Arsip

Kategori

Teknik Dasar Laboratorium Mikrobiologi LENGKAP

teknik inokulasi mikroba

Mikroorganisme, disebut juga mikroba, adalah organisme yang membutuhkan bantuan mikroskop agar dapat melihat dan mempelajarinya dengan baik (Talaro & Talaro, 2002). Hal tersebut karena ukurannya yang sangat kecil (Tortora dkk., 2010).  Satu sel mikroorganisme dapat merepresentasikan satu individu, berbeda halnya dengan sel hewan dan tumbuhan. Sel hewan dan tumbuhan tidak bisa hidup sendiri di alam dan keberadaanya hanya sebagai bagian dari struktur multiseluler, seperti sistem organ pada hewan dan daun pada tumbuhan (Madigan dkk., 2011). 

Ilmu yang mempelajari tentang mikroorganisme adalah mikrobiologi. Mikroorganisme yang dipelajari dalam studi mikrobiologi mencakup bakteri, jamur, protozoa, dan mikroalga (Talaro & Talaro, 2002; Black, 2008; Tortora dkk., 2010). Selain itu, studi mikrobiologi juga mempelajari virus, viroid, dan prion (Black, 2008). Mikroorganisme yang telah dipelajari ternyata mempunyai rentang ukuran yang sangat besar, mulai dari ukuran virus terkecil (20 nm) sampai ukuran protozoa terbesar (5 mm atau lebih).  Atau dengan kata lain, mikroba terbesar memiliki luas sebanding dengan 250.000 kali mikroba terkecil (Black, 2008).

Proses kegiatan di laboratorium mikrobiologi harus mengetahui teknik dasarnya. Berikut adalah teknik dasar di laboratorium mikrobiologi:

Kerja Steril dan Aseptis

Salah satu metode dalam mikrobiologi adalah kerja secara steril. Kerja secara steril dan aseptis adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan ketika melakukan praktikum atau penelitian di Laboratorium Mikrobiologi. Kerja secara steril maksudnya adalah bekerja pada kondisi terbebas dari semua bentuk hidup mikroorganisme, termasuk endospora bakteri (Nester dkk., 2004: 110).  Sementara itu, kerja secara aseptis maksudnya adalah bekerja pada kondisi tercegah dari serangan agen infeksi yang dapat menginfeksi jaringan atau material yang steril.  Teknik aseptik dapat dilakukan untuk mewujudkan keadaan kerja secara aseptis (Benson, 2001).

Pentingnya metode aseptis dalam dunia mikrobiologi merupakan suatu prosedur yang dilakukan untuk mencegah atau mengurangi terjadinya kontaminasi (Harley & Prescott, 2002). Mikroorganisme kemungkinan dapat mengontaminasi instrumen, pekerja laboratorium, dan pasien (Tortora dkk., 2010), sehingga diperlukanlah suatu prosedur untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Teknik aseptik juga bermanfaat untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroorganisme yang tidak diinginkan pada kultur biakan murni. Sebelum melakukan proses pembuatan kultur biakan murni, seluruh peralatan yang digunakan harus dalam keadaan steril. Selanjutnya, alat-alat yang telah steril tersebut, digunakan dan ditangani berdasarkan teknik-teknik aseptik untuk meminimalisir peluang masuknya mikroorganisme jenis lain ke dalam kultur biakan murni (Nester dkk., 2004).

pentingnya metode aseptis dalam mikrobiologi
Metode aseptis dalam mikrobiologi.

Pembuatan Media Mikroba

Mikroorganisme dapat ditumbuhkan di dalam laboratorium.  Untuk itu, dibutuhkan komponen-komponen nutrisi yang dapat digunakan mikroorganisme untuk melakukan pertumbuhan.  Komponen nutrisi yang digunakan untuk pertumbuhan bakteri di dalam laboratorium disebut kultur medium (jamak: media) (Tortora dkk., 2010: 164; Madigan dkk., 2011). Kultur medium dapat diperoleh dari substrat mikroorganisme tersebut atau dapat pula disintesis dari bahan-bahan kimia.
Bakteri dan mikroorganisme lain dapat ditemukan tumbuh bersama-sama di samudera, danau, tanah, dan pada materi hidup atau mati. Material tersebut dikenal sebagai media alamiah (Black, 2008). Media alamiah disebut juga sebagai substrat (Gandjar dkk., 1992).  Substrat memiliki kekurangan jika akan digunakan sebagai kultur medium, karena substrat mempunyai komposisi nutrisi yang belum diketahui secara rinci (Alcamo & Warner, 2010).

Sementara itu, medium untuk mikroba dapat dibuat pula dari bahan-bahan kimia. Medium tersebut komposisinya telah diketahui secara pasti.  Medium tersebut dinamakan pula sebagai medium sintetik (Gandjar dkk., 1992; Alcamo & Warner, 2010). Terdapat pula medium yang dibuat dari campuran substrat dan senyawa-senyawa kimia, yang disebut medium semi-alamiah (Gandjar dkk., 1992).

Sebelumnya, telah diketahui macam-macam medium berdasarkan bahan yang digunakan. Medium dapat pula dibedakan berdasarkan kegunaan dan bentuk fisiknya. Medium berdasarkan bentuk fisiknya dapat dibagi menjadi dua, yaitu medium padat (agar) dan medium cair (broth). Medium padat adalah medium yang diberi agar sehingga pada suhu kamar medium mengeras, contohnya Nutrient Agar. Medium cair adalah medium yang tidak diberi agar sehingga bentuknya cair, contohnya Nutrient Broth. Sementara itu, medium berdasarkan kegunaannya dibagi menjadi empat, yaitu medium umum, medium selektif, medium diferensial, dan medium perkayaan (Gandjar dkk., 1992).

Medium umum adalah medium yang dapat ditumbuhi mikroorganisme secara umum atau medium yang dapat ditumbuhi oleh banyak jenis mikroorgannisme, contoh mediumnya adalah Potato Dextrose Agar (PDA) dan Nutrient Agar (Gandjar dkk., 1992). Medium selektif digunakan untuk menumbuhkan jenis mikroorganisme tertentu saja dan menekan pertumbuhan jenis mikroorganisme yang tidak dikehendaki, contohnya medium Bismuth Sulfite Agar untuk menumbuhkan bakteri Salmonella typhi saja. Medium diferensial adalah medium yang digunakan untuk membedakan suatu koloni mikroba dengan koloni mikroba yang lain disebabkan adanya reaksi yang khas dari masing-masing koloni tersebut, contoh mediumnya adalah Blood Agar (BA). Terdapat pula medium yang dapat berperan sebagai medium selektif dan medium diferensial, contohnya Mannitol salt Agar (Tortora dkk., 2010).  

mikrobiologi dasar dalam praktek teknik dan prosedur dasar laboratorium
Cara membuat medium padat.

Medium perkayaan serupa dengan medium selektif, yaitu menyediakan nutrisi dan kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan jenis mikroba tertentu tetapi tidak yang lainnya. Perbedaan antara medium perkayaan dengan medium selektif adalah medium perkayaan didesain untuk meningkatkan jumlah mikroba yang dikehendaki sehingga mencapai tingkat/level yang dapat ditemukan/dipelajari (Tortora dkk., 2010). Contoh medium perkayaan adalah medium MEA untuk khamir (Gandjar dkk., 1992).

Setiap mikroorganisme membutuhkan kondisi yang berbeda-beda untuk melakukan pertumbuhan secara optimal.  Ada tiga faktor lingkungan yang memengaruhi pertumbuhan suatu mikroorganisme, yaitu faktor kimia, fisika, dan biologi. Faktor fisika misalnya suhu, kandungan oksigen, tekanan osmotik, pH, dan lain-lain.  Faktor kimia misalnya senyawa racun atau senyawa kimia lain yang berfungsi sebagai bahan makanan.  Faktor biologi misalnya interaksi dengan mikroorganisme lain (Gandjar dkk., 1992).
Setiap mikroorganisme mempunyai batasan suhu yang berbeda-beda yang memungkinkan mikroorganisme tersebut untuk bermetabolisme dan melakukan pertumbuhan. Suhu ketika pertumbuhan mikroorganisme yang paling cepat disebut suhu optimum. Mikroorganisme mempunyai suhu optimum yang berbeda-beda, mulai dari 4 °C sampai lebih dari 100 °C (Madigan dkk., 2011). Umumnya, kisaran suhu optimal pertumbuhan bakteri adalah 20 – 50 °C.  Dilihat dari adaptasi terhadap suhu, mikroba diklasifikasikan ke dalam tiga grup utama, yaitu psychrophile (mikroba yang menyukai kondisi dingin), mesophile (mikroba yang menyukai temperatur sedang), dan thermophile (mikroba yang menyukai kondisi panas) (Tortora dkk., 2010).

Setiap mikroba juga memiliki kondisi berbeda-beda dalam hal pH, kandungan oksigen, dan kandungan nutrisi.  Jika dilihat dari pH, umumnya bakteri dapat tumbuh dengan baik pada pH netral, yaitu 6,5 sampai 7,5.  Namun, ada juga mikroba yang tahan pada kondisi pH rendah atau asam (disebut mikroba Acidophile) dan mikroba yang tahan pada kondisi pH tinggi atau basa (disebut mikroba Alkaliphile).  Jika dilihat dari adaptasi terhadap oksigen, mikroba terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu mikroba anaerob (tidak membutuhkan atau tidak menyukai keberadaan oksigen) dan mikroba aerob (membutuhkan atau menyukai keberadaan oksigen).  Jika ditinjau dari kondisi kandungan nutrisi, setiap mikrooganisme membutuhkan komposisi nutrisi yang tentunya berbeda-beda pula (Tortora dkk., 2010; Madigan dkk., 2011).


Kegiatan pembuatan dan menuang medium merupakan salah satu teknik dasar dalam praktikum mikrobiologi. Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan dalam melakukan kegiatan tersebut. Kegiatan membuat dan menuang medium harus memerhatikan teknik aseptik agar medium tidak terkontaminasi dari  mikroorganisme yang tidak diinginkan.  Teknik aseptik yang dapat dilakukan pada saat membuat dan menuang medium, seperti ketika sebelum dan sesudah pekerjaan melakukan proses disinfeksi terhadap daerah kerja, ketika akan membuka tabung reaksi atau cawan petri selalu dilewatkan di atas api, dan pembuatan sumbat dilakukan secara bersih dan jangan sampai mengenai medium (Gandjar dkk,. 1992; Benson, 2001; Harley & Prescott, 2002).

Selain itu, yang harus diperhatikan dalam membuat dan menuang medium adalah tentang tujuan penelitian yang akan digunakan. Bentuk medium dan cara penyajian medium disesuaikan sesuai tujuan penelitian yang akan dilakukan.  Pembuatan medium cair misalnya digunakan untuk mempropagasi mikroorganisme pada studi fermentasi dan bermacam tes biokimia. Medium padat misalnya digunakan untuk mempelajari pertumbuhan mikroba di permukaan dan penampakan koloni, isolasi kultur biakan murni, penyimpanan kultur, dan observasi reaksi biokimia spesifik (Harley & Prescott, 2002).
Medium padat dapat ditempatkan dalam tabung reaksi atau cawan petri.  Penyajian medium dapat terbagi menjadi tiga jenis, yaitu medium miring, medium tegak, dan medium dalam cawan petri.  Hal yang perlu diperhatikan dalam penyajian adalah takaran dan cara pembuatannya.  Pembuatan medium miring dengan memiringkan tabung reaksi dengan kemiringan tertentu setelah autoklaf kemudian agar dibiarkan mengeras.  Pembuatan medium tegak dengan membiarkan tabung dalam kondisi tegak.  Larutan medium yang dimasukkan jangan melebihi 6 mL untuk medium miring dan 10 mL untuk medium tegak, supaya menghindari semburan medium ke sumbat (Gandjar dkk., 1992). Sementara itu, diperlukan 15 mL larutan medium untuk cawan petri, kemudian diratakan sebelum mengeras dan posisi penyimpanan diletakkan secara terbalik (Cappucino & Sherman, 2002; Harley & Prescott, 2002).

Cara penyajian medium yang akan dilakukan juga tergantung tujuan dari penelitian yang akan dilakukan. Medium miring digunakan untuk memelihara kultur biakan murni. Medium tegak digunakan untuk studi kebutuhan gas dari mikroorganisme.  Medium dalam cawan petri menyediakan area permukaan yang besar untuk isolasi dan studi mikroorganisme.

Transfer Mikroorganisme

Transfer mikroorganisme adalah teknik dasar berikutnya dalam praktikum mikrobiologi. Sama halnya dengan kegiatan membuat dan menuang medium, kegiatan transfer mikroorganisme juga memerlukan teknik aseptik sehingga kontaminasi mikroba yang tidak diinginkan dapat diminimalisir. Selain itu, ketelitian dan kecepatan kerja juga harus diperhatikan dalam melakukan transfer mikroorganisme. Bekerja lamban akan memakan waktu sehingga mengakibatkan bahan yang akan diamati atau diperiksa terlalu lama berhubungan dengan udara sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya kontaminasi.  Bekerja terlalu cepat juga akan memperbesar peluang kurangnya bekerja secara aseptik (Gandjar dkk. 1992).

Terdapat sejumlah prosedur dasar dalam melakukan transfer mikroorganisme. Hal yang pertama kali dilakukan adalah membersihkan daerah kerja dengan menggunakan desinfektan. Hal yang dilakukan berikutnya, seluruh pekerjaan selalu dilewatkan kepada api yang bertujuan agar setiap pekerjaan dalam keadaan yang aseptis.  Ketika akan memulai pekerjaan, jarum inokulasi dilewatkan di atas api. Kemudian sumbat tabung reaksi dibuka dan leher tabung dilewatkan di atas api pula. Selanjutnya, jarum inokulasi dimasukkan ke dalam kultur biakan di dalam tabung dan jarum tersebut kemudian dimasukkan ke dalam medium yang belum ada biakan.  Sebelum sumbat ditutup, leher tabung harus dilewatkan di atas api lagi. Jarum inokulasi yang telah digunakan juga dilewatkan di atas api untuk membunuh mikroorganisme yang masih tersisa (Harley & Prescott, 2002).

Ada beberapa cara dalam melakukan transfer mikroorganisme, yaitu dengan metode zig-zag (streak) atau hanya menaruh pada suatu titik (stab). Metode zig-zag biasa digunakan untuk memindahkan biakan khamir dan bakteri. Cara memindahkannya yaitu dengan mengesekkan ujung jarum loop yang telah mengandung khamir/bakteri secara zig-zag di atas permukaan medium mulai dari ujung bagian bawah sampai bagian atas (jika medium terdapat dalam tabung reaksi). Metode yang lainnya, digunakan untuk memindahkan biakan kapang. Biakan kapang diambil sedikit dengan menggunakan jarum needle atau jarum tanam tajam, kemudian jarum diletakkan di atas permukaan medium miring kira-kira pada jarak 1/3 dari panjang permukaan medium (Gandjar dkk., 1992).

Jarum inokulasi digunakan untuk melakukan transfer mikroorganisme dari suatu kultur ke dalam media yang lain. Ada dua jenis jarum inokulasi, yaitu jarum inokulasi loop dan jarum inokulasi needle. Jarum inokulasi terbagi menjadi empat bagian, yaitu pegangan, tangkai, dan sebuah turret untuk memegang kawat yang terbuat dari nikel kromium atau nikel.  Jarum inokulasi loop adalah jarum yang ujung kawatnya berbentuk lingkaran atau loop, sedangkan jarum inokulasi needle  adalah jarum yang ujung kawatnya berbentuk lurus (Harley & Prescott, 2002).

Teknik memipet juga merupakan salah satu dari teknik dasar dalam praktikum mikrobiologi. Pipet volumetrik digunakan untuk mentransfer sejumlah fraksi dari kultur, mempersiapkan serial pengenceran dari mikroba, dan menyalurkan reagen kimia (Harley & Prescott, 2002). Prinsip kerja pipet sama seperti sedotan, yaitu berfungsi untuk menghisap cairan. Cairan dihisap dengan suatu alat penyedot yang dipasang pada bagian mulut dari pipet, dan penyedotan cairan dilakukan sampai skala tertentu yang tertera pada pipet (Cappucino & Sherman, 2002; Harley & Prescott, 2002).  

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses memipet. Hal pertama adalah jangan menyedot dengan menggunakan mulut karena dapat membahayakan tubuh, sebaiknya menggunakan alat penyedot untuk mengisi pipet. Hal selanjutnya, tetes terakhir dari cairan harus dikosongkan supaya mendapatkan volume secara tepat dan pembacaan volume yang benar adalah dibawah dari meniskus. Hal berikut yang tak kalah pentingnya adalah jangan menyentuh ujung atau bagian inti dari pipet dengan jari karena dapat mengontaminasi pekerjaan yang dilakukan (Benson, 2001: 94; Harley & Prescott, 2002).

Bakteri dan jamur adalah beberapa mikroorganisme yang sering diamati dalam praktikum mikrobiologi. Keduanya memiliki beberapa perbedaan. Bakteri secara relatif berbentuk sederhana, merupakan organisme uniseluler, tidak mempunyai membran inti (prokariot), dan komponen utama penyusun dinding sel adalah peptidoglikan. Sementara itu, jamur merupakan organisme yang telah memiliki membran inti, merupakan organisme uniseluler atau multiseluler, dan komponen utama penyusun dinding sel umumnya adalah kitin (Tortora dkk., 2010).

Jamur dapat terbagi menjadi tiga kelompok besar berdasarkan bentuknya, yaitu khamir (yeasts), kapang (molds), dan cendawan (mushroom). Jamur dalam bentuk uniseluler disebut khamir, merupakan bentuk mikroorganisme berbentuk oval dan ukurannya lebih besar dari bakteri. Kapang merupakan bentuk jamur yang terlihat seperti serabut-serabut benang yang disebut miselia. Miselia terdiri dari filamen-filamen (hifa) panjang yang bercabang dan saling menjalin. Cendawan adalah jamur multiseluler besar yang bentuknya menyerupai tumbuhan (Tortora dkk., 2010). Pada cendawan, miselia-miselia berkumpul hingga membentuk sebuah tudung buah yang besar.

Normal flora atau normal mikrobiota adalah istilah untuk organisme yang secara alami terletak di atau pada tubuh (Cappucino & Sherman, 2002). Sementara itu, yang lainnya disebut mikrobiota sementara (transient microbiota), yang dapat muncul beberapa hari, minggu, bulan, dan kemudian tidak tampak. Normal flora dalam tubuh tidak membahayakan, bahkan dalam beberapa kasus bersifat menguntungkan seperti dapat memproduksi vitamin K dan Vitamin B. Namun, normal flora pada keadaan tertentu dapat menyebabkan infeksi dan penyakit pada manusia (Tortora dkk., 2010). Ketika dalam keadaan tersebut mereka menjadi mikroorganisme yang patogen (Madigan dkk., 2011). Mikroorganisme tidak dapat ditemukan menyebar di seluruh bagian tubuh, tetapi terlokalisasi pada suatu daerah tertentu dari tubuh atau spesifik di daerah tertentu saja, misalnya mulut dan kulit (Tortora dkk., 2010). Normal flora pada mulut misalnya Lactobacillus acidophilus, Streptococcus mutans, dan Actinomyces odontolyticus (Cappucino & Sherman, 2002). Normal flora pada kulit misalnya dari genus Acinetobacter, Malassezia, dan Pityrosporum (Madigan dkk., 2011).


Referensi

  • Alcamo, I. E. & J. M. Warner. Schaum’ s outlines microbiology, 2nd ed. 
  • Atlas, R. M. 2004. Handbook of microbiological media, 3rd ed. 
  • Benson. 2001. Microbiological application lab manual, 8th ed. 
  • Black, J. G. 2008. Microbiology, 7th ed. Cappuccino, J. G. & N. Sherman. 2002. Microbiology: A laboratory manual. 
  • Gandjar, I., I. R. Koentjoro, W. Mangunwardoyo, & L. Soebagya. 1992. Pedoman praktikum mikrobiologi dasar. 
  • Harley & Prescott. 2002. Laboratory exercises in microbiology, 5th ed. 
  • Madigan, M. T., J. M. Martinko, D. A. Stahl, D. P. Clark. 2011. Brock biology of microorganisms, 13th ed. 
  • Morello, J. A., P. A. Granato & H. E. Mizer. 2003. Laboratory manual and workbook in microbiology: Applications to patient care. 
  • Nester, E. W., D. G. Anderson, C. E. Roberts, N. N. Pearsall & M. T. Nester. 2004. Microbiology: A human perspective, 4th ed.  
  • Talaro, K. P. & A. Talaro. 2002. Foundations in microbiology, 4th ed. 
  • Tortora, G. J., B. R. Funke & C. L. Case. 2010. Microbiology: An introduction, 10th ed. 
Mh Badrut Tamam
Lecturer Science Communicator Governing Board of Generasi Biologi Indonesia Foundation