Arsip

Kategori

Mekanisme Rasa Pedas pada Lidah

Apakah Anda termasuk orang yang suka menyantap makanan pedas? Jika iya berarti Anda tidak akan melewatkan makan tanpa cabai. Benar? Sensasi luar biasa yang dirasakan saat menyantap cabai berfariasi, dari kepanasan, rasa lidah terbakar, telinga terasa berdengung, bahkan berlinang air mata dalam waktu lama. Namun hal tersebut tidak membuat kita berhenti memakan cabai atau sambal, hal yang kita lakukan malah sebaliknya. Sebenarnya apa yang menyebabkan rasa pedas itu? Padahal kita ketahui bersama rangsangan yang diterima otak dan dirasakan pada bagian lidah menafsirkan rasa dasar asin, asam, manis, dan pahit.
Manusia memiliki reseptor untuk stimulus rasa yang ada di kuncup pengecap (Taste bud) yang tersebar di lidah. Kuncup-kuncup pengecap mampu merespon empat rasa dasar, yaitu manis, masam, asin dan pahit yang letaknya berbeda-beda. Indera perasa juga dikenal sebagai gustasion dibantu oleh indra penciuman kita. Bahkan, 80% dari sensasi rasa adalah karena bau. Hal ini yang membuat kita mampu membayangkan rasa sebuah makanan tanpa kita makan saat menerima rangsangan bau. 
Makanan yang kita makan menyatu dengan air liur didalam mulut kita. Rasa yang terlarut dalam air liur diterima oleh reseptor sel gustatorik (pengecap) yang bekerja seperti lubang dan kunci, artinya bekerja secara spesifik. Molekul yang tepat bisa masuk kedalam reseptor berbentuk sama dengan membran silia, sehingga timbul sebuah implus saraf. Tiga saraf kranial, saraf wajah (saraf kranial VII), saraf glossopharingeus (kranial IX saraf) dan saraf vagus (saraf kranial X) terlibat dalam indera perasa. Selera pada bagian depan lidah mengaktifkan saraf wajah; selera di bagian belakang lidah mengaktifkan saraf glossopharingeus; dan saraf vagus dipicu oleh selera yang ditemukan di tenggorokan. Impuls saraf yang diprakarsai oleh selera diaktifkan dan ditransmisikan sepanjang tiga saraf ke otak yang kemudian dikirim melalui saraf kranial ke daerah lobus parietalis yang bertanggung jawab untuk identifikasi rasa.
Rasa pedas yang kita rasakan sebenarnya tidak terdeteksi oleh bagian lidah kita. Pedas disebabkan zat capsaicin yang terdapat pada biji cabai dan pada plasenta, yakni kulit cabai bagian dalam yang berwarna putih tempat melekatnya biji. Zat ini yang sebenarnya digunakan cabai untuk perlindungan diri dari mahluk hidup yang akan memangsa. Karena pada dasarnya zat capsaicin memberikan rasa panas atau kehangatan sehingga dari zaman nenek moyang kita pun cabai digunakan sebagai rempah-rempah.
Berbeda dengan rasa dasar yang dikenali oleh lidah, rasa pedas tidak memiliki reseptor tersendiri. Namun karena zat capsaicin bersifat panas, sehingga dengan memakan cabai secara otomatis memberikan rangsangan sensor kepada neuron suhu tinggi dan rasa sakit ke otak. Jadi pedas diterima oleh sel gustatorik dilanjutkan pada reseptop saraf sensorik panas tinggi. Seperti halnya cabai, tubuh kita memiliki perlindungan diri terhadap semua kondisi yang menimpa sehingga terciptalah respon seperti halnya kulit yang terkena panas, maka munculah sensasi terbakar pada lidah namun yang terjadi hanya sensasi karena lidah kita tidak terbakar sama sekali.
Penulis: Devi Alvitasari 
Referensi:
  1. Batigne, Stephane. Dkk. 2006. Visual Ilmu dan Pengetahuan Populer. Kanada: Jacques Fortin.
  2. Parker, Janet. 2006. The Human Body Work. Australia: Grange Book.
  3. Parker, Steve. 2010. Ensiklopedia Tubuh Manusia. Jakarta: Erlangga.

Mh Badrut Tamam
Lecturer Science Communicator Governing Board of Generasi Biologi Indonesia Foundation