Arsip

Kategori

Protein Targeting: Perjalanan Protein Menuju Ke Berbagai Tempat

Setelah mengalami proses translasi, sebagian besar polipeptida mengalami suatu proses lebih lanjut sebelum menjadi protein fungsional. Hal pertama kali adalah polipeptida akan diarahkan ke berbagai macam komponen selular. Kedua, sebagian besar polipeptida akan mengalami substitusi melalui reaksi kimiawi tertentu sebelum membentuk protein aktif. Dan ketiga, protein akan mengalami mekanisme degradasi yang terprogram. Langkah-langkah tersebut membutuhkan mekanisme regulasi yang mana regulator tersebut tersusun dari urutan asam amino yang disebut dengan signal sequence (Kalthoff, 2001). Signal sequence tersebut berada bersamaan dengan polipeptida yang bersangkutan dan berfungsi untuk mampu mengenali daerah target dari ribosom menuju ke organel yang lain. Pada organisme eukariotik signal sequence bekerja dengan ribonukloprotein, yakni SRP – signal recognition particle (Turner et al., 1997). Jalur Target Protein Didalam sitoplasma, ribosom yang berfungsi sebagai translator mRNA dan menghasilkan polipetida, maka polipeptida tersebut akan ditranspor ke berbagai macam tempat. Adapun jalur target polipeptida disajikan dalam gambar 1.

Gambar 1. Peta konsep jalur polipetida yang dimulai dari ribosom menuju ke berbagai tempat target. Garis warna merah menunjukkan bahwa daerah target membutuhkan signal sequence, sementara garis warna hitam tidak membutuhkan signal sequence (modifikasi dari Kalthoff, 2001).

Sinyal Target Polipeptida

Setelah terjadi sintesis polipeptida, maka polipeptida akan dikirim ke daerah target. Namun terkadang ukuran polipeptida yang terlalu besar, maka ada mekanisme tersendiri yakni polipeptida yang akan dikirim menuju daerah target belum mengalami pelipatan. Pada daerah polipeptida yang belum mengalami pelipatan tersebut memiliki signal sequence yang terletak di bagian N-terminal yang terdiri dari 13-36 residu yang pertama kali dipostulatkan oleh Blobel and Sabatini (Metzler, 2001). Signal sequence banyak ditemukan asam amino hidrofobik yang berfungsi untuk memudahkan polipeptida yang akan dibawa masuk menuju daerah target yang memiliki membran hidrofobik. Kemudian satu atau lebih dari signal sequence tersebut memiliki residu asam amino yang bermuatan positif sebelum urutan residu hidrofobik serta memiliki residu asam amino polar pada C-terminal yang berdekatan dengan daerah cleavege site atau tempat pemutusan antara signal sequence dengan polipeptida (Voet & Judith, 2009; Weaver&Hedrick, 1997). Signal sequence bukan dari protein fungsional, melainkan sebuah urutan asam amino yang jika setelah selesai mengenali reseptor target, maka signal sequence akan di putus ikatannya dengan enzim signal peptidase (De Robertis, 1988; Lehninger et al., 2000). Pada gambar 2 disajikan macam-macam polipeptida beserta signal sequence-nya pada polipeptida yang akan menuju ke RE. Sementara pada tabel 1 dikelompokkan sinyal yang tidak hanya berupa signal sequence, namun ada juga yang berupa molekul non-peptida.

Tabel 1. Beberapa sekuens dan molekul yang
membawa langsung suatu protein ke organel target.
Sumber: Lehninger et al., 2000.

Gambar 2. Macam-macam signal sequence yang terdapat pada beberapa protein yang akan menuju ke retikulum endoplasma. (warna kuning) merupakan residu asam amino hidrofobik yang sebelumnya ada residu yang bermuatan positif (warna biru). Dan dekat dengan cleavage site (garis warna merah) terdapat residu asam amino polar terutama alanin dan glisin (Lehninger et al., 2000).


Transpor Protein Menuju RE

Translokasi protein ke retikulum endoplasma (RE) dengan menggunakan signal sequence pertama kali didemonstrasikan oleh George Palade yang diilustrasikan pada gambar 3. Adapun tahapan mekanisme pada gambar tersebut adalah (1) ribosom memulai mentranslasi mRNA dan (2) urutan polipeptida yang pertama disintesis adalah signal sequence. (3) selanjutnya signal recognition particle (SRP) mendekati dan mengikat signal sequence beserta ribosom (4) kemudian SRP berikatan dengan GTP dan menuju ke reseptor SRP. (5) Tahap selanjutnya ribosom akan menempel pada transkolon (pori-pori pada RE) yang diikuti dengan lepasnya SRP melalui hidrolisis GTP menjadi GDP+Pi. (6) Ribosom masih melakukan elongasi ke arah lumen RE dan (7) pada saat itu signal sequence akan dilepaskan dari polipeptida oleh signal peptidase. (8) Usai melakukan translasi, ribosom akan memisahkan diri dari RE dan didaur ulang untuk proses tranlasi berikutnya (Lehninger et al., 2000; Murray et al., 2009).

Gambar 3. Mekanisme kerja translokasi protein menuju ke retikulum endoplasma (Lehninger et al., 2000).

Transpor Protein Menuju Mitokondria

Seperti halnya retikulum endoplasma yang membutuhkan sinyal untuk masuk ke dalam lumen, maka organel mitokondria juga mengalami proses yang sama. Protein melewati membran mitokondria dalam bentuk belum terlipat yang mana strukturnya distabilkan oleh suatu protein sinyal yang dinamakan chaperon (Tabel 2). Protein ini memfasilitasi rantai polipeptida menuju ke dalam mitokondria.

Tabel 2. Macam-macam chaperon.
Sumber: Cooper, 1997.

Gambar 4. Mekanisme kerja translokasi protein menuju ke mitokondria (Murray et al., 2009).

Protein chaperon banyak diidentifikasi sebagai heat-shock protein (Hsp) karena mampu meningkatkan temperatur atau berubah bentuk ketika terjadi perubahan pada lingkungannya serta mampu mengikat protein yang belum terlipat. Pada jenis tertentu seperti famili dari Hsp60 akan membentuk seperti “dobel donat” yang tersusun dari 14 subunit protein yang disebut chaperonin (Cooper, 1997; Voet & Judith, 2009).

Sementara dalam rangkaian polipeptida yang belum terlipat yang akan ditransfer ke mitokondria juga memiliki sinyal yang dinamakan matrix-targeting sequence (MTS) atau presequence dengan ciri berupa N-terminal amphipathic helix (N- Met- Leu- Arg- Tre- Ser- Ser- Leu- Phe-Tre- Arg- Arg- Val- Glut- Pro- Ser- Leu-Phe- Arg- Asp- Iso- Leu- Arg- Leu- Glut- Ser- Treo). MTS tersebut digunakan untuk mengenali dua reseptor yakni translocase – of – the – outer membrane (TOM) dan translocase-of-the-inner membrane (TIM) yang berada di membran luar dan dalam di mitokondria (Berg et al., 2006; Lehninger et al., 2000; Murray et al., 2009).

Adapun mekanisme translokasi polipeptida menuju mitokondria dapat diilustrasikan pada gambar 4. Tahapan-tahapan pada gambar tersebut dimulai dari sintesis polipeptida oleh ribosom di sitosol yang sudah mengandung MTS dan berinteraksi dengan protein chaperon (Hsp70). Selanjutnya MTS berinteraksi dengan reseptor TOM 20/22 yang berada di membran luar (OMM/outer membrane mitocondria) dan selanjutnya ditransfer ke reseptor sebelahnya, yakni TOM 40. Kemudian polipeptida ditranslokasi menuju ruang antar membran melalui kanal TOM 40 dan berinteraksi dengan reseptor TIM 23/17 yang berada di membran dalam (IMM/ inner membrane mitocondria). Sementara protein chaperon Hsp70 berinteraksi dengan TIM44. Kemudian hidrolisis ATP oleh Hsp70 (Gambar 5) akan membantu translokasi polipeptida menuju ke matriks mitokondria. MTS atau targetting sequence yang berada di polipeptida akan diputus ikatannya oleh enzim matriks protease (Murray et al., 2009).

Gambar 5. Hidrolisis Hsp70 menyebabkan lepasnya polipeptida ke dalam matriks mitokondria (Clark, 2010).

Transpor Protein Menuju Nukleus

Salah satu ciri dari organisme eukariotik adalah adanya membran inti. Membran tersebut memiliki dua lapis membran yang kompleks. Jalur keluar masuknya material antara di dalam nukleus dan di sitosol melalui suatu pori yang dinamakan nuclear pore complexes –NPCs (Gambar 6).

Gambar 6. Bentuk dari nuclear pore complexes (NPCs) yang berada di selubung nukleus suatu sel eukariotik (Albert et al., 2008).

Melalui membran inilah protein ditransfer dari sitoplasma. Untuk bisa masuk melalui NPCs, maka dibutuhkan signal sequence yang disebut dengan nuclear localization signals (NLS) yang kaya akan asam amino lisin dan arginin, yakni Lys-Lys-Lys-Arg-Lys (Allison, 2007; Berg et al., 2006).

Mekanisme translokasi polipeptida menuju nukleoplasma melibatkan berbagai macam protein. Mekanisme tersebut disajikan di gambar 7. Pada tahap tersebut, molekul cargo (polipeptida yang akan ditransfer ke nukleoplasma) bersamaan dengan NLS akan berinteraksi dengan importin (karyopherin) yang merupakan molekul protein yang terlibat dalam transpor polipeptida dan RNP (ribonukleoprotein) menuju ke nukleo-plasma. Molekul cargo yang bersamaan dengan NLS setelah berinteraksi akan membentuk suatu kompleks. Kompleks dari cargo, NLS, dan importin akan berinteraksi dengan RanGDP (Ras-related nuclear GDP). RanGDP membantu kompleks cargo, NLS, dan importin menuju ke nukloplasma. Setelah menuju ke nukleoplasma, maka RanGDP dikonversi menjadi RanGTP oleh GAP. Pengkonversian tersebut menyebabkan perubahan konformasi yang mengakibatkan importin dan RanGTP membentuk sebuah kompleks. Sementara cargo dan NLS masih bersamaan di dalam nukleoplasma yang selanjutnya NLS akan dipecah dengan enzim. Kompleks importin-RanGTP akan meninggalkan nukleoplasma menuju sitosol melalui NPCs. Ketika kompleks importin-RanGTP sudah berada di sitosol, maka kompleks tersebut dipecah menjadi importin dan RanGDP oleh GAP yang akan digunakan untuk mekanisme seperti sebelumnya (Albert et al., 2008; Allison, 2007; Murray et al., 2009).

Gambar 7. Mekanisme kerja translokasi protein menuju ke nukleus melalui NPCs (Murray et al., 2009).

Transpor Protein Menuju Peroksisom

Organel ini hampir dijumpai di sel eukariotik karena memiliki enzim oksidatif seperti katalase dan juga terlibat dalam berbagai metabolisme seperti asam lemak. Organel ini memiliki membran tunggal yang mampu menampung lebih dari 50 enzim yang mana katalase dan urat oksidase sebagai marker untuk organel ini (Albert et al., 2008; Murray et al., 2009).

Polipeptida yang disintesis di poliribosom sitosolik akan ditransfer ke dalam peroksisom. Polipeptida yang akan ditransfer memiliki signal sequence tersendiri dan ditemukan ada dua macam, yakni peroxisomal – matrix targeting sequences (PTS), yang terdiri PTS1 dan PTS2. Kebanyakan signal sequence-nya berupa Ser-Lys-Leu-COO-. Selain itu juga melibatkan reseptor sitosolik, yakni Pex5 dan reseptor kompleks yang ada di membran peroksisom, yakni Pex2/10/12 dan Pex14 yang keseluruhannya terlibat dalam mekanisme translokasi polipeptida dari sitosol menuju ke peroksisom. Mekanisme transpor polipeptida menuju ke peroksisom diilustrasikan di gambar 8. Di sini dicontohkan adalah enzim katalase yang akan ditranslokasi menuju peroksisom. Katalase yang akan ditransfer memiliki signal sequence berupa PTS akan berinteraksi dengan Pex5 dan selanjutnya akan berinteraksi dengan Pex14. Selanjutnya kompleks katalase-Pex14 akan ditransfer menuju membran kompleks Pex2/10/12 dan katalase masuk ke dalam peroksisom. Sementara itu Pex5 akan dikembalikan ke sitosol (Berg et al., 2006; Lodish et al., 2003; Murray et al., 2009).

Gambar 8. Mekanisme kerja translokasi protein menuju ke peroksisom (Murray et al., 2009).

Transpor Protein Menuju Badan Golgi

Untuk mentransfer protein yang sudah terlipat dari retikulum endoplasma menuju badan golgi, maka diperlukan perantara berupa vesikel yang akan menjembatani antar orgenel tersebut. Adapun RE akan menghasilkan vesikel yang berbeda-beda sesuai dengan target yang diharapkan. Sehingga diperlukan suatu sinyal yang akan direspon oleh organel target tertentu. Sinyal-sinyal tersebut dapat dilihat di tabel 3. Di dalam tabel tersebut tidak hanya vesikel yang menuju ke RE, melainkan ke beberapa daaerah target yang lain seperti lisosom (Albert et al., 2008).

Sebelum RE mentranslokasi protein menuju ke badan golgi, maka RE akan mengemas protein dalam vesikel. Adapun proses terbentuknya vesikel diilustrasikan pada gambar 9. Pada gambar tersebut, cargo (protein) akan berikatan baik secara langsung maupun secara tidak langsung dengan mantel (coat) dari COPII, membran, dan adanya exit signal. Setelah terkonsentrasi dalam suatu membran RE, maka terbentuklah kuncup (budding) dan selanjutnya terbentuklah vesikel (Albert et al., 2008).

Tabel 3. Macam-macam sinyal yang membawa protein dari RE melalui vesikel (Sumber: Lodish et al., 2003.)


Gambar 9. Pengeluaran protein dari RE melalui vesikel (Albert et al., 2008).

Setelah terbentuk vesikel yang di dalamnya berisi protein, maka vesikel tersebut akan ditransfer menuju badan golgi. Seperti halnya translokasi protein yang lain, di dalam protein tersebut juga terdapat signal sequence yang secara umum tersusun dari urutan asam amino dengan ciri khas berupa adanya dua asam amino asidisik (Asp-X-Glu) Mekanisme sekresi protein dari RE menuju badan golgi dapat dijelaskan melalui gambar 10. Pada gambar 10. A. menjelaskan vesikel dari badan golgi yang akan dikembalikan lagi menuju RE dengan membawa resident protein (warna merah) yang mana vesikelnya akan dibungkus dengan sinyal pembawa vesikel berupa COPI (warna biru). Agar resident protein tersebut dapat di terima oleh RE, maka resident protein memiliki signal sequence berupa Lys-Asp-Glu-Le (KDEL). Sementara pada gambar 10. B. Menjelaskan dua jalur, yakni sekresi dari RE ke badan golgi dan pengembalian resident protein dari badan golgi ke RE. Pada saat secretory protein yang memiliki sinyal Asp-X-Glu (warna kuning) akan disekresikan, RE akan membentuk vesikel dengan dibungkus oleh COPII. Selanjutnya vesikel tersebut ditransfer menuju badan golgi. Disisi lain resident protein dari badan golgi akan ditransfer menuju ke RE dengan dibungkus oleh COPI (Albert et al., 2008; Berg et al., 2006).

Gambar 10. Mekanisme kerja translokasi protein dari RE menuju ke badan golgi (Alberts et al., 2008).

Transpor Protein Menuju Lisosom

Lisosom merupakan organel yang memiliki enzim hidrolitik yang hanya ditemukan pada hewan dengan fungsi sebagai pencerna makromolekul, baik material intraselular maupun ekstraselular (Campbel et al., 2009; Saftig & Judith; 2009). Di dalam lisosom banyak mengandung ditemukan enzim protease yang sering disebut cathepsin yang mana jika protease yang aktivasinya membutuhkan ion Ca2+ disebut calpain dan protease yang aktivasinya membutuhkan ATP disebut proteasom (Metzler, 2001).

Protein-protein yang berasal dari badan golgi tersebut yang akan di transpor menuju lisosom tidak memiliki signal sequence seperti yang ada pada protein-protein yang lain. Sinyal yang digunakan pada mekanisme transpor protein dari badan golgi ke lisosom berupa mannose-6 -phosphate (Alberts et al., 2008). mannose-6-phosphate (M6P) merupakan karbohidrat yang digunakan sebagai marker protein dari badan golgi menuju ke lisosom (Berg et al., 2006). Proses pembentukan M6P dijelaskan melalui gambar 11 dengan cara penambahan gugus phospho – N – acetylglucosamine pada residu manosa dengan bantuan enzim phosphotransferase, selanjutnya phospho-diesterase membentuk manosa-6-fosfat yang akan digunakan sebagai sinyal (Berg et al., 2006).

Gambar 11. Formasi pembentukan manosa-6-fosfat (Berg et al., 2006).

Gambar 12. Struktur M6P yang berikatan dengan enzim hidrolitik pada lisosom (Albert et al., 2008).

Selanjutnya di dalam badan golgi bagian TGN (Trans Golgi Network) M6P akan berikatan dengan protein untuk lisosom, misalnya enzim hidrolitik. Ikatan antara M6P dengan enzim hidrolitik dihubungkan oleh senyawa oligosakarida (Gambar 12). Kompleks M6P-enzim hidrolitik akan berikatan dengan reseptor yang ada di TGN. Selanjutnya mekanisme translokasi enzim hidrolitik menuju ke endosom sebelum menjadi lisosom dijelaskan melalui gambar 13. Setelah enzim hidrolitik membentuk kompleks dengan M6P, maka terbentuklah vesikel yang dibungkus dengan reseptor clathrin. Kemudian vesikel tersebut ditransfer menuju ke endosom. Setelah itu enzim hidrolitik akan dilepaskan ke dalam endosom. Rendahnya pH dalam endosom menyebabkan disosiasi atau lepasnya reseptor M6P dari enzim hidrolitik. Dan di dalam endosom tersebut reseptor akan dikembalikan ke TGN melalui vesikel yang dibungkus dengan retromer dalam keadaan tanpa protein. Sementara itu di dalam endosom, gugus fosfat dari M6P akan dilepaskan (Alberts et al., 2008).

Gambar 13. Mekanisme kerja translokasi protein dari TGN menuju ke endosom (Alberts et al., 2008).

Mh Badrut Tamam
Lecturer Science Communicator Governing Board of Generasi Biologi Indonesia Foundation