 1,0 Í 10–7 M akan menyebabkan larutan menjadi basa (Masterton & Hurley, 1989; Smith, 2006).
pH
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, asam dan basa suatu larutan disebabkan adanya pengaruh ion H+ dan OH–. Karena konsentrasi ion H+ dan OH– dalam larutan sangat bervariasi, maka untuk mengekspresikan variasi ini dengan skala pH yang berkisar antara 0 hingga 14 seperti yang tertera pada Tabel 1. Larutan netral seperti air murni memiliki skala 7, sedangkan jika skala pH kurang dari 7 mengindikasikan larutan tersebut bersifat asam dan ketika skala pH lebih dari 7 mengindikasikan larutan tersebut bersifat basa (Shawn, 2008; Campbell et al., 2009).
Tabel 1. Skala pH.
[H+] (M)
|
pH
|
[OH–] (M)
|
pOH
|
100 (1)
|
0
|
10-14
|
14
|
10-1
|
1
|
10-13
|
13
|
10-2
|
2
|
10-12
|
12
|
10-3
|
3
|
10-11
|
11
|
10-4
|
4
|
10-10
|
10
|
10-5
|
5
|
10-9
|
9
|
10-6
|
6
|
10-8
|
8
|
10-7
|
7
|
10-7
|
7
|
10-8
|
8
|
106
|
6
|
10-9
|
9
|
10-5
|
5
|
10-10
|
10
|
10-4
|
4
|
10-11
|
11
|
10-3
|
3
|
10-12
|
12
|
10-2
|
2
|
10-13
|
13
|
10-1
|
1
|
10-14
|
14
|
100 (1)
|
0
|
Sumber: Lehninger et al. 2004
Skala pH meringkas kisaran konsentrasi H+ dan OH–dengan menggunakan pendekatan matematika logaritma, yakni:
pH = – log [H+] = log