Hutan merupakan jantung dunia yang berfungsi sebagai sistem penyangga kehidupan, dan tidak dapat dipisahkan sebagai sumber kehidupan makhluk hidup, termasuk manusia. Namun hutan bisa mengalami deforestasi disebabkan oleh banyak faktor, antara lain kelalaian manusia, faktor alam, dan lain sebagainya. Perusakan hutan dapat memutus rantai kehidupan dan sewaktu-waktu membawa bencana dan kerugian. Perusakan hutan dengan segala komponen biofisiknya secara tidak langsung turut berkontribusi terhadap peningkatan pemanasan global. Salah satu permasalahan lingkungan hidup yang menjadi perhatian banyak pihak selama empat dekade terakhir adalah deforestasi. Dampak negatif deforestasi mengundang sejumlah permasalahan lain, termasuk perubahan iklim. Ancaman mengerikan ini memaksa masyarakat berpikir untuk mengendalikan laju deforestasi dan degradasi hutan serta pemanasan global (Septyan, 2019).
Deforestasi adalah kegiatan penebangan hutan atau tegakan pohon, diartikan juga sebagai keadaan hilangnya tutupan hutan beserta atribut-atributnya yang berimplikasi pada hilangnya struktur dan fungsi hutan itu sendiri sehingga lahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk non-hutan. pemanfaatannya, yaitu pertanian, peternakan atau kawasan perkotaan atau pemukiman. Menurut United Nations Food and Agriculture Organization (FAO), deforestasi sebagai peristiwa hilangnya tutupan hutan akibat aktivitas manusia atau bencana alam (Septyan, 2019) sedangkan penggurunan adalah jenis degradasi lahan dimana lahan yang relatif kering menjadi semakin gersang, hilangnya badan air, vegetasi, dan juga satwa liar yang umumnya disebabkan oleh berbagai faktor seperti perubahan iklim dan aktivitas manusia. Kondisi kekurangan air di suatu wilayah dalam jangka waktu lama (beberapa bulan hingga bertahun-tahun) terjadi ketika suatu wilayah terus mengalami curah hujan di bawah rata-rata. Menurut UNCCD, degradasi lahan di daerah kering dan gersang sub-lembab disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor alam itu sendiri, perubahan iklim, dan kontaminasi aktivitas manusia yang menyebabkan degradasi lahan antara lain perubahan penggunaan lahan, kesalahan dalam pengelolaan lahan dan polusi kimia. (Wahyunto & Dariah, 2014).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan pada tahun 2018, luas hutan Indonesia tercatat sekitar 125,9 juta hektar (ha) atau 63,7% luas daratan Indonesia. Dengan luas tersebut, Indonesia menduduki peringkat ke-3 negara dengan hutan hujan tropis terluas setelah Brazil dan Kongo. Namun masih sedikit yang menyadari bahwa kekayaan hutan Indonesia tidak hanya kayunya saja, namun juga industri farmasi, kerajinan tangan dan pariwisata, keanekaragaman flora dan fauna sangat bermanfaat untuk dijadikan bahan baku dan objek ilmu pengetahuan (Ahdiat, 2019) .
Deforestasi di Indonesia terjadi akibat pembangunan program pengembangan lahan pemukiman dan pertanian di kawasan transmigrasi yang memerlukan pembukaan hutan. Selain itu, banyak juga terjadi alih fungsi hutan untuk kegiatan pertambangan dan industri yang seringkali menimbulkan konflik baik antara masyarakat dengan pengusaha maupun antara pengusaha dengan berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang penyelamatan lingkungan (Ahdiat, 2019).
Menurut analisis data satelit yang dirilis minggu lalu oleh Universitas Maryland (UMD) dan Institut Sumber Daya Dunia (WRI), hutan primer di daerah tropis mengalami penyusutan dengan kecepatan tinggi. Sejak tahun 2002, daerah tropis telah kehilangan lebih dari 60 juta hektar hutan primer, setara dengan luas 1,3 kali luas Pulau Sumatera. Data baru ini menegaskan hilangnya hutan primer pada tahun 2010 hampir 30% lebih tinggi dibandingkan tahun 2000an meskipun ada upaya global untuk mengekang deforestasi melalui berbagai langkah, seperti mekanisme produksi kayu berkelanjutan, menjamin hak atas tanah, memperluas kawasan lindung, dan upaya pemantauan. Hutan. Rata-rata hilangnya hutan primer tahunan dalam lima tahun terakhir (4,3 juta ha pada periode 2015-2019) pada periode penelitian hampir 50% lebih tinggi dibandingkan lima tahun pertama (2,9 juta ha pada 2002-2006). Namun peningkatan tersebut mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan tingkat kerusakan pada akhir dekade ini, yang berasal dari hilangnya hutan akibat kebakaran hutan dan lahan di Amazon dan Indonesia pada akhir tahun 2019, karena data yang belum diproses hingga tahun berikutnya. hingga tutupan awan (Butler, 2020).
Faktor lain yang menyebabkan deforestasi adalah industri kelapa sawit, pertambangan, jalur transportasi kayu, pertanian, bahkan kolam ikan. Industri sawit banyak terjadi di wilayah Kalimantan, disusul Sumatera dan Papua. Jalur penebangan hutan banyak ditemukan di hutan, jauh dari perkampungan atau lahan pertanian. Luas totalnya mencapai 357 ribu hektare atau 4% deforestasi nasional. Banyak bekas lahan pertambangan di kawasan hutan yang kondisi tanahnya sudah berlubang. Luas kerusakan hutan mencapai 219 ribu hektare atau sekitar 2% deforestasi nasional. Di bidang pertanian, para peneliti menemukan bahwa terdapat sejumlah besar deforestasi yang disebabkan oleh perkebunan skala besar. Jenis tanamannya sendiri tidak dapat diketahui secara pasti. Namun total luasnya mencapai 616 ribu hektare atau 7% deforestasi nasional. Untuk tambak ikan, citra satelit juga menangkap keberadaan tambak ikan di kawasan hutan. Luas wilayahnya mencapai 71 ribu hektar atau 1% dari deforestasi nasional (Saharjo, 1994).
Sisi positifnya yaitu mempunyai manfaat bagi manusia. Lahan kosong juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat pertanian, industri, dan perumahan. Hal ini dapat meningkatkan penggunaan lahan untuk bangunan atau persawahan sebagai penghasil pangan juga dapat meningkatkan pasokan dan permintaan kayu. Sedangkan sisi negatifnya adalah makhluk hidup (termasuk hewan) bermigrasi, juga berdampak pada lingkungan yaitu bumi menjadi panas (global warning). Pasalnya, penebangan hutan membuat hewan sulit menemukan habitatnya. Kedua, makhluk hidup (baik manusia maupun hewan) kehabisan oksigen (O2) karena tidak adanya pepohonan. Kondisi tersebut akan membuat makhluk hidup bermigrasi dan mencari habitat baru. Dampak negatif lain dari penebangan hutan adalah punahnya keanekaragaman hayati. Meskipun hutan tropis hanya mencakup 6% dari permukaan bumi, sekitar 80-90% spesiesnya menutupinya. Akibat pembalakan liar yang masif, terdapat sekitar 100 spesies hewan yang kian berkurang setiap harinya, keanekaragaman hayati di berbagai wilayah pun hilang secara besar-besaran. Dampak ekonomi dari penebangan hutan adalah pembalakan liar telah mengurangi pendapatan negara dan devisa negara, dan diperkirakan kerugian negara mencapai 30 triliun per tahun. Di sisi lain, pembalakan liar dapat menyebabkan kurangnya penyerapan air sehingga menyebabkan banjir dan tanah longsor (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2017).
[1] Ahdiat, A. (2019). 10 Penyebab Deforestasi di Indonesia, Dari Sawit hingga Lapangan Golf. Retrieved 4 January, from https://kbr.id/nasional/02-2019/10_penyebab_deforestasi_di_indonesia__dari_sawit_hingga_lapangan_golf/98797.html
[2] Alfarizi, M.K., & Prima, E. (2019). Studi: Kerusakan Hutan Tropis Dunia Meningkat pada 2019. Retrieved 5 January, from https://tekno.tempo.co/read/1351072/studi-kerusakan-hutan-tropis-dunia-meningkat-pada-2019/full&view=ok
[3] Butler, R.A. (2020). Berapa Banyak Hutan Dunia yang Telah Menghilang dalam Satu Dekade ini?. Retrieved 4 January, from https://www.mongabay.co.id/2020/06/13/berapa-banyak-hutan-dunia-yang-telah-menghilang-dalam-satu-dekade-ini/
[4] Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). (2015). Indonesia adalah pelaku Deforestasi terbedar di dunia?. Retrieved 5 January, from https://gapki.id/news/762/indonesia-adalah-pelaku-deforestasi-terbesar-di-dunia#:~:text=Deforestasi%20tersebut%20sekitar%2033%20persen,pembangunan%20normal%20di%20setiap%20negara
[5] Kartodihardjo, H. (2006). Politik Penebangan Kayu dan Kebijakan Penanganan Pembalakan Liar (Studi Kasus di Provinsi Jawa Timur dan Jambi). Makalah Seminar P3DI: Kajian Aspek Sosial Ekonomi dan Institusi Mengatasi Illegal Logging di Indonesia. Sekretariat Jenderal DPRRI. Jakarta.
[6] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Dampak Penebangan Hutan Secara Liar Terhadap Lingkungan. Retrieved 13 December, from https://pusatkrisis.kemkes.go.id/dampak-penebangan-hutan-secara-liar-terhadap-lingkungan
[7] Pemerintah Republik Indonesia. (2014). “Undang-undang (UU) Nomor 37 tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air”, h. 4.
[8] Saharjo, B.H. (1994). Deforestation with reference to Indonesia. Walaceana (73):7-12
[9] Septyan, A.R. (2019). Deforestasi: Pengertian, Penyebab, Dampak, dan Pencegahan. Retrieved 24 December, from https://foresteract.com/deforestasi/
[10] Suyadi. (2012). Resolusi Kerancuan Perkiraan Luas dan Laju Deforestasi Hutan Mangrove di Indonesia. Balai Konservasi Biota Laut Ambon-LIPI, 9(2): 327-33
[11] Wahyunto, & Dariah. A. (2014). “Degradasi Lahan di Indonesia: Kondisi Existing, Karakteristik, dan Penyeragaman Definisi Mendukung Gerakan Menuju Satu Peta,” Jurnal Sumber Daya Lahan Vol. 8, no. 2 : p. 83.
Tidak ada komentar